1989-08-16 Sampaikan Pidato Kenegaraan, Presiden Soeharto: Nilai Dasar Pancasila Tidak Boleh Berubah, Pelaksanaannya Disesuaikan Tantangan Zaman

Sampaikan Pidato Kenegaraan, Presiden Soeharto: Nilai Dasar Pancasila Tidak Boleh Berubah, Pelaksanaannya Disesuaikan Tantangan Zaman [1]

RABU, 16 AGUSTUS 1989 Pagi ini Presiden Soeharto menyampaikan pidato kenegaraan di depan sidang paripurna DPR dalam rangka memperingati 44 tahun kemerdekaan bangsa Indonesia. Pada kesempatan itu Kepala Negara menegaskan bahwa tugas utama kita di tahun-tahun mendatang adalah memantapkan kerangka landasan bagi pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila menuju proses tinggal landas. Dikatakannya bahwa untuk melaksanakan tugas besar itu kita memerlukan pemikiran-pemikiran yang kreatif di semua bidang. Segenap kalangan, lapisan dan golongan masyarakat kita dari semua generasi harus mengembangkan pemikiran-pemikiran besar yang kreatif itu.

Lebih jauh dikatakannya bahwa dengan memandang Pancasila sebagai ideologi terbuka, maka kita dapat mengembangkan pemikiran baru yang segar dan kreatif untuk mengamalkan Pancasila didalam menjawab perubahan dan tantangan zaman yang terus bergerak dinamis. Nilai-nilai dasar Pancasila tidak boleh berubah, sedangkan pelaksanaannya kita sesuaikan dengan kebutuhan dan tantangan nyata yang kita hadapi dalam setiap kurun waktu.

Pendahulu-pendahulu kita, para perancang UUD 11945, telah mengingatkan agar kita memperhatikan sungguh-sungguh dinamika masyarakat. Para pendiri Republik ini sejak semula hanya menetapkan aturan pokok yang dasar-dasarnya diletakkan dalam UUD 1945. Kita semua yang hidup kemudian diberi peluang untuk mengembangkan pelaksanaannya secara luas. Karena itulah kita berkeyakinan bahwa UUD 1945 telah meletakkan dasar-dasar kehidupan masyarakat, bangsa dan negara kita yang kukuh dan sekaligus kenyal. Karena itu tepat sekali ketetapan MPR yang menegaskan bahwa perubahan UUD 1945 harus kita amankan secara berlapis-lapis.

Ketika berbicara tentang pembangunan, Kepala Negara mengatakan bahwa dinamika pembangunan memerlukan langkah-Iangkah pembaharuan tidak hanya dibidang keuangan dan perpajakan, tetapi juga diberbagai bidang lain, termasuk perdagangan, perhubungan, dan penanaman modal. Dalam hubungan ini serangkaian langkah deregulasi dan debirokratisasi yang luas cakupannya telah diambil. Langkah-langkah itu antara lain telah berhasil meningkatkan ekspor non-migas dengan sangat pesat. Apabila pada tahun terakhir Repelita III ekspor non-migas baru mencapai US$5,4 miliar atau sekitar 27% dari seluruh nilai ekspor, maka pada tahun terakhir Repelita IV ekspor non-migas kita telah mencapai lebih dari US$12 miliar atau lebih dari 60% dari seluruh nilai ekspor.

Minat untuk menanamkan modal juga sangat meningkat terutama dalam dua tahun terakhir ini, sebagai hasil dari langkah-langkah kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi, disamping adanya perkembangan yang menguntungkan Indonesia di luar negeri. Selama Repelita I sampai sekarang, penanaman modal dalam negeri mencapai lebih dari Rp69 triliun, yang menghasilkan hampir 5.500 buah proyek pembangunan. Disamping itu telah dibangun pula lebih dari 1.200 proyek dari penanaman modal asing senilai hampir US$26 miliar, yang jika dinilai dengan kurs yang berlaku sekarang nilainya sekitar Rp46 triliun. Ini berarti bahwa nilai penanaman modal asing sekitar 40% dari seluruh investasi swasta.

Presiden selanjutnya mengemukakan beberapa perkembangan ekonomi lainnya yang penting. Dikatakannya bahwa hasil-hasil industri dalam negeri mulai dapat menjadi sumber utama dari peningkatan ekspor non-migas. Jika pada tahun terakhir Repelita III hasil-hasil industri mencakup 63,4% dari penerimaan ekspor non-migas, maka pada akhir Repelita IV hasil tersebut meliputi hampir 80% dari penerimaan ekspor non-migas.

Dikemukakan pula bahwa pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan dalam Repelita IV temyata cukup memadai. Atas dasar perkiraan sementara, laju pertumbuhan ekonomi selama kurun waktu itu mencapai rata-rata 5,1 atau sedikit diatas sasaran Repelita IV sebesar 5% setiap tahun. Terutama setelah tahun 1985, perekonomian Indonesia bangkit kembali secara mantap dan pada tahun 1988 mencapai laju pertumbuhan sebesar 5,7%.

Sementara itu laju inflasi selama Repelita IV dapat ditekan pada tingkat rata-rata 6,6% setiap tahun. Pengendalian inflasi jauh berhasil jika dibanding dengan Repelita III yang mencapai rata-rata 13,2% setiap tahun. Hal ini berkat tersedianya secara cukup dan lancamya distribusi berbagai barang kebutuhan pokok serta berkat keteguhan hati kita untuk tetap berpedoman pada kebijaksanaan anggaran belanja berimbang dan kebijaksanaan moneter yang berhati-hati.

Demikian antara lain pokok-pokok penting yang dikemukakan Kepala Negara didalam pidato kenegaraannya. (DTS)

[1] Dikutip dari buku “Jejak Langkah Pak Harto 21 Maret 1988 – 11 Maret 1993”, hal 197-198. Buku ini ditulis oleh Team Dokumentasi Presiden RI, Editor: Nazaruddin Sjamsuddin dan diterbitkan PT. Citra Kharisma Bunda Jakarta Tahun 2003

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.