TERDAKWA NS TIDAK MAU MENJAWAB PERTANYAAN JAKSA DAN HAKIM[1]
Jakarta, Antara
NS (29), mahasiswa yang didakwa menyebarkan stiker berisi penghinaan dan penyerangan terhadap kehormatan Presiden Soeharto, tidak mau menjawab pertanyaan yang diajukan jaksa maupun majelis hakim, dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin.
“Apakah keterangan yang saudara saksi di depan penyidik benar seluruhnya,” tanya jaksa penuntut urnurn Zubir Rahmat kepada terdakwa, namun terdakwa hanya tersenyum dan tidak menjawab pertanyaan jaksa tersebut.
Beberapa kali pertanyaan jaksa tidak mendapat jawaban dari terdakwa, bahkan ketika beberapa barang bukti berupa beberapa stiker plesetan SDSB, “master print” stiker tersebut, uang sejumlah Rp11.000, dan sebuahjaket berwama hijau ditunjukkan kepada terdakwa, namun terdakwa tidak memperhatikannya. Akhirnya jaksa menghentikan pertanyaannya, setelah perintah ketua majelis hakim Ny Nurhayati SH-yang memimpin persidangan-agar terdakwa menjawab pertanyaan jaksa, juga tidak diacuhkan oleh terdakwa. Setelah itu, ketika giliran majelis hakim mengajukan pertanyaan kepada terdakwa NS, terdakwa tetap tidak memberi jawaban. Alasannya, jalannya persidangan tidak mematuhi aturan hukum.
“Selama majelis hakim tidak mematuhi aturan hukum untuk mencari keadilan dalam persidangan ini, saya tidak akan menjawab pertanyaan,”katanya, ketika dia diminta ketua majelis hakim Ny Nurhayati SH.
Karena terdakwa tidak menjawab pertanyaan jaksa dan majelis hakim, majelis hakirn menilai bahwa pemeriksaan terdakwa dianggap sudah dilaksanakan dan sudah selesai, sehingga acara sidang selanjutnya memberi kesempatan kepada jaksa
“Terdakwa sudah diperiksa, dan pemeriksaan dijalankan sesuai dengan KUHAP, maka acara sidang selanjutnya agar jaksa mengajukan requisitor,” kata ketua majelis hakim Ny Nurhayati SH.
Debat Sengit
Sebelumnya, terjadi perdebatan sengit antara penasehat hukum terdakwa dengan majelis hakim mengenai dihadirkannya mantan Gubernur DKl Ali Sadikin sebagai saksi yang menguntungkan bagi terdakwa (a decharge) oleh penasehat hukum.
Anggota majelis hakim Sihol Sitompul mempersoalkan apakah kehadiran Bang Ali (sebutan akrab Ali Sadikin) sebagai saksi biasa atau sebagai saksi ahli, karena keduanya berbeda, baik dalam pemberian keterangan maupun dalam pengambilan sumpahnya. Ia mengatakan saksi biasa hanya akan menerangkan apa yang didengar, dilihat dan dialami sehubungan dengan perkara yang sedang diperiksa, sedangkan saksi ahli bisa menjelaskan pendapat atau persepsi terhadap kejadian perkara sesuai dengan keahliannya. Pada saat itu penasehat hukum, yang diwakili Luhut MP Pangaribuan, mengatakan Ali Sadikin dihadirkan sebagai saksi yang menguntungkan bagi terdakwa, namun tidak dirinci apakah sebagai saksi ahli atau sebagai saksi biasa.
