TUGAS LSM BUKAN GUGAT PERATURAN, TAPI SADARKAN RAKYAT 

TUGAS LSM BUKAN GUGAT PERATURAN, TAPI SADARKAN RAKYAT [1]

 

Jakarta, Antara

Tugas LSM terpenting bukanlah menggugat peraturan, tapi menyadarkan rakyat agar “melek” hukum, sehingga mereka tidak takut mempertahankan hak atas tanah miliknya, kata Wakil Ketua Komisi II DPR Soetardjo Soerjogoeritno di Jakarta, Jumat.                                           ·

“Kasus-kasus buruk dalam pembebasan tanah lebih banyak terjadi karena perilaku oknum di lapangan daripada kelemahan peraturan,” katanya ketika menerima delegasi Forum LSM Yogyakarta yang mengadu soal pembebasan tanah di beberapa lokasi di Jawa Tengah dan Yogyakarta.

Menurut dia, fraksi ABRI di DPR pun ketika rapat kerja tentang pembebasan tanah dengan Mensesneg, Kamis, mengecam aparat pemerintah yang bersedia dimanfaatkan pihak-pihak tertentu untuk mempermudah pembebasan tanah.

Ia menegaskan kepada delegasi itu tugas LSM di tengah situasi seperti ini bukanlah menggugat peraturan, tetapi menyadar kan rakyat agar tidak takut lagi mempertahankan hak atas tanah miliknya.

“Peraturan pembebasan tanah yang ada sekarang sudah cukup baik,”ucapnya. Wakil Ketua yang berasal dari FPDI itu mencontohkan beberapa lokasi di Jateng dan Jatim,di mana rakyat yang “melek” hukum dapat bertahan di lokasinya sampai harga yang mereka minta dikabulkan pihak pembeli.

“Mungkin saya lebih berpengalaman dalam kasus seperti itu dan lebih cocok duduk sebagai pengurus LSM daripada anda sekalian,” katanya setengah menyindir. Sebelumnya, Forum LSM Yogyakarta melalui juru bicaranya Din Yati AR menyampaikan keinginannya agar DPR meningkatkan dasar hukum pembebasan tanah menjadi setingkat undang-undang (UU), karena peraturan yang ada sekarang kurang mampu menampung aspirasi rakyat. Beberapa isi dari pernyataan Forum LSM itu, misalnya tentang pembatasan makna kepentingan umum dalam pembebasan tanah, melandaskan diri pada peraturan pembebasan tanah yang usang, yakni Permendagri nonior 15 tahun 1975.

Sementara Presiden Soeharto sendiri, Kamis, menandatangani Keppres nomor 55 tahun 1993 yang pasal limanya menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan kepentingan umum yaitu pembangunan yang dilakukan dan dimiliki oleh pemerintah dan tidak untuk mencari keuntungan.

Keppres tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum itu menyebutkan kepentingan umum mencakup jalan umum, saluran air, bendungan, bangunan pengairan termasuk saluran irigasi, rumah sakit umum, Puskesmas, dan pelabuhan/bandar udara/terminal.

Selain itu mencakup juga tempat ibadah, sekolah, pasar, pemakaman umum, keselamatan umum seperti tanggul, pos dan telekomunikasi, sarana olahraga, stasiun radio/televisi, kantor pemerintah, dan fasilitas ABRI.

“Kami kemari mengadukan kasus tanah dengan asumsi Permendagri nomor 15 tahun 1975masih berlaku, namun ternyata sementara dalam perjalanan ke Jakarta, dasar hukumnya sudah berubah,”kata Din Yati.

(T/PU.17/5:58PM/DN-08/18/06/93 20:05)

Sumber:ANTARA (04/05/1993)

___________________________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XV (1993), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 663-664.

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.