YANG MENARIK DARI PIDATO PRESIDEN TANPA TEKS
Sejak beberapa tahun terakhir ini agak sering juga Presiden memberi sambutan tanpa teks. Kadang kala memang utuh sebagai sambutan tanpa teks, tetapi biasanya sebagai lanjutan dari sambutan tertulis. Jadi bukan sambutan tanpa persiapan. Kebiasaan Presiden ini memberi warna tersendiri sehingga tanggapan yang datang pun demikian semarak.
Memang untuk amannya setiap sambutan seyogianya tertulis. Dengan demikian alur pikiran dapat ditelusuri secara logis, sistematis dan etis. Tidak perlu terjadi pengulangan kata hanya karena kehabisan perbendaharaan kata.
Tetapi tidak benar bila sambutan lisan tidak dapat didokumentasikan seperti sambutan tertulis. Setiap sambutan dapat ditulis secara stenografis atau direkam. Pidato Lahirnya Pancasila direkam dengan steno Karundeng. Selanjutnya dengan perkembangan teknologi. automatis teknik dokumentasi dan duplikasi semakin cepat dan maju.
Bung Karno senang sambutan lisan. Beliau seorang orator ulung. Namun untuk menyusun pidato kenegaraan 17 Agustus diperlukan banyak waktu (bahkan bantuan para sahabatnya) untuk mempersiapkan secara tertulis dengan sebaik-baiknya. Demikian juga pidato di muka Sidang Umum PBB 30 September 1960. Dalam kesempatan mana beliau memperkenalkan (dan menawarkan) ideologi Pancasila kepada dunia.
Sambutan tanpa teks Presiden yang sangat membekas pada hati pendengarnya ialah tatkala beliau berbicara kepada purnawirawan, wredatama, warakawuri, veteran dan para pejuang bangsa pada upacara tujuh belas Agustus beberapa tahun lalu, bahwanya beliau tidak neko-neko (tidak akan berbuat macam-macam) dan senantiasa akan patuh kepada Undang-Undang sebagaimana sumpahjabatan beliau. Mass media menurunkan ucapan tersebut secara besar-besar. Bahkan hingga kini ucapan "tidak neko-neko" sangat populer ditengah masyarakat.
Tahun lalu sambutan tanpa teks (yang merupakan lanjutan sambutan tertulis) pada RAPIM ABRI di Pekan Baru dan HUT Kopasandha sempat mengundang reaksi sementara kelompok masyarakat. Pada hakekatnya kepadanya dan keluarganya.
Berbicara perihal ancaman terhadap Pancasila dan UUD 45. Bagi masyarakat luas sambutan tersebut sangat menarik karena beliau berbicara secara gamblang dan terbuka.
Dengan demikian bagi masyarakat yang senantiasa biasanya mengikuti pidato beliau secara tertulis kini dapat mengetahui isi hati yang sedalam-dalamnya dari Presiden.
Presiden Soeharto yang bersama kita dukung sejak awal kebangkitan Orde Baru tetap sama, tetap konsisten dan tetap teguh pendiriannya dalam mempertahankan dan mengamalkan Pancasila. Seujung rambut pun tidak pernah berubah. Tentu saja ada sementara pihak yang keliru memahami. Padahal jika masih sedikit tersisa itikad baik masalahnya akan lain. Sedangkan mereka yang sejak awal sudah bertekad untuk mempertahankan Pancasila dan UUD 45, sambutan Presiden merupakan penegasan dan penekanan kembali yang sangat membesarkan hati.
Sambutan Presiden pada masyarakat Indonesia di New Dehli tahun lalu tatkala kunjungan beliau ke India pun sangat menggembirakan. TVRI memuat secara lengkap sambutan tanpa teks tersebut.
Dengan gembira dan kebapakan, Presiden menjelaskan posisi dan strategi pembangunan nasional, tahapan dan tujuan pembangunan yang kini sedang berada pada pemerataan pembangunan, serta masih perlunya bantuan luar negeri sebagai pelengkap pembangunan dan sebagai ungkapan kerja sama internasional yang saling hormat dan saling menguntungkan.
Masyarakat terkesima dan kagum atas kelincahan Presiden untuk memberi penjelasan secara singkat, padat dan jelas. Bahkan banyak pejabat negara yang memberi applaus atas kebolehan beliau dan masyarakat semakin yakin akan bobot kepemimpinan nasional Orde Baru.
Selain itu dengan sambutan tanpa teks Presiden, maka semakin terlihat jelas unsur pribadi dan kepribadian beliau yang terungkap melalui mimik, gaya dan kata-kata yang diucapkannya. Bukan sebagai pribadi yang selama ini digambarkan dengan serba monoton.
