TIDAK BENAR PEMERINTAH BIARKAN PERTUMBUHAN EKONOMI KAPITALIS

PRESIDEN : TIDAK BENAR PEMERINTAH BIARKAN PERTUMBUHAN EKONOMI KAPITALIS

Presiden Soeharto menegaskan di Manado, Selasa malam, kesempatan yang diberikan pemerintah kepada usaha swasta untuk berkembang sekarang ini sama sekali bukan berarti pemerintah mengembangkan perekonomian kapitalis.

Kepala Negara menyampaikan penegasannya itu ketika memberikan petunjuk­petunjuknya kepada 60 orang BUUD/KUD se-Sulawesi Utara di gubernuran "Bumi Beringin", Manado, Selasa malam.

Kesempatan yang diberikan kepada pihak swasta itu menurut Presiden, hanyalah suatu fase dalam pengembangan ekonomi nasional yang harus dimanapun dalam rangka menuju perekonomian nasional yang sesuai dengan pasal 33 UUD 1945.

Kemampuan pihak swasta sekarang ini justru dimanfaatkan untuk menunjang kemampuan pemerintah dalam mengembangkan potensi ekonomi rakyat yang sekarang ini masih lemah.

"Jadi", kata Presiden, "tidak benar pendapat yang mengatakan seolah-olah pemerintah membiarkan pertumbuhan ekonomi kapitalis".

Presiden mengingatkan, bahwa ekonomi nasional Indonesia terdiri dari tiga potensi yaitu potensi pemerintah, seperti dalam bentuk PN, Perum, Perjan dan Persero, potensi swasta dan potensi rakyat.

Dari ketiga potensi itu, potensi ekonomi rakyat, yang merupakan potensi terbesar, paling lemah.

Presiden mengingatkan pula bahwa pihak swasta harus diperhatikan hak hidupnya. "Masalahnya sekarang," kata Presiden, "bagaimana membuat ketiga potensi berjalan berdampingan".

Untuk mengembangkan potensi rakyat, satu-satunya jalan ialah menghidupkan dan mengembangkan koperasi yang sekarang ini dirintis melalui BUUD/KUD.

Tujuan koperasi menjadikan dirinya tulang punggung ekonomi nasional baru terwjud apabila koperasi bisa menyamai kemampuan pemerintah, swasta.

Koperasi benar-benar bisa menjadi tulang ekonomi nasional jika telah mampu membeli saham-saham perusahaan negara dan swasta, "arah pengembangan koperasi sekarang menuju ke tujuan tersebut," kata Presiden.

Hal yang paling ideal menurut Presiden, jika pemilikan saham suatu perusahaan swasta dimiliki 40 persen oleh perusahaan swasta, sedang 60 persen oleh koperasi dan buruh perusahaan tersebut.

Ia mengakui bahwa iklim pengembangan koperasi sekarang ini kurang menguntungkan karena rakyat masih terpengaruh oleh pengalaman-pengalaman di masa lampau di mana banyak penyelewengan dari pengurus dan ketidakstabilan moneter.

Sebagai contoh Presiden mengemukakan bahwa pengguntingan uang di zaman Orla telah mengakibatkan banyak kerugian. Oleh karena itu pemerintah sekarang berusaha keras melaksanakan kebijaksanaan yang bertujuan menjaga stabilitas moneter.

Untuk menghindari penyelewengan, pengurus koperasi haruslah dipegang oleh manajer, yang dibantu oleh staf ahli. "Jangan campur baur seperti yang ada sekarang ini, di mana pejabat pemerintah juga menjadi pengurus koperasi," kata Presiden. Masih Negara Miskin Presiden mengakui bahwa sekalipun potensi penduduk besar dan kenaikan pendapatan per kapita telah US$ 110 dari US$ 70,- sebelum Repelita I, Indonesia masih termasuk negara miskin, karena menurut kriteria Bank Dunia dan IMF, pendapatan per kapita di bawah US $200,- masih termasuk kategori miskin,

"Namun", kataPresiden, "kenaikan pendapatan perkapita US $110,- itu telah memberikan kepercayaan yang besar kepadapemberi pinjaman dari luar negeri, karena kenaikan dinilai suatu kenaikan besar".

"Walaupun demikian, sementara orang ada pula yang pendapatan mencapai US$ 400,- seperti yang dicapai di daerah transmigrasi di Sulawesi Utara".

"Menyadari kurang meratanya pendapatan di kalangan masyarakat itu, Repelita III menekankan pemerataan hasil pembangunan," demikian Presiden Soeharto. (DTS)

Manado, Antara

SUMBER: ANTARA (17/05/1978)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku IV (1976-1978), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 766-769.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.