TINGKATKAN PRAKARSA DAN DISIPLIN [1]
Jakarta, Suara Pembaruan
Dalam kesempatan meresmikan berbagai proyek pembangunan di Desa Lamgugu, Banda Aceh, Rabu lalu (27/5) Presiden Soeharto antara lain menyatakan, kebijakan dan strategi yang tepat bagi bangsa Indonesia adalah mengembangkan prakarsa dan kreativitas masyarakat untuk mencapai tingkat kesejahteraan dan kemakmuran yang diinginkan bersama. Oleh karena itu, tegas Presiden, semangat, prakarsa dan kreativitas masyarakat untuk membangun perlu terus didorong dan ditumbuhkan.
Berkaitan dengan itu, selanjutnya Presiden mengingatkan pula, di samping kegairahan untuk bekerja keras, dalam tahap pembangunan yang akan datang, juga diperlukan kesadaran untuk meningkatkan disiplin dalam kehidupan. Sebab, tanpa disiplin, masyarakat tidak akan menikmati ketertiban dan ketenteraman yang merupakan syarat mutlak bagi pelaksanaan pembangunan. Tanpa disiplin, masyarakat juga tidak akan dapat memanfaatkan hasil-hasil pembangunan yang sudah dicapai. Oleh karena itu, Presiden menyerukan agar peningkatan kesadaran hidup berdisiplin itu benar-benar mendapat perhatian kita bersama, Dalam hubungan ini, Presiden juga menyatakan, pembinaan dan peningkatan kesadaran hidup berdisiplin itu sesungguhnya juga menjadi bagian dari pembangunan itu sendiri.
Dari apa yang dikemukakan oleh Presiden Soeharto tersebut, ada dua hal yang dapat kita tarik dan tekankan dalam rangka menyukseskan pembangunan, yaitu yang pertama, tentang prakarsa dan kreativitas masyarakat, serta yang kedua tentang hidup berdisiplin.
Dengan menekankan prakarsa dan kreativitas masyarakat, itu berarti, kita juga bertekad melaksanakan pembangunan yang bersifat “dari bawah ke atas”. Tanpa tenggelam dalam persoalan pro-kontra mengenai mana yang lebih tepat dan lebih baik di sekitar masalah bottom-up atau top-down (“dari atas ke bawah”), kita ingin mengemukakan, prakarsa dan kreativitas itu tidak dapat dilepaskan dari aspirasi dan
kepentingan. Dengan demikian, memperhatikan dan menekankan pentingnya prakarsa dan kreativitas masyarakat tidak dapat tidak harus berarti mernperhatikan apa yang menjadi aspirasi dan kepentingan masyarakat. Hal ini tidak hanya menjadi kewajiban dan tanggung jawab dari masyarakat sendiri saja, melainkan juga para perencana dan pengambil keputusan. Terlebih-lebih kalau kita menyadari adanya berbagai keterbatasan masyarakat di dalam mengartikulasikan aspirasi dan kepentingan kepentingannya, maupun ketiadaan akses-akses yang diperlukan guna mewujudkannya. Dengan perkataan lalu, demi terwujudnya prakarsa dan kreativitas masyarakat, maka para perencana dan pengarnbil keputusan dalarn pembangunan harus senantiasa benar-benar berorientasi dan mengacu kepada aspirasi dan kepentingan masyarakat
Mengenai perlunya peningkatan kehidupan yang berdisiplin hendaknya hal itu tidak kita paharni secara sempit saja. Artinya, kehidupan yang berdisiplin itu hendaknya kita artikan tidak hanya menyangkut ketaatan terhadap pelaksanaan dari ketentuan dan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan saja, melainkan juga terhadap nilai-nilai dan prinsip-prinsip idiil yang sudah menjadi kesepakatan bersama. Dengan kata lain, semua pemikiran, sikap dan perilaku hendaknya diupayakan dengan sungguh-sungguh agar sesuai dengan nilai-nilai, prinsip-prinsip dan tujuan-tujuan pembangunan yang secara ringkas telah kita sepakati sebagai perwujudan dan pengamalan Pancasila.
Tanpa adanya disiplin yang kuat terhadap nilai-nilai prinsip-prinsip dan tujuan-tujuan pembangunan berdasarkan kaidah-kaidah yang terkandung di dalam model Pembangunan Nasional Sebagai Pengamalan Pancasila, maka pelaksanaan dan arah pembangunan akan mudah menyimpang atau sengaja disimpangkan dari tujuan-tujuan yang seharusnya. Dalam hal ini disiplin sama artinya dengan komitmen yang utuh dan konsekuen .
Kita merasa perlu menekankan arti disiplin sebagai komitmen terhadap Pembangunan Nasional Sebagai Pengamalan Pancasila, karena di dalam praktik telah sering terjadi penyimpangan dan penyelewengan,disadari ataupun tidak. Misalnya, kalau proyek-proyek pembangunan yang dilaksanakan itu ternyata lebih banyak hanya dapat dinikrnati dan dimanfaatkan oleh sekelompok elit masyarakat saja, dengan mengorbankan kepentingan mendasar rakyat banyak, maka jelas pembangunan yang dilaksanakan itu tidak sesuai lagi dengan kaidah Pembangunan Nasional Sebagai Pengamalan Pancasila. Sebab, meskipun proyek pembangunan tersebut mungkin saja telah dapat meningkatkan kesejahteraan, namun peningkatan kesejahteraan tersebut hanya berlaku untuk kelompok atau sebagian kecil dari rnasyarakat saja. Dengan demikian prinsip pemerataan sebagai perwujudan dari Sila Kelima Pancasila telah terabaikan.
Dengan adanya kepekaan dan perhatian yang sungguh-sungguh terhadap prakarsa dan kreativitas dari bawah, serta meningkatnya disiplin dan komitmen terhadap cita-cita dan pelaksanaan pembangunan sebagai pengamalan Pancasila, kita yakin, masyarakat adil, makmur dan sejahtera sebagaimana kita cita-citakan, pasti akan terwujud.****
Sumber: SUARA PEMBARUAN (01106/1992)
_________________________________________________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIV (1992), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 568-570.