Ia berpedoman kepada KUHAP pasal 160, yaitu kalau terdakwa menginginkan saksi yang menguntungkan, maka keterangannya wajib didengarkan di persidangan, di mana pasal tersebut tidak merinci seorang saksi a decharge sebagai saksi ahli atau saksi biasa. Ia mengatakan dalam buku karangan Yahya Harahap, mantan anggota Hakim Agung RI, dan sesuai dengan yurisprudensi Mahkamah Agung dikatakan apabila saksi yang menguntungkan itu tidak didengar keterangannya, maka cara mengadili terdakwa dianggap tidak dilakukan sesuai dengan undang-undang. Sesuai dengan Undang-undang No 14 tahun 1985 pasal 32, apabila cara mengadili seorang terdakwa tidak sesuai dengan Undang-undang, maka Ketua Mahkamah Agung berhak memimpin seluruh persidangan. Dengan demikian batallah acara persidangan yang sudah berlangsung, kata Pangaribuan. Pernyataan penasehat hukum tersebut ditentang oleh anggota majelis hakim Sihol Sitompul dengan mengatakan KUHAP juga mengatur seorang saksi sebagai saksi ahli atau sebagai saksi biasa, dan meminta kepada penasehat hukum supaya Ali Sadikin dianggap sebagai saksi biasa. Setelah berdebat cukup lama, akhirnya Ali Sadikin diberi kesempatan menjadi saksi setelah disumpah sebagai saksi biasa, yang berarti Ali Sadikin tidak bisa memberi keterangan yang berupa persepsi atau pendapat, hanya menyampaikan apa yang dilihat, dialarni dan didengarkan sesuai dengan perkara tersebut.
Ungkapan dan Kritik
Menurut Ali Sadikin, dia mengetahui keberadaan stiker plesetan SDSB itu setelah peristiwa demonstrasi para mahasiswa yang menentang SDSB di halaman gedung DPR/MPR Rl, dari teman-temannya dan surat kabar. Ia mengatakan setuju dengan protes mahasiswa terhadap pelaksanaan undian SDSB, karena undian SDSB itu bersifat judi dan bertentangan dengan agama.
Ketika menjawab pertanyaan anggota penasehat hukum Abdul Hakim Garuda Nusantara, Bang Ali mengatakan apa yang dituliskan dalam stiker plesetan SDSB itu hanya merupakan ungkapan dari terdakwa NS yang mempersoalkan berbagai masalah yang timbul, yang dinilai tidak benar. Keterangan ini sempat mendapat kecaman dari majelis hakim, karena dinilai merupakan pendapat dan persepsi, namun akhirnya dilanjutkan, karena penasehat hukum mengatakan bahwa dakwaan terhadap NS harus dibuktikan apakah isi stiker tersebut berupa penghinaan atau hanya merupakan cara berkomunikasi politik.
“Sebagai warga negara, terdakwa bisa mengajukan kritik dan meminta pertanggungjawaban Presiden, dan kritik itu wajib diterima,”katanya.
Sehingga dengan demikian, isi stiker itu hanya cara terdakwa NS mengungkapkan dan mengajukan kritik politiknya, sehingga terdakwa sendiri tidak perlu diadili.
“Mengenai ‘dalang’, itu hanya istilah kiasan,”katanya. Setelah pemeriksaan terhadap Ali Sadikin selesai, Penasehat Hukum mengajukan 17 orang ahli dari berbagai displin ilmu seperti ahli politik, tata negara, sosiologi, bahasa dan sastra, budayawan, sebagai saksi a decharge.
Permohonan penasehat hukum itu ditolak majelis hakim dengan alasan para ahli tersebut tidak diperlukan dalam perkara itu, karena mereka tidak akan membahas masalah hukum sesuai dengan perkara yang sedang diadili.
Terhadap keputusan majelis hakim itu, penasehat hukum mengatakan mereka akan mengadu ke Mahkamah Agung, dan menganggap persidangan tidak memenuhi aturan UU No 14 tahun 1985, dan mereka tidak akan menghadiri sidang lanjutan. Sidang dilanjutkan pada Kamis 17 Pebruari 1994, dengan acara penyampaian tuntutan oleh jaksa penuntut umum. (T.PU-28/DN08/14/02/9415:39/re1)
Sumber: ANTARA(l4/02/1994)
______________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVI (1994), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 552-554.