TINJAUAN BERITA: PRESIDEN JELASKAN PENTINGNYA OLEFIN[1]
Jakarta, Suara Pembaruan
Surat kabar ini dan beberapa surat kabar lainnya-hari Selasa (29/9) melaporkan isi pembicaraan Presiden Soeharto dengan PM Jepang Kiichi Miyazawa di Tokyo Senin petang. Yang menarik adalah bahwa jalan konteks hubungan bilateral, Presiden secara khusus menyebut pentingnya pembangunan pusat olefin PT. Chandra Asri di Indonesia dan untuk itu mengimbau pemerintah Jepang agar memberikan dukungan bagi pihak swasta Jepang yang menangani proyek mega itu.
Ada apa lagi dengan pusat olefin PT. Chandra Asri yang berlokasi di Kabupaten Serang, Jawa Barat, itu? Apa masih ada hambatan-hambatan serius, khususnya menyangkut keikutsertaan investor Jepang dalam proyek itu?
“Rasa-rasanya tidak ada lagi masalah. Pembangunan fisik proyek terus berjalan dan kini sudah mencapai tahap penyelesaian 40%. Bahkan, pertengahan bulan ini Kementerian Perdagangan Internasional dan Industri (MITI) Jepang sudah memberikan dukungan bagi investor Jepang berupa asuransi terhadap dana sebesar US$ 700 juta,” kata seorang eksekutif di PT. Chandra Asri yang dihubungi Pembaruan Rabu petang.
Namun, tambah eksekutif itu, melihat sejarah pembangunan proyek ini, bisa saja timbul masalah baru di masa mendatang. Rupanya, kemungkinan munculnya hambatan baru itulah yang ingin dicegah Bapak Presiden, antara lain mengingat nilai strategis proyekini.
Sempat Ragu
Proyek pusat olefin PT. Chandra Asri mulai dikerjakan awal tahun lalu. Pembangunan fisik proyek semula berjalan lancar. Tapi berhubung adanya kebijaksanaan baru berupa pengendalian pinjaman komersial luar negeri maka pada bulan Oktober 1991 pusat olefin ini dijadwalkan bersama tiga proyek mega lainnya . Sejak itu nasib proyek terkatung-katung. Dan pihak mitra Jepang mulai ragu-ragu.
Enam bulan kemudian setelah status PT. Chandra Asri disesuaikan dengan ketentuan Tim Pinjaman Komersial Luar Negeri (PKLN) yang diketuai Menko Ekuin Drs. Radius Prawiro, maka pembangunan pusat olefin itu dinyatakan dapat dilanjutkan kembali. Sesuai dengan ketentuan Tim PKLN, PT. Chandra Asri harus berstatus 100% PMA dan melepaskan keterkaitannya dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Secara teoretis mestinya pembangunan proyek akan berjalan lancar. Tapi temyata tetap masih ada hambatan, yakni belum yakinnya pihak mitra Jepang bahwa pemerintah Indonesia akan mendukung proyek ini sama seperti sebelum dijadwalkan dulu. Kabarnya, masalahnya sempat menjadi serius. Untuk itu, menurut sumber Pembaruan, terpaksa Menko Ekuin Radius Prawiro sendiri mengadakan pembicaraan langsung dengan Menteri MTTI Jepang pertengahan bulan Juli 1992 lalu. Dalam kaitan ini, Menko Radius menegaskan bahwa pemerintah Indonesia mendukung sepenuhnya perampungan proyek itu.
Sejak itulah pelaksanaan pembangunan kembali proyek beijalan lancar dan pada tanggal 11 Agustus 1992 lalu Presiden Soeharto memberikan persetujuan atas perubahan status PT Chandra Asri yang semula berbentuk PMDN menjadi 100% PMA. Uniknya, meskipun Prajogo Pangestu dan kawan-kawan yang semula merupakan pemilik PT Chandra Asri, tidak lagi menjadi pemegang saham, namun mereka tetap memimpin perusahaan itu. Kabarnya mereka tetap ikut memiliki perusahaan melalui keikutsertaan mereka dalam perusahaan asing yang menjadi para pemegang saham baru PT ChandraAsri tersebut.
Sangat Penting
Pusat olefin memang sebuah proyek penting dan khusus bagi Indonesia mempunyai arti yang strategis. Olefin merupakan bahan baku bagi pembuatan produk produk plastik yang digunakan (dalam variasi sangat luas), dalam kehidupan masyarakat maupun untuk keperluan industri.
“Hampir semua produk dapat dibuat dari olefin, kecuali bayi,” kata seorang pakar berkelakar ketika menjelaskan arti penting dari sebuah pusat olefm.
Produk-produk yang terbuat dari olefin memang sangat beragam, mulai dari kantong pembungkus plastik, gagang telepon, dash-board mobil, komponen industri, bahan baku tekstil dan lain-lain. Karena itu, tak kurang dari US$ 800 juta dikeluarkan oleh Indonesia untuk mengimpor olefin setiap tahunnya.
Nilai strategis dari pusat olefin bagi Indonesia juga terlihat dari tersedianya bahan baku pembuatan olefin di dalam negeri. Bahan baku (naphta) itu dihasilkan oleh Pertamina sebagai by-product dalam penyulingan BBM. Sampai kini naptha itu diekspor ke berbagai negara untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan olefin. Lucunya, olefin yang dibuat dari naptha Pertamina itu kita impor lagi untuk keperluan berbagai industri dalam negeri kita. Secara sungguh-sungguh seorang eksekutif puncak sebuah pusat olefin di Korsel berkata kepada sejumlah wartawan Indonesia yang berkunjung ke negeri itu akhir tahun lalu: “Tak ada negara yang dapat disebut tangguh dari segi industrijika tidakmemiliki pusat olefin.”
Seperti penjelasan Presiden Soeharto, pusat olefin memang penting. Itu sebabnya Singapura yang tidak memiliki naptha sudah memilikinya sejak beberapa tahun lalu dan Muangthai kini sedang mempersiapkan pembangunan pusat olefinnya yang kedua dan menjadikannya sebagai proyek kebanggaan bangsa.
Jika semua berjalan lancar maka PT Chandra Asri yang menelan investasi sebesar US$ 1,8 miliar itu sekitar awal tahun 1994 nanti akan mampu menghasilkan 1,2 juta ton olefin (sebagian besar berupa ethylene dan propylene) . Kelancaran itu tentu tergantung dari dukungan semua pihak, seperti diharapkan Presiden Soeharto di Tokyo.
Sumber: SUARA PEMBARUAN (01/10/1992)
_____________________________________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIV (1992), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 407-409.