PEMBANGUNAN (BAGIAN X) “Pak Harto Pandangan dan Harapannya”

PEMBANGUNAN (BAGIAN X) “Pak Harto Pandangan dan Harapannya”

 

 

Jakarta, Pelita

Pada dasarnya hakekat tinggal landas dalam pembangunan nasional yang kita maksudkan adalah membangun di atas landasan yang kokoh kuat, landasan yang berupa kondisi-kondi si di berbagai bidang kehidupan :

  • Bidang ekonomi, dimana terdapat struktur ekonomi yang seimbang antara bidang industri yang kuat dengan dukungan pertanian yang tangguh, sedangkan unsur kebutuhan pokok masyarakat sudah tersedia dan terjangkau oleh rakyat banyak;
  • Bidang politik, dimana setiap warga negara telah mengetahui hak dan kewajibannya sebagai warga suatu negara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, sedangkan mekanisme kepemimpinan nasional telah berlangsung dengan mantap berdasarkan konstitusi secara demokratis dan berdasarkan hukum ;
  • Bidang sosial-budaya dimana kehidupan bermasyarakat yang penuh keseimbangan, keserasian dan keselarasan sesuai dengan Pancasila telah mulai membudaya dan menjadi kepribadian kita;
  • Bidang hankam, dimana wawasan pertahanan keamanan yang didasarkan pada kekuatan rakyat semesta dengan inti kekuatan ABRI telah mampu mengamalkan dwi fungsinya dengan sebaik-baikny

Ini berarti bahwa walaupun tinggal landas merupakan tahapan pembangunan yang terus meningkat, tidak kenal berhenti, menuju kemajuan ,keadilan dan kesejahteraan lahir batin yang makin baik, setelah kita mampu menciptakan dan memiliki landasan mental spiritual dan landasan fisik material yang kuat sebagai bangsa yang kehidupannya berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, sehingga arah dan isi pembangunan itu benar-benar menjamin tercapainya cita-cita kemerdekaan kita, benar-benar merupakan pembangunan sebagai pengamalan Pancasila. Dan dewasa ini kita semua sedang bekerja keras dan berusaha keras untuk menciptakan landasan yang kokoh kuat itu dengan menyelesaikan kerangka landasan dalam Pelita ke-IV, untuk kita lanjutkan dan memantapkan landasan itu di dalam Pelita ke- V nanti.”

Di Istana Merdeka hari itu Pak Barto juga menunjuk kembali kepada apa yang pernah diucapkannya dalam tahun 1971di Solo saat mana istilah tinggal landas untuk pertama kali di depan umum ramai kita dengar langsung dari mulut Pak Barto.

“Jangah nggege mongso mengharapkan tercapainya masyarakat adil dan makmur.Masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila tidak bisa datang begitu saja, atau mengharapkan ia jatuh dari langit. Ia tidak bisa dicapai tanpa perjuangan. Andaikata dengan perjuanganpun tidak bisa dicapai dalam waktu yang singkat, tapi harus bertahap.”

Pada waktu buku ini saya tulis (akhir 1986, selesai 10 November 1987), pembangunan nasional kita telah memasuki tahun ke-4 Pelita IV Tahun ke-5 nya akan berakhir dalam tahun 1989. Setelah itu,bangsa ini akan meningkatkan perjuangannya untuk melanjutkan pembangunan dalam tahap Repelita V. Di tahap ini sejarah akan

mencatat proses peijalanan pembangunan selama 25 tahun, dan bagaimana 25 tahun tahap kedua?

Kepada Prof. Widjojo Niti sastro saya minta pendapatnya mengenai tantangan apa saja yang akan kita hadapi di masa-masa datang. Menurut Widj ojo tantangan besar yang dihadapi oleh bangsa ini adalah demands dan harapan rakyat yang makin besar, di samping situasi perekonomian dunia yang tidak menentu.

Menghadapi pembangunan 25 tahun tahap kedua yang penuh tantangan itu, tidak ada jalan lain kecuali menyiapkan diri dengan sebaik-baiknya. Maka sejak tahun-tahun yang lewat, Pak Harto kembali meminta Dewan Pertahanan Keamanan Nasional (Wanhankamnas) untuk mengumpulkan bahan dari berbagai sumber (tokoh-tokoh politik, pemuka-pemuka masyarakat, pemuka agama, organisasi petani, organisasi pekerja, organisasi nelayan, kalangan dunia usaha, seniman dan budayawan, pendidik dan cerdik pandai , universitas dan kalangan-kalangan lainnya) untuk menyusun satu bahan naskah GBHN yang akan menjadi bahan sumbangan dari Presiden/Mandataris MPR kepada MPR hasil Pemilu 1987.

