TERDAKWA NS DIKELUARKAN DARI RUANG SIDANG

TERDAKWA NS DIKELUARKAN DARI RUANG SIDANG[1]

 

Jakarta, Antara

Majelis hakim yang diketuai Ny Nurhayati SH, dalam sidang lanjutan perkara mahasiswa yang dituduh menghina Presiden Soeharto di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin, mengeluarkan terdakwa NS (29) dari ruang sidang karena tak mematuhi hukurn acara.

Terdakwa dikeluarkan dari ruang sidang, karena dinilai melanggar pasal 176 KUHAP, yaitu tidak berlaku sopan di persidangan. Hakim Ny Nurhayati selanjutnya memanggil petugas keamanan untuk “mengamankan” terdakwa ke ruang tahanan, setelah terdakwa mengeluarkan ucapan keras dan sempat memukul meja Penasehat Hukum dengan tangannya. Sidang dilanjutkan tanpa dihadiri terdakwa.

Terdakwa mengeluarkan ucapan bernada keras dan memukul meja ketika dilarang oleh majelis hakim untuk mengutarakan alasan-alasannya terhadap keterangan saksi Zulfadli (21), seorang mahasiswa  dari lAIN Ciputat Jakarta Selatan. Ny Nurhayati mengatakan, terdakwa cukup mengatakan apakah keterangan saksi tersebut benar atau tidak. Sementara alasan atau komentarnya terhadap keterangan saksi tersebut bisa diutarakan panjang Iebar, ketika terdakwa diberi kesempatan untuk memberi keterangan dan kesaksian pada sidang berikutnya. Sebelumnya terdakwa meminta kepada majelis hakim agar diberi kesempatan untuk mengutarakan alasan-alasannya, mengapa dia menolak keterangan saksi, sebab sejak terdakwa diperiksa di persidangan, terdakwa hanya diperbolehkan menyatakan keterangan saksi benar atau tidak.

Merasa tidak diberi kesempatan untuk bicara, terdakwa mengajukan prates dan melontarkan ucapan dengan keras sambil memukul meja, ketika diminta untuk menanggapi keterangan saksi Zulfadli. Ruang sidang jadi ramai, dan para petugas keamanan masukke ruang sidang untuk “mengamankan” terdakwa.

Contempt of Court

Terhadap tingkah laku terdakwa NS di persidangan, anggota majelis hakim Sihol Sitompul mengatakan, Penasehat Hukum harus memperingatkan kliennya, sebab majelis hakim sudah banyak mengalah terhadap mereka.

Sitompul menganjurkan kepada Penasehat Hukum agar terdakwa diminta mempelajari pasal 176 KUHAP, yaitu yang mengatur tata cara persidangan, sambil menyodorkan kitab KUHAP. Jaksa Zubir Rahmat , yang mengajukan terdakwa NS ke persidangan, malah meminta pertanggungjawaban Penasehat Hukum terhadap tingkah laku terdakwa, yang dinilainya telah melecehkan persidangan (Contempt of Court).

“Saya minta pertanggungjawaban Penasehat Hukum atas tindakan -tindakan terdakwa yang melakukan Contempt of court,katanya, ketika terdakwa sudah diamankan dari ruang sidang.

Berbelit-belit

Sidang kali ini menghadirkan Yong Vonny Anggraeni (42), yaitu pemilik toko kertas Sinar Jaya, yang berkedudukan di Jalan Pramuka, Jakarta Pusat. Dalam keterangannya dia mengakui bahwa “master” cetakan stiker yang diedarkan di halaman Gedung DPR/MPR Rl pada 25 Nopember 1993 itu dibuat dan berasal dari tokonya, dan seorang karyawannya, Purnomo, adalah yang membuat master tersebut.

Saksi lain, Abdul Hakim (27), seorang staf Yayasan Pijar dimana NS merupakan ketua hariannya, mengatakan bahwa dia tidak tahu menahu dengan pencetakan stiker tersebut. Ia mengetahui adanya stiker ketika ikut unjuk rasa di Gedung DPR/MPR RI di Senayan, 25 Nopember 1993. Tetapi, Abdul Hakim mengatakan, sehari sebelum unjuk rasa di Gedung DPR/MPR itu , di sekretariat Yayasan Pijar ada sekitar 20-30 mahasiswa berkumpul di sekretariat Yayasan Pijar. Saat itu terdakwa NS berbicara kepada para mahasiswa. Namun tidak diketahui isi pembicaraan, karena saat itu Abdul Hakim jauh dari kumpulan mahasiswa itu. Abdul Hakim mengaku berada di sekretariat Yayasan Pijar sejak pagi hingga sekitar pukul 20:00 WIB, pada 24 Nopember 1993, atau sehari sebelum unjuk rasa di DPR/MPR masalah pencabutan SDSB. Ia melihat NS keluar dari Yayasan Pijar sekitar pukul 17 : 30 WIB, dan tidak kembali lagi hari itu. Saksi lain yang dihadirkan yaitu Zulfadli, mengatakan mengetahui adanya sejumlah stiker ketika ikut unjuk rasa di halaman gedung DPR/MPR. Sebelumnya, katanya, ia tidak mengetahui perihal pencetakan stiker tersebut. Menurut dia, pada saat itu dia melihat seseorang menempelkan stiker plesetan SDSB itu di dadanya, ketika sedang unjuk rasa di gedung DPR/MPR pada  25 Nopember 1993, tetapi tidak mengenal siapa orangnya, hanya mengaku berasal dari daerah Tebet Jakarta Selatan. Dia juga tidak mengetahui siapa yang membagi-bagikan stiker tersebut. Pemeriksaan saksi-saksi Abdul Hakim dan Zulfadli berjalan alot dan memakan waktu hampir empat jam. Kedua saksi sempat diperingatkan untuk tidak berbohong, sebab bisa dituntut atas tuduhan sumpah palsu. Beberapa kali hakim ketua Ny Nurhayati dan kedua hakim anggota, Sihol Sitompul, SH dan AG atam Taridi, SH harus mengulangi pertanyaannya untuk meminta ketegasan dari kedua terdakwa, karena sering dinilai bertentangan satu sama lain. Sidang berakhir sekitar pukul 15:30, dan dilanjutkan kembali pada 9 Pebruari 1994 untuk memeriksa saksi lain. (T-PU28/PU01/21:54/RE2/ 7/02/94 23:31)

Sumber:ANTARA(07/02/1994)

______________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVI (1994), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 550-552.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.