TARAF HIDUP MASYARAKAT MASIH PERLU DITINGKATKAN
Jakarta, Pelita
Pemerintah akan terus berupaya meningkatkan taraf hidup masyarakat Indonesia sehingga terangkat dari garis kemiskinan .Dan hal itu bukan merupakan tugas ringan, karena itu pemerintah juga mengikutkan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan untuk mengurangi kemiskinan.
Jumlah masyarakat Indonesia yang berada dibawah garis kemiskinan, saat ini diperkirakan sebanyak 30 juta orang, kata Presiden Soeharto ketika menerima 43 orang juru foto terkemuka dunia di petemakan Tri-S, Tapos, kemarin.
Namun dibandingkan tahun 1976, jumlah masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan, tahun inisudah banyak berkurang.
Menurut Kepala Negara, pada tahun 1976 jumlah masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan sebesar 40 persen atau 54 juta, sedangkan menurut hasil sensus yang dilakukan tahun 1987 berkurang 17 persen atau 30 juta orang.
Untuk meningkatkan kehidupan masyarakat yang 30 juta tersebut tidak mudah, karena sumber kehidupannya rendah dan sebagian besar dari mereka adalah petani yang sumber kehidupannya dari tanah pertanian yang dimilikinya.
Dijelaskan, pada saat Indonesia mulai melakukan pembangunan 20 tahun yang lalu, jumlah petani di Indonesia sebanyak 18.750.000 petani. Dari jumlah tersebut yang memiliki tanah pertanian di bawah 0,5 hektar sebanyak 11 juta lebih. “Dan dari 11 juta itu yang memiliki tanah di bawah 0,25 hektar sebanyak 6 juta petani. Karenanya dalam pembangunan ini diusahakan pemilikan tanah minimal 0,5 hektar,” tegas Presiden Soeharto yang didampingi Dirut Garuda Indonesia, M. Soepamo.
Untuk mengatasi hal itu, kata Kepala Negara, Program transmigrasi mutlak harus dilakukan. Menurut presiden sampai akhir Pelita IV sebanyak 1.250.000 petani dipindahkan ke luar Jawa dan untuk Pelita ini ditargetkan sebanyak 750.000 petani yang akan ditransmigrasikan.
Dengan upaya yang dilakukan itu dengan disediakannya, lahan seluas 2 hektar setiap orang, maka taraf kehidupan mereka diharapkan bisa meningkat.
Intensiflkasi
Bagi para petani yang belum dipindahkan dan masih berusaha pada tanah yang sempit itu mereka diusahakan untuk meningkatkan produksinya melalui intensiflkasi pertanian.
Dengan langkah tersebut, hasil pertanian yang semula hanya 2 ton setiap hektar akan meningkat menjadi 8 ton per hektar. Peningkatan produksi itu bisa dilakukan melalui teknologi tepat guna yakni berupa pemakaian pupuk, obat-obatan, irigasi yang baik, pemakaian bibit unggul, dan cara penanaman yang baik pula.
Kepala Negara juga memberikan gambaran mengenai produksi pupuk Indonesia yang pada awal pembangunan produksinya hanya 100 ribu ton, sekarang melonjak menjadi 5 juta ton. Itu pun masih harus ditambah dengan industri pupuk lainnya.
“Itulah salah satu kunci keberhasilan dalam berswasembada pangan,” kata Presiden Soeharto.
Selain melakukan upaya-upaya seperti itu, untuk meningkatkan hasil produksinya para petani diharapkan melakukan diversifikasi usaha, seperti melakukan usaha perikanan dan petemakan.
Di samping menjelaskan mengenai upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, kepala negara juga menceritakan mengenai tahapan-tahapan dan strategi pembangunan nasional serta mengenai fungsi dari peternakan Tri-S di Tapos itu.
Menurut presiden petemakan Tri-S, selain merupakan peternakan untuk pembibitan yang hasilnya akan dikirimkan kepada masyrakat untuk disilangkan, juga merupakan tempat penelitian sistem peternakan yang lebih baik.
Juru Foto Terkemuka
Pada kesempatan itu, Presiden Soeharto menyambut gembira kedatangan para juru foto dunia yang akan merekam segala gerak pembangunan di Indonesia.
Menurut Dirjen Pariwisata, Joop Ave, para juru foto yang datang dari 19 negara itu, akan turut mendukung penerbitan buku “Indonesia, avoyage trough the archipelago” yang akan diterbitkan padahari Kemerdekaan RI ke 45 bulan Agustus 1990.
Para juru foto itu berasal dari AS, Jepang, Turki, Muangthai, Hongkong, Selandia Baru. Sri Langka, German, Belanda, Inggris, Australia, Perancis, India, Swiss, Itali dan Indonesia yang menyertakan 10 juru foto terkemukanya. Mereka adalah Darwis, Triadi, Rio Helmi, Koes, Tara Sosrowardoyo, Frendy Siregar, Desi Harahap, Beck Tohir, Agus Leonardus, Santoso Alimin, dan Andre Pribadi.
Kemarin, selain mereka melihat dari dekat dan menerima penjelasan langsung dari Presiden Soeharto mengenai peternakan Tri-S, mereka juga sempat bergantian dibidik oleh presiden dengan kamera paketnya.
Sumber : PELITA(28/08/1989)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XI (1989), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 932-934.