TRAGEDI SOCRATES DAN GALILEO

TRAGEDI SOCRATES DAN GALILEO

Socrates dihukum mati di penjara mengutarakan kebenaran yang universal serta mengkritik penguasa. Sesuatu yang diungkapkan terlalu dini dibanding dengan tingkat pemikiran dan keyakinan masyarakatnya masa itu. Demikian juga Galileo kehilangan nyawanya disebabkan hal yang kira-kira sama.

Rupanya tragedi Socrates dan Galileo ini telah ditakdirkan sebagai tragedi manusia melihat banyaknya penderitaan dan nyawa yang hilang sepanjang sejarah hanya karena mengutarakan hal yang benar terlalu dini. Kalaupun ada yang selamat, itu hanya dalam cerita dongeng seperti anak yang mengatakan bahwa raja tidak berpakaian alias bugil atau karena masih bernasib baik luput dari malapetaka.

Tragedi serupa juga masih terjadi di mana hingga zaman science ini. Gulak-gulak dan penjara ragam kesengsaraan yang tak mungkin dapat dibayangkan manusia beradab dan beragama seperti yang dinovelkan Solzhenitsyn. Bilakah tragedi itu akan berakhir?

Hukum Acara Pidana yang kita warisi dari penjajahan akan segera diganti dengan Hukum Acara Pidana yang baru. Jelas hukum acara warisan itu telah banyak menimbulkan tragedi karena itu seyogianya sudah harus segera diganti begitu republik ini lahir.

Namun walaupun terlambat kita mengucap syukur juga karena hukum acara yang baru jauh lebih humanistis, sesuai dengan falsafah Pancasila asal pelaksanaannya, sejalan dengan isinya. Untuk itu setiap warga haruslah berusaha ke arah itu terutama aparat hukum bila kita ingin menghentikan tragedi manusia tersebut. Suara dan desakan untuk mengangkat Pak Harto sebagai Bapak Pembangunan semakin gemuruh.

Hal ini dapat dipahami mengingat perjuangannya sebagai pembela Pancasila dan arsitek pembangunan ekonomi. Tapi tidakkah lebih penting lagi mencetuskan rasa hormat dan terima kasih kita dengan mengangkatnya sebagai Pembela Hak Azasi warga dengan lahirnya hukum acara yang baru itu sebagai puncak usahanya dalam melindungi hak azasi manusia dinegara yang indah ini?

Sekali memberikan penghargaan tentu sipemberi ingin agar sipenerima lebih menikmatinya dan untuk faktor "timing" sangat penting. Apakah tidak lebih berkesan di hati Pak Harto bila semua penghormatan itu diberikan setelah nanti tidak aktif lagi dalam pemerintahan?

Alangkah bahagianya seseorang bila sudah tidak aktif lagi dan disaat-saatnya tenang mempersiapkan diri menghadap Penciptanya masih diingat dan dihargai warganya. tidak dilupakan begitu saja seolah-olah dibiarkan "mati pelan-pelan" alias MPP? Apalagi bila diingat bahwa penghargaan pada saat demikian adalah murni dan ikhlas! CNB. Siahaan – UKI. (DTS)

Jakarta, Sinar Harapan

Sumber: SINAR HARAPAN (30/11/1981)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku VI (1981-1982), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 292-293.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.