Tanggal 1O ktober tahun itu di hadapan 1.000 anggota MPR yang terdiri dari Fraksi Karya Pembangunan, Fraksi PDI, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Fraksi ABRI, Utusan Daerah dan Golongan-golongan, Pak Harto menyampaikan bahan yang berharga dan strategis itu kepada pimpinan MPR.

Dalam upacara yang khidmat, setelah mereka semua, para anggota MPR yang terhormat diambil sumpahnya, Pak Harto kemudian menyampaikan amanatnya kepada bangsanya inti sari amanatnya bertumpu pada latar belakang pemikiran dan pokok-pokok isi dari bahan-bahan mengenai Garis-garis Besar Haluan Negara.

Dengan rendah hati Pak Harto menyatakan: “Dengan menyampaikan sumbangan pikiran ini, sama sekali tidak ada niat saya untuk mengurangi barang sedikitpun wewenang mutlak Majelis untuk menetapkan GBHN. Juga jauh dari niat saya untuk menggurui Majelis yang terdiri dari negarawan-negarawan terkemuka bangsa ini yang telah mendapat kepercayaan sepenuh-penuhnya dari seluruh rakyat Indonesia untuk melaksanakan kedaulatan rakyat.

Sebagai penyelenggara pemerintah negara tertinggi di bawah Majelis, saya merasa dipanggil oleh kewajiban untuk membantu kelancaran tugas Majelis dengan menyampaikan sumbangan pikiran berupa bahan-bahan mengenai GBHN 19S8.

Sumbangan pikiran mengenai bahan GBHN yang disampaikan Presiden kepada Majelis kali ini adalah untuk yang keempat kalinya, sejak terjadi untuk yang pertama kali menjelang Sidang Umum MPR tahun 1973. Dengan demikian praktek penyelenggaraan negara seperti ini makin berkembang menjadi konvensi.

Penyampaian sumbangan pikiran dan Presiden tadi merupakan jalan keluar dari ketidak berhasilan MPR(S) menetapkan GBHN yang menjadi wewenang dan tugasnya dalam Sidang Umum 68”.

Latar belakang pemikiran dan pokok-pokok isi bahan yang di sampaikan oleh Pak Harto menggunakan beberapa pedoman yang melandasi seluruh naskah itu. Pak Hartopun menjelaskan:

“Dalam menyiapkan bahan-bahan mengenai GBHN ini saya menggunakan beberapa pedoman. Pedoman yang pertama adalah, bahwa GBHN yang akan datang harus tetap merupakan usaha kita dalam menempuh perjalanan menuju terwujudnya cita-cita nasional ialah masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Ini tidak lain merupakan penegasan dari kesepakatan nasional kita, ialah untuk melaksanakan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila.

Kita memang bertekad untuk membangun diri menjadi bangsa yang maju dan moderen, di tengah-tengah pergaulan bangsa-bangsa di dunia. Akan tetapi pembangunan yang kita,lakukan bukanlah sembarang pembangunan. Pembangunan yang kita lakukan adalah pembangunan dengan-konsep yang jelas, ialah konsep kita sendiri dengan tidak meniru-niru begitu saja model pembangunan yang manapun. Tentu saja kita harus belajar dari segala pengalaman pembangunan masyarakat­masyarakat moderen, baik belajar dari keberhasilan-keberhasilan mereka maupun belajar dari kegagalan-kegagalan mereka.

Pembangunan sebagai pengamalan Pancasila tidak lain adalah pembangunan yang kita laksanakan berdasar nilai-nilai luhur yang menjadi pandangan hidup bangsa kita. Sikap kita merupakan kelanjutan dan pemantapan dari kesepakatan nasional yang telah kita capai, ialah Pancasila sebagai satu-satunya asas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bemegara .Keseluruhan semangat, arah dan gerak pembangunan kita laksanakan sebagai upaya pengamalan dari semua sila dalam Pancasila secara serasi dan sebagai kesatuan yang utuh.

Pengamalan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, antara lain mencakup tanggungjawab bersama dari semua golongan beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa untuk bersama-sama dan secara terus menerus meletakkan landasan moral, etik dan spiritual yang kokoh bagi pembangunan nasional sebagai pengamalan  Pancasila.

Pengamalan Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, antara lain mencakup peningkatan martabat serta hak dan kewajiban asasi warga negara serta penghapusan penjajahan ,kesengsaraan dan ketidakadilan dari muka bumi.

Pengamalan Sila Persatuan Indonesia, antara lain mencakup peningkatan pembinaan bangsa di semua bidang kehidupan manusia, masyarakat, bangsa dan negara, sehingga makin kuat rasa kesetiakawanan dalam rangka memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa. (Bersambung) (SA)

 

 

Sumber: PELITA(l0/04/1989)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku X (1988), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 133-137

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.