Presiden Soeharto Sampaikan Amanat Kenegaraan[1]
KAMIS, 15 AGUSTUS 1974, Dalam rangka peringatan Hari Kemerdekaan ke-29, pagi ini Presiden Soeharto menyampaikan amanat kenegaraannya di hadapan sidang pleno DPR di Senayan, Jakarta. Dalam amanatnya, Presiden telah mengupas secara panjang lebar perkembangan dan masalah yang kita hadapi dalam bidang sosial, politik, dan ekonomi selama ini.
Kepala Negara mengatakan antara lain bahwa Repelita I telah mencapai tujuannya, yaitu meningkatkan taraf kehidupan rakyat banyak dan meletakkan dasar-dasar yang kuat untuk pembangunan tahap berikutnya. Dikemukakannya pula bahwa dalam penyusunan program-program pembangunan, Pemerintah makin mengarah pada keseimbangan antara program-program di bidang ekonomi dan non-ekonomi. Menyangkut pembiayaan program-program itu, Pemerintah makin menekankan pada sumber-sumber di dalam negeri, sementara partisipasi, dan swadaya masyarakat di daerah-daerah diusahakan untuk makin diperluas.
Akan tetapi diingatkannya bahwa keberhasilan yang dicapai oleh Repelita I itu adalah berkat terpeliharanya stabilitas nasional selama ini. Oleh sebab itu, setiap kebijaksanaan dan langkah yang diambil Pemerintah dalam mensukseskan Repelita II selalu diperhitungkan pemeliharaan dan pemantapan stabilitas yang dinamis. Dikemukakannya bahwa UUD 1945 memberikan landasan yang cocok untuk pembinaan stabilitas politik, khususnya stabilitas pemerintahan yang sangat dibutuhkan untuk kelancaran pembangunan.
Selanjutnya dikatakan bahwa kehidupan politik yang sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945 tidak dapat dipisahkan dari hak demokrasi dan penggunaannya oleh dan didalam masyarakat. Dalam alam Demokrasi Pancasila tetap ada tempat yang terhormat bagi hak untuk menyampaikan pendapat termasuk hak berbeda pendapat dengan pemerintah.
Selanjutnya Presiden mengajak masyarakat menjadi benteng yang tangguh dalam menghadapi perembesan sisa-sisa G-30-S/PKI. Akan tetapi diingatkannya bahwa disamping masalah sisa-sisa G-30-S/PKI itu kita perlu mengambil tindakan-tindakan lanjutan dalam rangka penyelesaian secara menyeluruh untuk meniadakan sumber-sumber dan akibat-akibat negatif dari Peristiwa Malari agar peristiwa semacam itu tidak terulang lagi. Dalam hubungan ini, ditegaskannya, terhadap yang bersalah kita memang tidak mengenal kompromi. Namun terhadap mereka yang insyaf atas kekeliruannya dan mau kembali ke jalan Pancasila, harus diberi kesempatan untuk turut serta dalam pembangunan. (AFR).
[1] Dikutip dari buku “Jejak Langkah Pak Harto 27 Maret 1973-23 Maret 1978”, hal 148. Buku ini ditulis oleh Team Dokumentasi Presiden RI, Editor: G. Dwipayana & Nazarudin Sjamsuddin dan diterbitkan PT. Citra Kharisma Bunda Jakarta, Tahun 2003.