1971-08-10 Presiden Soeharto Serahkan Duplikat Bendera Merah Putih dan Naskah Proklamasi

Presiden Soeharto Serahkan Duplikat Bendera Merah Putih dan Naskah Proklamasi

Terima Laporan Penertiban Pegawai Depkeu[1]

SELASA, 10 AGUSTUS 1971, Presiden Soeharto menyerahkan duplikat bendera pusaka dan duplikat naskah proklamasi kepada Menteri Luar Negeri Adam Malik yang akan menyerahkannya kepada 62 perwakilan RI di luar negeri. Diharapkan bahwa setiap peringatan Hari Proklamasi, bendera dan naskah proklamasi tersebut dikibarkan dan dibacakan pada upacara di tempat masing-masing. Pada acara penyerahan itu, Presiden Soeharto mengatakan bahwa ketika merintis kemerdekaan sebelum tahun 1945, rakyat Indonesia memandang sangsaka Merah Putih sebagai harapan kekuatan untuk mencapai Indonesia Merdeka. Dalam perang kemerdekaan, rakyat memandangnya sebagai kekuatan untuk mengusir tentara penjajah. Sekarang dalam masa pembangunan, kita memandang sangsaka Merah Putih sebagai pendorong untuk bekerja dan mencapai hasil. Semangat perjuangan harus kita pusatkan pada bekerja dan mencapai hasil kerja. hanya dengan bekerja, kemajuan dapat dicapai. Dalam kaitan ini, mengarahkan pesannya kepada pegawai-pegawai RI yang bertugas di luar negeri, dengan terus terang Presiden mengatakan bahwa “kehidupan saudara yang di luar negeri itu umumnya jauh lebih baik dari apa yang kita alami di tanah air sekarang ini. Namun keadaan ini tentunya tidak akan membuat silau warga Indonesia yang tetap merasa sebagai putera Indonesia dimanapun mereka berada”.

Dalam sambutan tertulisnya pada peringatan Hari Veteran ke-22, yang kali ini dipusatkan di kompleks pabrik sutera alam “Ratna” di Ciawi, Bogor, Presiden Soeharto mengatakan bahwa veteran pejuang kemerdekaan mempunyai tempat yang khusus dalam sejarah bangsa Indonesia, yang tidak mungkin digantikan kedudukannya oleh generasi lain yang manapun. Hal ini karena perang kemerdekaan hanya satu kali saja, demikian Presiden. Dikatakan pula oleh Presiden bahwa perjuangan kemerdekaan memang telah lama sekali, akan tetapi perjuangan memberi isi kepada kemerdekaan yang berupa pembangunan ekonomi itu baru saja kita mulai, yaitu sejak lahirnya Orde Baru. Dalam jangka pendek, melalui pembangunan ekonomi, kita berusaha meletakkan dasar yang kuat bagi pembangunan di bidang lainnya yang memang tidak bisa kita abaikan. Sedangkan dalam jangka panjang, pembangunan bangsa kita meliputi semua segi, ekonomi, politik, sosial dan hankam. Untuk menggerakkan pembangunan bangsa yang demikian itu, maka pembinaan mental selalu merupakan faktor yang menentukan. Dalam rangka pembinaan mental inilah kita semua dan generasi yang akan datang tetap perlu mewarisi semangat perjuangan para veteran. Semangat perjuangan itu adalah kesetiaan kepada dasar dan cita-cita kemerdekaan, kerelaan untuk berkorban serta kemampuan untuk berbuat demi tegaknya dasar-dasar dan terwujudnya cita-cita.

Dalam sidang Sub-Dewan Stabilisasi Ekonomi hari ini, Presiden Soeharto telah mendengar laporan dari Menteri Keuangan tentang penindakan terhadap departemennya dalam rangka penertiban. Dilaporkan bahwa sejak 1 April sampai  7 Agustus, telah ditindak 21 pegawai tinggi (golongan F), 58 pegawai menengah, dan 54 pegawai rendah. Penindakan itu berupa skors ataupun pemberhentian tidak dengan hormat. (AFR).



[1] Dikutip langsung dari buku “Jejak Langkah Pak Harto 28 Maret 1968-23 Maret 1973”, hal 352-353. Buku ini ditulis oleh Team Dokumentasi Presiden RI, Editor: G. Dwipayana & Nazarudin Sjamsuddin dan diterbitkan PT. Citra Kharisma Bunda Jakarta Tahun 2003.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.