UNTUK KENDALIKAN BANJIR DI JAKARTA BARAT PRESIDEN SETUJUI ANGGARAN RP 11 MILYAR
PRESIDEN SOEHARTO menyetujui anggaran sebesar Rp 11 milyar untuk membiayai sarana pengendali banjir di daerah Jakarta yang akan mampu nanggulangi ”banjir 25 tahunan".
Demikian Menteri Pekerjaan Umum Purnomosidi menjelaskan kepada Kepala Negara Kamis siang kemarin setelah diterima Kepala Negara di Bina Graha.
Sarana itu antara lain akan digunakan untuk membiayai pembangunan KanalPembuangan Air Cengkareng (Cengkareng Drain) sepanjang enam kilometer yang langsung membuang air "Moorker-vaart" ke Laut Jawa, serta lima buah pintu air. Untuk itu perlu dibebaskan tanah sekitar 62 ha, kata Menteri.
Purnomosidi menjelaskan pembangunan kanal ini akan memakan waktu tiga tahun, yaitu untuk men-disain satu tahun dan pelaksanaan dua tahun. Diharapkan KanalPembuangan Cengkareng ini akan selesai tahun 1981/1982.
Menteri belum bisa menjelaskan di mana persisnya letak Cengkareng Drain ini, karena masih akan di disain. Tetapi Kali Angke nanti dipotong ditengah dan disalurkan ke Kanal-Pembuang Cengkareng. Begitu pula kali Pasanggrahan. Dengan demikian beban kaliAngke akan berkurang.
Kali Sekretaris yang masuk ke kali Grogol sekarang dibuang ke Kali Angke yang bebannya sudah berkurang. Kemudian bagian atas lebih ke hulu Kali Sekretaris dibuang ke Kali Pasanggrahan. "Untuk itu diperlukan lima pintu air", tambah Menteri.
Dikatakan Menteri, pembangunan Cengkareng Drain ini adalah untuk mengurangi beban banjir di daerah Jakarta Barat, karena Banjir Kanal Barat yang memerlukan biaya Rp 50 milyar belum bisa dibangun. Sedangkan untuk mengatasi banjir dalam jangka pendek ini adalah dengan mengeruk salah satu muara Kali Angke.
Penduduk Jakarta Barat
Muara kali Angke yang perlu dikeruk itu mengandung endapan lumpur sekitar 400.000 meter kubik yang akan selesai dalam satu bulan. Selain itu debit pompa air yang terpasang sekarang 0,3 meter-kubik/detik akan ditambah menjadi 1 meter kubik/detik.
Menteri menambahkan sebagian besar penduduk Jakarta Barat adalah berpenghasilan rendah.
"Kalau toh satu ayamnya hilang, punya dia hanya satu-satu itu dan untuk membelinya sudah setengah mati," kata Menteri.
Mengenai kemiringan daerah Jakarta dari permukaan laut, Menteri mengatakan rata-rata 0,04 persen yang berarti 0,5 meter dalam jarak satu kilometer. Kalau pasang naik, kemiringan itu tinggal 0,025 persen atau 0,25 meter dalam satu kilometer, kata Purnomosidi.
9 Juta m3 Lumpur
Di kantor Dinas PU DKI kemarin Ir. Bun Yamin Ramto mengakui keterbatasan kemampuannya mengeruk endapan lumpur di sungai-sungai di Ibukota. Mendampingi Wagub Urip Widodo bicara soal banjir.
Kepala Dinas PU DKI itu mengatakan kepada wartawan bahwa di tahun 1973 saja diperkirakan 9 juta meterkubik lumpur dan sampah mengendap di sungai-sungai di Jakarta.
Kemampuan keruk Dinas PU rata-rata "hanya" sekitar 200.000 meterkubik/tahun. Padahal endapan-endapan itu tiap tahun bertambah, sehingga yang tak terkerukpun jadinya semakin bertambah pula.
Bun Yamin tidak menyinggung soal biaya dalam hal ini. Masih tentang perlunya pengerukan atas sungai-sungai di Jakarta, dikatakan bahwa selambat-lambatnya Februari mendatang dengan bantuan Pusat kali Angke akan dikeruk.
Pekerjaan itu diperkirakan akan memakan waktu sampai 20 hari untuk menambah debit air yang melalui sungai inidari 300 menjadi 330 meterkubik/detik.
Sementara itu Urip Widodo berpendapat bahwa banjir di Jakarta lebih banyak disebabkan oleh ulah manusianya sendiri. Seperti membangun secara liar di tempattempat yang tidak semestinya di tanggul-tanggul sungai, serta membuang sampah seenaknya di kali-kali.
Urip juga mengecam sementara perusahaan real-estate yang membangun rumah tanpa mengindahkan petunjuk Pemda DKI mengenai ketinggian air di wilayah-kerja yang bersangkutan.
Secara umum Bun Yamin mengatakan, mengingat letaknya, Jakarta memang sulit dihindari genangan-genangan di musim hujan. Ditambah lagi dengan adanya 13 sungai besar dan kecil yang sebelum masuk ke laut lewat bagian kota ini. (DTS)
…
Jakarta, Kompas
Sumber: KOMPAS (26/01/1979)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku V (1979-1980), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 443-444.