Anggota DPR-GR Djamaludin Malik Usulkan Jenderal Soeharto Sebagai Calon Tunggal[1]
KAMIS, 23 FEBRUARI 1967 Di DPR-GR, sementara itu, anggota H Djamaluddin Malik telah mengusulkan agar Jenderal Soeharto diangkat menjadi calon tunggal untuk jabatan Presiden RI sampai pemilihan umum mendatang. Sidang pleno terbuka DPR-GR yang dipimpin oleh Drs. Ben Mang Reng Say, hari ini telah menerima dan mensahkan usul resolusi tersebut untuk menjadi resolusi DPR-GR No. 724 tentang Pemilihan Pejabat Presiden Republik Indonesia. Resolusi tersebut memutuskan untuk meminta kepada Persidangan Istimewa MPRS agar menetapkan Pemegang Ketetapan No. IX/MPRS/1966, Jenderal TNI Soeharto, menjadi Pejabat Presiden Republik Indonesia sesuai dengan jiwa Ketetapan No. XV/MPRS/1966. Resolusi ini ditandatangani oleh Ketua DPR-GR, HA Sjaichu. Secara lengkap isi resolusi dapat dilihat pada Lampiran IX. (DTS)
[1] Dikutip dari buku “Jejak Langkah Pak Harto 01 Oktober 1965 – 27 Maret 1968”, hal 159-161 . Buku ini ditulis oleh Team Dokumentasi Presiden RI, Editor: G. Dwipayana & Nazarudin Sjamsuddin dan diterbitkan PT. Citra Kharisma Bunda Jakarta Tahun 2003
Lampiran IX
RESOLUSI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GOTONG ROYONG
No. 724 tentang
PEMILIHAN PEJABAT PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong dalam sidang paripurna
tanggal 23 Februari 1967, setelah mendengar pendapat-pendapat
dari semua Golongan di dalam
Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong.
Menimbang:
a. Bahwa Resolusi Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong tanggal 9 Februari 1967 tentang Persidangan Istimewa MPRS terutama mengenai pemberhentian Presiden Republik Indonesia seperti yang tercantum dalam memorandum yang dilampirkan pada resolusi tersebut perlu diamankan.
b. Bahwa keputusan pemberhentian Presiden Republik Indonesia akan ditetapkan dalam persidangan istimewa MPRS tersebut.
c. Bahwa adanya vacuum pimpinan pemerintahan/Presiden Republik Indonesia pada suatu saat bisa mengganggu stabilitas politik, sehingga dapat membawa kemungkinan timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan bagi kehidupan Bangsa dan Negara Republik Indonesia.
d. Bahwa untuk lebih memudahkan jalannya Persidangan Istimewa MPRS tersebut sehingga dapat mencapai hasil sebaik-baiknya dalam melaksanakan ketentuan yang termaksud dalam pasal 3 UUD 1945 dan pasal 3 Ketetapan MPRS No. XV/1966, perlu memberi arah yang praktis dalam memilih Pejabat Presiden Republik Indonesia yang akan memangku jabatan Presiden sampai dengan terpilihnya Presiden oleh MPR hasil pemilihan umum.
Mengingat :
- Pasal 3 dan pasal 8 UUD 1945.
- Pasal3 Ketetapan MPRS No. XV/1966.
- Undang-undang No. 10 tahun 1966 tentang Kedudukan MPRS dan DPR-GR menjelang pemilihan umum.
MEMUTUSKAN:
Meminta kepada Persidangan Istimewa MPRS untuk menetapkan Pengemban Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966 Jenderal TNI SOEHARTO sebagai Pejabat Presiden Republik Indonesia sesuai dengan jiwa Ketetapan MPRS No. XV /1966.
Akhirnya :
Memanjatkan doa ke hadirat Ilahi agar melimpahkan Taufik dan Hidayah serta selalu memberikan lindungan-Nya kepada Nusa dan Bangsa Indonesia.
Jakarta, 23 Februari 1967
Pimpinan
Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong
Ketua
HA Sjaichu
PENJELASAN ATAS RESOLUSI
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GOTONG ROYONG No. 724
tentang
PEMILIHAN PEJABAT PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Dengan mengucapkan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa dan diilhami oleh cita-cita luhur Bangsa Indonesia untuk memiliki pemerintahan dan/atau Pimpinan Negara yang dapat memenuhi tuntutan hati Nurani Rakyat yang hidup dalam suatu negara demokrasi berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, DPR-GR berketetapan hati menyampaikan resolusi kepada MPRS sesuai dengan kewenangan yang diatur dalam UU No. 10 tahun 1966 tentang kedudukan MPRS dan DPR-GR menjelang pemilihan umum serta mengindahkan prosedur yang harus ditempuh berdasarkan peraturan tata-tertib DPR-GR.
