Tujuh Kali Bermimpi

Jakarta, 20 Juli 1998

Kepada

Yth. Bapak Jenderal Besar

H.M. Soeharto

Bapak Pembangunan Nasional RI

di tempat

 

TUJUH KALI BERMIMPI [1]

Dengan hormat,

Pada kesempatan yang berbahagia ini, saya mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga atas segala jasa dan perbuatan baik Bapak selama memimpin bangsa Indonesia dalam zaman Orde baru.

Saya selalu berdoa agar Bapak dan segenap keluarga besar selalu berada dalam lindungan Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.

Perlu saya sampaikan kepada Bapak yang saya cintai, terhitung sejak 22 Mei 1998 s/d tanggal 2 Juli 1998, saya 7 (tujuh) kali mimpi bertemu Bapak, baik dalam suasana suka maupun duka.

Hal tersebut saya rasa timbul karena emosi jiwa saya yang sangat ingin mengetahui keadaan Bapak dan seluruh keluarga, setelah Bapak mengundurkan diri dari jabatan presiden RI periode 1998 – 2003.

Atas dasar mimpi tersebut di atas, saya bersumpah pada diri saya dan Tuhan Yesus, bahwa saya siap menemani dan membantu Bapak dalam keadaan sesulit apapun.

Maafkan jika saya terlalu berani/lantang bicara dengan Bapak melalui surat ini, hal tersebut dikarenakan saya emosi, setelah membaca di media massa/majalah atas tuduhan-tuduhan negatif terhadap Bapak dan segenap keluarga, tanpa melihat nilai-nilai positif yang lebih.

Bagaimanapun di mata saya, Bapak adalah figur orang tua yang mengayomi anak-anaknya. Termasuk, Bapak mengayomi kami-kami sebagai putera/puteri bangsa Indonesia.

Sudi kiranya Bapak dapat memberi foto untuk kenang-kenangan, puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang apabila hubungan batin antara anak dengan Bapak ini dapat berlangsung seterusnya, sesuai dengan kehendak-Nya. (DTS)

Salam sejahtera dari saya:

Ir. Herman Lie

Jakarta Utara

[1]     Dikutip langsung dari dalam sebuah buku berjudul “Empati di Tengah Badai: Kumpulan Surat Kepada Pak Harto 21 Mei – 31 Desember 1998”, (Jakarta: Kharisma, 1999), hal 901. Surat ini merupakan salah satu dari 1074 surat  yang dikirim masyarakat Indonesia dari berbagai pelosok, bahkan luar negeri, antara tanggal 21 Mei – 31 Desember 1998, yang menyatakan simpati setelah mendengar Pak Harto menyatakan berhenti dari kursi Kepresidenan. Surat-surat tersebut dikumpulkan dan dibukukan oleh Letkol Anton Tabah.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.