UPACARA HAPSAK DI LUBANG BUAYA JAKARTA BERLANGSUNG KHIDMAT

UPACARA HAPSAK DI LUBANG BUAYA JAKARTA BERLANGSUNG KHIDMAT

 

 

Jakarta, Antara

Upacara Peringatan Hari Kesaktian Pancasila (Hapsak) 10 ktober 1991 untuk mengenang keberhasilan bangsa Indonesia menumpas pemberontakan PKI tahun 1965 yang dikenal sebagai Gerakan 30 September/PKI (G-30-S/PKI) berlangsung khidmat dipimpin Presiden Soeharto di Lubang Buaya, Jakarta.

Kepala Negara yang didampingi Ibu Tien Soeharto, Wakil Presiden Sudharmono, SH dan Ibu EN Sudharmono, Ketua MPR/DPR Kharis Suhud, Ketua BPK M.Yusuf, Ketua DPA Maraden Panggabean, Ketua MA, Ali Said menyaksikan kembali tempat penyiksaan perwira ABRI oleh anggota PKI.

Upacara Hapsak ini diawali dengan mengheningkan cipta oleh seluruh hadirin yang dipimpin Kepala Negara, dilanjutkan dengan pembacaan teks Pancasila oleh Kharis Suhud. Kemudian Mendikbud Fuad Hassan membacakan Pembukaan UUD 1945, yang diikuti pembacaan ikrar kesetiaan seluruh Bangsa Indonesia terhadap Pancasila oleh Wakil Ketua MPR/DPR Soerjadi.

Seusai upacara yang berlangsung hanya sekitar 20 menit namun tetap khidmat itu, Presiden kemudian meninjau bangunan-bangunan yang dimanfaatkan oleh anggota PKI pada tahun 1965 untuk menyiksa para pahlawan revolusi yang terdiri atas perwira-perwira tinggi TNI-AD.

Sejumlah diplomat ikut memperhatikan sumur tua serta bangunan yang dipakai oleh PKI untuk menyiksa serta membunuh para perwiraABRI pada tahun ’65 itu.

Buku “Tragedi Nasional, Pantang Terulang” yang diterbitkan Depdikbud menguraikan kembali peristiwa pemberontakan PKI yang berusaha melakukan kudeta terhadap pemerintahan yang sah, tetapi dibubarkan oleh Pemerintah.

Pada tanggal 1 Oktober 1965 menjelang subuh, para pengkhianat itu menembak mati Menteri/Panglima Angkatan Darat Letjen Achmad Yani dan kemudian membawanya ke Lubang Buaya.

PKI juga membunuh Mayjen Haryono, serta menculik beberapa Jenderal TNI-­AD lainnya seperti Mayjen Suprapto, Mayjen S.Parman, Brigjen DI. Pandjaitan, Brigjen Sutoyo Siswomihardjo dan seorang perwira pertama Lettu Pierre Tandean serta seorang bintara polisi Karel Satsuitubun tewas dalam pergulatan ketika gerombolan berusaha menculik Jenderal Nasution.

Para pahlawan revolusi itu dianiaya sebelum ditembak mati. Jenazah mereka kemudian dilemparkan ke sebuah sumur tua dan ditutupi sampah. Namun seorang anggota Polri, Abripda Sukitman mengetahui hal ini yang kemudian melaporkannya kepada pasukan ABRI. Akhirnya semua jenazah itu berhasil ditemukan.

 

 

Sumber : ANTARA (01/10/1991)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIII (1991), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 695-696.

 

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.