Demi tegaknya keadilan dan kebenaran, DPR-GR menyadari bahwa resolusi DPR-GR tanggal 9 Februari 1967 tentang Persidangan Istimewa MPRS yang merupakan suatu upaya secara konstitusional untuk mengakhiri konflik situasi di tanah air kita, di mana sidang itu akan mengambil keputusan-keputusan penting mengenai kelangsungan-hidupnya negara dan bangsa Indonesia di masa yang akan datang, memandang perlu diusahakan pembinaan kekompakan sesama Orde Baru demi pengamanan resolusi DPR-GR tersebut di atas, DPR-GR berpendapat, alangkah tepatnya apabila DPR-GR sekaligus dapat memberi arah lanjutan untuk memudahkan jalannya Persidangan Istimewa MPRS tersebut dalam mencapai hasil yang sebaik-baiknya dan tepat menurut sasarannya dengan menggunakan landasan pijakannya UUD 1945, pasal3 Ketetapan MPRS No. XV/1966 dan UU No. 10 tahun 1966.
Untuk mencegah kemungkinan hal-hal yang tidak dikehendaki dengan adanya kevacuuman Pimpinan Negara/Presiden setelah Presiden Soekarno diberhentikan oleh MPRS, berdasarkan pengalaman yang telah terjadi di berbagai negara yang mengalami kevacuuman Pimpinan Negara/Presiden yang patut dijadikan cermin oleh MPRS untuk mewujudkan stabilitas politik bagi penyelamatan Bangsa dan Negara Republik Indonesia yang sama-sama kita cintai, maka upaya secara konstitusional untuk mengakhiri konflik situasi itu perlu lebih disempurnakan sekaligus dengan tindakan konstitusional pula.
Tindakan konstitusional sebagai follow-up dari resolusi DPR-GR tersebut di atas yang kami maksudkan ialah adanya Pejabat Presiden yang dipilih dan ditetapkan sebagai Pejabat Presiden oleh Persidangan Istimewa MPRS sampai dengan terpilihnya Presiden oleh MPR hasil pemilihan umum.
Dengan memperhitungkan segala faktor serta menjamin kelangsungan demokrasi yang dapat memenangkan perjuangan Orde Baru di dalam menegakkan keadilan dan kebenaran, alangkah baiknya dan sangat bijaksana sekali bila kita usahakan Pejabat Presiden yang dapat dipilih secara mufakat bulat.
Hal tersebut dibenarkan oleh pasal 1 ayat 2 dan pasal 8 UUD 1945, pasal 3 Ketetapan MPRS No. XV/1966 serta dibenarkan pula oleh UU No. 10 tahun 1966 tentang kedudukan MPRS dan DPR-GR menjelang pemilihan umum. Dan sekaligus resolusi ini memperkuat isi dan jiwa dari resolusi DPR-GR tanggal 9 Februari 1967 beserta memorandum yang dilampirkan pada resolusi tersebut.
Dalam menentukan Pejabat Presiden Republik Indonesia tersebut di atas itu, tak dapat melepaskan diri dari penilaian berdasarkan syarat-syarat yang ditentukan oleh pasal 6 UUD 1945 dan syarat-syarat lain menurut kepercayaan agama masing-masing serta pembawaan/bakat pribadi yang dapat melaksanakan tugas negara dalam keadaan biasa dan luar biasa yang memerlukan ketegasan dan kecepatan bertindak untuk menyelamatkan negara dan bangsa Indonesia.
Dengan kedudukan serta pengalamannya sebagai Pengemban Ketetapan MPRS No. IX/1966 maupun sebagai Ketua Presidium Kabinet Ampera kiranya dapatlah diyakini bahwa kewibawaan yang sangat diperlukan dalam jabatan Presiden cukup terpenuhi dalam diri Jenderal Soeharto.
Berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas tepatlah kiranya kalau DPR-GR mengusulkan kepada Persidangan Istimewa MPRS nanti yang menetapkan pemberhentian Presiden Soekarno dan dapat pula sekaligus menetapkan Jenderal TNI Soeharto yang tidak dapat dipisahkan dari kedudukannya sebagai Pengemban Ketetapan No. IX/MPRS/1966 sebagai Pejabat Presiden Republik Indonesia sampai dengan terpilihnya Presiden oleh MPR hasil pemilihan umum sesuai dengan pasal 3 Ketetapan No. XV/MPRS/1966.
Kepada ALLAH kita mohonkan Hidayat dan Taufik-Nya.
Jakarta, 23 Februari 1967
Pimpinan
Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong
Ketua,
HA Sjaichu