Dengan demikian jika para menteri atau pejabat negara mengatakan perihal "petunjuk-petunjuk Presiden" jelaslah bukan sekedar berbasa-basi atau dikarang seenaknya saja untuk menyenangkan beliau, tetapi memang sungguh-sungguh petunjuk langsung dari beliau sendiri dalam kedudukannya sebagai Kepala Negara/Presiden RI/Mandataris MPR.
Melalui sambutan tanpa teks dapat dilihat bahwa memang Presiden menguasai secara aktif semua persoalan dasar bangsa Indonesia dan dapat secara langsung di luar kepala menyebut angka-angka secara tepat. Apakah itu produksi, bantuan, tingkat kemajuan dan lain sebagainya. Inilah yang sangat memuaskan batin para pendengar sambutan beliau tersebut.
Sambutan tanpa teks Presiden kepada masyarakat Indonesia di Tawao bulan Pebruari lalu masih segar dalam ingatan kita. Dalam kesempatan itu Presiden mengajak masyarakat untuk menyukseskan pembangunan nasional dengan senantiasa memelihara persatuan dan kesatuan bangsa, meningkatkan disiplin dengan jalan mematuhi segala peraturan yang berlaku, serta bekerja keras.
Dengan demikian walau sudah sering kita dengar ajakan ini dari Presiden, namun lebih berkesan jika disampaikan secara lisan dari hati ke hati. Dapatlah dikatakan bahwa sambutan beliau merupakan tambahan penjelasan dan pengulangan kembali yang memang perlu untuk menggelorakan semangat pembangunan, terutama bagi masyarakat Indonesia yang dirantau karena satu dan lain hal.
Efek psikologis yang demikian besar akan mengakrabkan dan mendekatkan perasaan rakyat dengan Kepala Negaranya. Apalagi sulit sekali memisahkan kedudukan beliau sebagai Kepala Negara dengan jabatan yang pernah diemban sewaktu kebangkitan Orde Baru selaku Pengemban Super Semar.
Oleh karena itu sambutan tanpa teks sangat membangkitkan rasa ”melu henduweni” (sense of belonging) antara beliau dengan para pejuang Orde Baru yang kini karena satu dan lain hal belum dapat lagi bertemu secara phisik. Apalagi bagi mereka yang pemah berjuang bersama-sama dengan beliau sejak perjuangan kemerdekaan niscaya terbersit rasa bangga.
Belum lama ini Presiden Soehartomasih memberikan sambutan tanpa teks kepada masyarakat Indonesia di Bangkok sewaktu beliau berkunjung ke Muang Thai. Yang dijelaskan beliau adalah masalah referendum.
Sambutan tanpa teks itu pun kembali dijelaskan kepada para peserta RAPIM ABRI beberapa waktu lalu. Kiranya kita semua sudah mengetahui melalui media massa prihal permasalahan tersebut. Yang penting dari sambutan tanpa teks tersebut, Presiden mengajukan gagasan pemikiran yang kiranya relevan dengan situasi Orde Baru masa kini.
Oleh karena itu tidak pada tempatnya jika ada sementara pihak yang merasa bingung atau takut (angst) jika kita mau secarajemih memahami bahwa tugas kita bersama sebagai Orde Baru untuk mempertahankan Pancasila dan UUD 45. Ini juga berarti bahwa Orde Baru bersikap luwes dan dinamis dengan satu landasan tetap yakni Pancasila dan UUD 45.
Kita memang memiliki Pasal 115 Tap MPR NO. I/MPR/1978 bahwasanya "Majelis berketetapan untuk mempertahankan UUD 45, tidak berkehendak dan tidak akan melakukan perubahan terhadapnya, serta akan melaksanakan secara murni dan konselmen".
Yang dipermasalahkan sekarang ini adalah bagaimana pengamanannya secara phisik dan teknis agar sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemajuan demoluasi Pancasila. Yang menarik dari sambutan tanpa teks dari Presiden adalah kesungguhan dan sikap konsisten beliau untuk melestarikan Pancasila dan UUD 45. Inilah yang membesarkan hati kita semua. Tidaklah sia-sia kita memberi dukungan ikhlas, kreatif dan korektif kepada Pemerintah Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto. Insya Allah. (DTS)
…
Jakarta, Angkatan Bersenjata
Sumber: ANGKATAN BERSENJATA (28/04/1981)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku VI (1981-1982), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 461-464.
Satu pemikiran pada “YANG MENARIK DARI PIDATO PRESIDEN TANPA TEKS”
mau tertulis maupun tidak sebenarnya bukanlah hal yang masalah tapi yang paling penting apakah pembacaannya dengan suara yang menarik atau tidak.
Tingkat ke tegasan, penekanan pada kata2 tertentu.
Seperti bapak soeharto yang memberikan pidato yang tegas dan penekanan yang baik.