WAWANCARA KHUSUS REPUBLIKA DENGAN PAK HARTO: SAYA AMATI LAMA CALON PEMBANTU SAYA

WAWANCARA KHUSUS REPUBLIKA DENGAN PAK HARTO: SAYA AMATI LAMA CALON PEMBANTU SAYA [1]

Jakarta, Republika

Presiden Soeharto menyatakan, ia melakukan pengamatan cukup lama secara cermat terhadap calon-calon pembantunya dalam pemerintahan. Tidak secara tiba­ tiba. Tentang calon wakil Presiden, Pak Harto menyatakan, sesuai dengan konstitusi, hal itu merupakan wewenang MPR untuk menetapkan. “Saya hanya melakukan conditioning,” tegas Pak Harto.

Ya dengan sendirinya (mengamati), ha ha ha ha, sekian lama. Ya, tidak begitu saja. Apa kata Pak Harto tentang persyaratan pemimpin Indonesia di masa depan?,

Ya, sebetulnya pertama-tama kalau ingin menjadi pemimpin, ya kalau merasa jadi pemimpin itu memang (harus berada) di depan beberapa orang. Pandangan nenek moyang mengenai prinsip-prinsip itu sebetulnya bisa kita tiru. Misalnya ing ngarso sung tulodo ing madyo mangun karso tut wuri handayani. Itu dapat menjadi 11 prinsip-prinsip leadership angkatan bersenjata, to. Kita harus betul-betul menempatkan diri. Jadi tidak hanya menjadi pemimpin, lantas pemimpinnya enak, mau cari enaknya supaya dilayani bawahannya. Itu sebetulnya keliru. Jadi pemimpin itu memang seharusnya bisa memberi manfaat kepada yang dipimpin. Jangan sebaliknya. Dengan falsafah ing ngarso sung tulodo ing madyo mangun karso tut wuri handayani itu dengan sendirinya akan bisa menempatkan diri sebagai pemimpin.

Di samping itu, dengan sendirinya harus bisa dilengkapi dengan pengetahuan-pengetahuan yang memang diperlukan tidak hanya soal-soal pengetahuan yang lahiriah tapi juga pengetahuan yang batiniah. Kehidupan manusia itu juga harus tidak hanya lahir saja tapi juga harus batin. Lahir batin itu harus kita kuasai. Sebetulnya itu mutlak. Salah satu mengenai peninggalan daripada nenek moyang kita mengenai Basta Brata sudah bagus untuk menjadi landasan sebagai pemimpin dan gunakan daripada alat. Kemudian lantas dipelajari sifat-sifat alam itu untuk menjadi landasan bagi kepemimpinan. Jadi semua sifat daripada apa namanya bumi matahari, daripada angin, daripada lautan, daripada bintang, daripada api, daripada bulan.

Basta Brata itu bagus, itu sebetulnya dapat menjadi landasan kepemimpinan yang mumpuni. Itu dalam wayang, Basta Brata itu sebetulnya nasehat Prabu Ramawijaya kepada Gunawan Wibisono (raja Alengka) agar dapat mendirikan kerajaan yang besar dan dicintai oleh rakyatnya. Kemudian diturunkan dan dipindahkan kepada generasi berikutnya, yaitu generasi Kresno terus sampai pada Pendowo, itu kemudian ternyata memang baik. Tapi kalau saya mengatakan itu anu apa itu, kok lantas njawani. (Bu Tien berkomentar, “Dikatakan mistik.”)

Calon Wakil Presiden

Terhadap suara-suara di luar yang ramai tentang siapa orang nomor dua, Pak Harto memberi penjelasan yang cukup gamblang. Itu harus kita selesaikan secara konstitusional melalui MPR. ltu juga prinsip saya sesuai dengan identitas dan kepemimpinan saya. Saya akan melaksanakannya sesuai Pancasila dan UUD 45.

Yang berhak untuk: memilih anu apa namanya, Presiden dan wakil Presiden itu adalah MPR. Itu yang harus diberi kesempatan. Tapi saya sebagai Presiden menyiapkan kondisinya untuk: dapat dilaksanakan, supaya MPR dapat benar-benar melaksanakan tugasnya. Saya tidak menunjukkan mana anak emas, mana anak yang lain, semua sama.

Saya hanya memberikan kesempatan gunakanlah kesempatan itu untuk berprestasi. Dengan prestasi itu rakyat akan mengetahui, karena yang memilih itu adalah wakil-wakil rakyat, bukan saya. Kalau saya lantas mengatakan, ini calon saya, yang akan saya …, itu berarti saya menyalahi konstitusi. Dulu pernah Sultan (Hamengkubuwono IX,red) menyatakan kepada saya,

“Pak Harto apakah tidak perlu mengangkat putra mahkota? “Itu salah. Kalau saya menunjuk, berarti saya merampas hak daripada MPR.

Kewajiban saya adalah untuk menyiapkan conditioning setiap pemimpin untuk: berprestasi supaya nanti dinilai oleh rakyat, atas dasar prestasinya itu, bukan atas dasar paksaan saya. Inilah yang saya ingin dibudayakan. Itu bukan urusan saya tapi MPR. Kapan (ditentukan orangnya). Ya, nanti itu. Oleh karena itu, ada yang mengatakan bahwasanya, wah ini ada gejala demikian yang merongrong kedudukan Pak Harto, ini kalau tidak jadi. Itu terserahlah, MPR saja. Saya tidak ragu-ragu dan tidak merasa goyah dan merasa ini merongrong kedudukan saya.

Kewajiban saya adalah bekerja sesuai dengan kepercayaan MPR. Kemudian ingin melaksanakannya dengan baik lantas diterima tau tidak, ya terserah. Itu tergantung MPR nanti to. Jadi, tidak lantas saya harus berjuang untuk menjadi Presiden terus, sekali-kali sih nggak. Tapi kepercayaan yang sekarang diberikan kepada saya, saya kerjakan dengan baik. Bukan lantas untuk: dipilih, ndak. Kerjakan dengan sebaik­ baiknya. Dalam rangka menghargai kepercayaan yang diberikan kepada saya. Adapun nantinya dinilai bahwa ini baik atau tidak ya terserah MPR. Akan dipilih lagi atau tidak, ya ini terserah yang akan memilih

Sumber :REPUBUKA (21/0I I1993)

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XV (1993), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 58-59.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.