TEPAT SAATNYA, KEDATANGAN MISI MENLU DE GUIRINGAUD

TEPAT SAATNYA, KEDATANGAN MISI MENLU DE GUIRINGAUD

Presiden Soeharto menilai kedatangan misi Menlu Perancis Louis de Guiringaud tepat saatnya, karena Indonesia akan memasuki Pelita III dengan tujuan meningkatkan kehidupan ekonomi rakyat kecil. Demikian keterangan Guiringaud kepada pers, Sabtu pagi, setelah melakukan kunjungan kehormatan kepada Wakil Presiden Adam Malik, di Istana Negara.

Dalam pembicaraan selama satu jam di Istana Merdeka, Soeharto menjelaskan kepada Guiringaud perkembangan stabilitas ekonomi dan politik di Indonesia, serta sasaran Pelita ketiga, yang akan dimulai 1979. Juga dijelaskan sasaran utamanya adalah meningkatkan kesejahteraan 30 persen dari rakyat Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan dalam rangka mengurangi kesenjangan kesejahteraan ekonomi.

Dalam keterangannya, Guiringaud menyatakan Perancis menyambut baik tekad Presiden Soeharto untuk membangun ketahanan nasional dan kawasan dalam kerangka ASEAN.

“Kita dapat meningkatkan diri dalam suatu kerangka persahabatan jangka panjang,” kata Guiringaud.

Menlu Guiringaud tiba di Halim PK, hari Sabtu dini hari jam 00.30 dan disambut Dirjenpol Deplu Suryono Darusman. Siangnya, delegasi Perancis dipimpin Guiringaud melangsungkan perundingan tahap pertama dengan pihak Indonesia yang dipimpin Menlu Mochtar Kusumaatmadja.

Seorang pejabat Indonesia dalam perundingan itu menyatakan pembicaraan lebih banyak menyangkut bidang ekonomi daripada politik. Namun dalam bidang ekonomi pun masih dalam taraf politis dan belum merupakan komitment, karena dalam hal ini masih akan dilakukan pembicaraan lebih mendalam dan terperinci antara Guiringaud dengan menteri-menteri ekonomi Indonesia pada hari Senin.

Dalam pidato jamuan makan malam, hari Sabtu, Menlu Mochtar menggaris­ bawahi politik luar negeri bebas dan aktif Indonesia yang berdasarkan Pancasila dalam memberikan sumbangan terhadap pemeliharaan kelanjutan stabilitas keamanan dan kemajuan di kawasan Asia Tenggara, banyak persamaannya dengan politik “mondialisme dan kerjasama” Perancis.

Mochtar menyatakan, saat kunjungan Menlu Guiringaud ke Indonesia dan Asia Tenggara tepat sekali, karena bersamaan dengan pelaksanaan prakarsa-prakarsa baru untuk memperkokoh stabilitas dan perdamaian di kawasan itu, dan mempercepat proses pembangunan dalam bidang sosial dan ekonomi negara-negara di situ.

Mochtar berharap, Perancis bersama negara-negara Masyarakat Ekonomi Eropa dapat menyumbang secara berarti terhadap kemakmuran rakyat Asia Tenggara, dan menjadi partner berharga dalam upaya itu. Ia juga berharap dialog ASEAN -MEE bulan Nopember nanti membuahkan keputusan positif dan komitment tegas.

Menlu Guiringaud menegaskan, persamaan politik Indonesia dan Perancis tercermin dalam prinsip-prinsip yang sama yang mengilhami diplomasi Indonesia dan Perancis. Ia antara lain menyebutkan prinsip

“menghormati kemerdekaan nasional, penolakan segala bentuk hegemoni, dan preferesi kepada dialog dalam mendekati masalah dunia maupun kawasan.”

Guiringaud lebih jauh menyamakan peran Perancis dalam pembentukan Masyarakat Ekonomi Eropa dalam proporsinya dengan peran Indonesia dalam pembentukan ASEAN. Tentang himpunan kawasan itu, ia mengatakan,

“tekad, kebebasan ASEAN, sikap yang terbuka terhadap yang bukan anggota, yaitu negara­negara bekas Indocina, membuat kami menyambut ASEAN dengan penuh simpati dan perhatian.”

“Namun, betapa pentingnya pun pembicaraan saya dengan para pemimpin Indonesia,” demikian Guiringaud, “akanlah kekurangan satu dimensi yang utama, bila masalah ekonomi serta kerjasama ilmiah dan teknik tidak pula diperbincangkan.” Karena itu saya gembira bahwa perjalanan saya disertai sejumlah industriawan dan bankir terkemuka Perancis, tambahnya.

“Ini menunjukkan perhatian yang diberikan kalangan ekonomi terkemuka Perancis kepada Indonesia,” katanya.

Perhatian Serius

Kelompok bisnis Perancis yang menyertai Guiringaud dipimpin Antoine Veil, yang mengetuai Komisi Asia Tenggara dari Federasi Industri Perancis (CNPF).

“Kami sekarang mempunyai perhatian serius terhadap Indonesia,” kata Veil. Ia mengungkapkan, beberapa anggota kelompok ada yang datang tanpa sempat meminta visa karena memburu waktu. Deretan nama dalam kelompok ini boleh dikatakan merupakan daftar “Who’s who” dalam ekonomi Perancis, tambahnya.

Kelompok ini datang untuk menawarkan modal pengalihan teknologi, kesempatan kerja dan peluang bisnis timbal-balik, kata Veil.

“Dan bidang yang bisa kami ketjakan meliputi, industri pekerjaan umum energi, elektronik dan telekomunikasi, transportasi, perminyakan, kimia dan petrokimia serta industri pertahanan”.

”Tidak diijinkannya bank Perancis beroperasi di sini serta lambatnya perizinan”, itu jawab Veil tentang hambatan laju penanaman modal Perancis ke Indonesia.

“Bagi Perancis Indonesia adalah daerah baru, dalam ekspor,” kata Veil ketika diajak bicara soal diversifikasi. (DTS)

Jakarta, Kompas

Sumber: KOMPAS (11/09/1978)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku IV (1976-1978), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 708-710.

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.