TAP NO. IX HILANGKAN SEGI2 NEGATIF

TAP NO. IX HILANGKAN SEGI2 NEGATIF [1]

 

Djakarta, Berita Yudha

Menurut pandangan golongan Veteran, Ketetapan MPRS No. IX mempunjai nilai historis konstitusionil, jang bersumber kapada hukum jang tidak tertulis, di mana telah mendapatkan pengakuan dan dukungan rakjat sebagaimana sedjarah berlakunja ketetapan No. IX itu sendiri.

Dengan Ketetapan No. IX itu sebenarnja MPRS sudah menghilangkan segi2 negatif jang tertjantum dalam Supersemar, sehingga harus diartikan Ketetapan No. IX itu benar2 mandat dari rakjat dan bukan mandat dari bekas Presiden Soekarno.

Jang penting disini jalah bahwa Ketetapan No IX itu djangan hanja di tindjau dari segi juridis konstitusionilnja sadja, tetapi harus pula ditindjau dari segi politis konstitusionil dan jang terpenting lagi adalah manfaat dari pada Ketetapan No IX itu bagi kepentingan rakjat banjak dan keselamatan negara, hal ini setjara umum sudah diakui oleh wakil2 rakjat dalam pemandangan umum mereka dalam SU MPRS ke-V ini.

Menurut penilaian veteran, Ketetapan No IX interent dengan pengembannja sendiri, jaitu Pd. Presiden Djendral Soeharto, jang telah mendapatkan kepertjajaan rakjat dan andaikata Ketetapan No IX itu ditjabut maka akan putuslah hubungan historisnja.

Mengenai pengangkatan Pd. Presiden Djendral Soeharto sebagai Presiden penuh gol, Veteran berpandangan hal itu harus diartikan sebagai peningkatan kepertjaan rakjat kepada pengemban Ketetapan MPRS No. IX dan itu harus diartikan pula sebagai Presiden RI untuk masa transisi sampai Pemilu nanti, karena itu kursi wakil Presiden tidak atau belum perlu diisi, demikian menurut Major Soegiarto, selaku djuru bitjara golongan Veteran dalam fraksi ABRI.

Selandjutnja dikatakan, bahwa satu hal jang harus dilaksanakan sebagai tjiri demokrasi jalah Pemilihan umum, tetapi Pemilu ini sendiri bukan merupakan tudjuan terachir, tetapi sebagai penjalur kehendak rakjat jang sesungguhnja dgn bebas dan rahasia untuk memilih wakil2nja sebagai penjalur suara rakjat dalam lembaga perwakilan; karenanja Pemilu harus dilaksanakan dalam situasi dan kondisi jang mendjamin kebebasan dalam ketenangan.

Untuk itu maka pengunduran waktu Pemilu sampai pertengahan tahun 1972 adalah perhitungan jang riil dan objektif didasarkan atas perkiraan2 tehnis dan ekonomis, dengan demikian diharapkan pada tahun 1972 djuga Madjelis Permusjawaratan Rakjat hasil pemilu sudah dapat mengangkat Presiden dan Wakil Presiden, jang pelantikannja sudah bisa dilakukan bulan Maret 1972. (DTS)

Sumber: BERITA YUDHA (27/03/1968)

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku II (1968-1971), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 27-28.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.