Presiden Soeharto Menyampaikan Pidato di Depan SU PBB [1]
KAMIS, 24 SEPTEMBER 1992 Pagi ini waktu New York, Presiden Soeharto menyampaikan pidatonya di depan sidang umum. Dalam pidatonya, Presiden antara lain mengatakan bahwa sudah waktunya bagi negara-negara Utara maupun Selatan untuk menumbuhkan suatu kesepakatan baru mengenai pembangunan dan menggalang suatu kemitraan demokratis dalam merumuskan penyelesaian global terhadap masalah-masalah global. Dikatakannya bahwa hanya dengan cara demikianlah kita dapat membebaskan ekonomi dunia dari kemelut yang menghinggapinya dewasa ini.
Diingatkannya pula perlunya menghapuskan berbagai lembaga dan modalitas yang tidak adil yang telah menyebabkan semakin mendalamnya kesenjangan dan ketidakadilan dalam hubungan ekonomi internasional serta semakin melebarnya jurang kemakmuran dan teknologi antara negara maju dan negara berkembang. Hanya dengan cara demikianlah kita dapat mengadakan perombakan tatanan dan hubungan ekonomi internasional sehingga menjadikannya lebih adil dan lebih tangguh.
Presiden mengatakan bahwa negara-negara Non-Blok menyerukan dihidupkannya kembali dialog yang konstruktif antara Utara dan Selatan. Diingatkannya, desawa ini nasib dan kepentingan Utara dan Selatan belum pernah sedemikian erat terkait.
Tanpa adanya stabilitas dan pembangunan di Selatan, pihak Utara tidak mungkin dapat mempertahankan terus laju kesejahteraan ekonominya, kata Presiden.
Dalam pidatonya Presiden Soeharto menyampaikan hasil-hasil KTT GNB ke-10 di Jakarta baru-baru ini, juga menjabarkan beberapa hasil-hasil KTT tersebut antara lain tekad dan upaya GNB untuk meningkatkan kerjasama Selatan-Selatan.
Presiden menekankan kembali bahwa bagi negara-negara Non-Blok, suatu tatanan dunia baru hanya akan tangguh dan dapat diterima oleh semua bila didirikan atas dasar pengakuan bahwa PBB merupakan unsur pokok dan kerangka universalnya dan tatanan tersebut sepenuhnya berakar pada prinsip-prinsip dasar Piagam PBB.
Di bagian lain pidatonya, Presiden Soeharto menyerukan perlunya memperluas keanggotan Dewan Keamanan PBB dan meninjau kembali secara konstruktif cara-cara hak: veto dilaksanakan dalam usaha menjadikan organisasi dunia tersebut lebih demokratis. Dikatakannya bahwa Gerakan Non-Blok mendesak agar PBB harus juga mencerminkan asas demokrasi dalam bentuk keadilan, persamaan, dan keterbukaan baik dalam perwakilan negara anggotanya maupun dalam proses pengambilan keputusan. (DTS)
[1] Dikutip dari buku “Jejak Langkah Pak Harto 21 Maret 1988 – 11 Maret 1993”, hal 577-579. Buku ini ditulis oleh Team Dokumentasi Presiden RI, Editor: Nazaruddin Sjamsuddin dan diterbitkan PT. Citra Kharisma Bunda Jakarta Tahun 2003