TANGGAPAN ATAS PIDATO PRESIDEN SOEHARTO, SEMUA PIHAK PERLU MAWAS DIRI [1]
Jakarta, Merdeka
Seluruh potensi masyarakat baik organisasi sosial politik, organisasi kemasyarakatan, pembina politik, aparat keamanan, dan media massa diharapkan perlu lebih mawas diri dan membantu usaha penciptaan konsolidasi nasional. Sebab, jika kemelut yang melanda PDI dan NU berkepanjangan bisa mengganggu stabilitas nasional. Wakil Ketua Komisi DPR dari Fraksi Karya Pembangunan (FKP), AH Sazili dan Wakil Sekjen DPP FPP Muhsin Bafadal mengatakan hal itu kepada Merdeka di Jakarta, Senin (2/1) menanggapi pidato Presiden Soeharto yang menyatakan jika konsolidasi organisasi sosial politik (Orsospol) dan organisasi kemasyarakatan (Ormas) terganggu masyarakat dan pemerintah risau. (Mdk, 2/1).
“Jadi, konstatasi presiden itu ditujukan kepada seluruh potensi masyarakat agar mawas diri. Sebab, tantangan kita ke depan masih sangat banyak dan bervariasi,” tegas Sazili.
Diharapkan, masing-masing kader organisasi baik ormas maupun orsospol dapat saling tenggang rasa agar tidak terus terjadi perpecahan. Para kader itu dituntut kematangan dalam berfikir maupun bertindak sehingga dalam setiap langkahnya tidak menimbulkan kericuhan. “Kita merasa yakin pada saatnya nanti akan terjadi kristalisasi yang mengarah pada perbaikan organisasi, ” kata kader Golkar itu. Menjawab pertanyaan, Sazili menyatakan terjadinya kemelut di Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dan Nahdlatul Ulama (NU) bukan berarti kadar pembinaan dari pembina politik mengalami penurunan. Tetapi era keterbukaan yang terjadi belakangan ini memberikan respon yang berlebihan pada masyarakat dan organisasi yang bersangkutan. Dikatakan, posisi pemerintah sebagai pembina politik itu hanya sebagai fasilitator agar masing-masing organisasi dapat berkembang secara baik. Dikatakan, peran serta atau campur tangan pemerintah tidak berlebihan. “Kita semua harus bersikap lebih dewasa, dalam arti kita harus berikan kesempatan kepada mereka untuk menyelesaikan masalah internnya,”katanya. Sedang pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Nazaruddin Syamsuddin menyatakan pernyataan Presiden Soeharto merupakan peringatan kepada Orsospol dan Ormas. “ltu merupakan aba-aba bagi Orsospol dan Ormas agar jangan menciptakan gangguan yang ditimbulkan secara internal. Sejauh memperingatkan ini akan ditindaklanjuti? Apa sekedar kerisauan saja?,”tanya Nazaruddin. Dikatakan, pernyataan presiden tersebut bukan merupakan kritikan kepada pembina politik tetapi hanya semacam laporan pemerintah kepada masyarakat.
Pengamat politik lainnya dari Ul, Maswadi Rauf menilai pemyataan presiden merupakan keprihatinan.” Karena jelas, yang terjadi di Orsospol dan Ormas merupakan persoalan bangsa dala bentuk mikro,”kata Maswadi. Dijelaskan, apa yang sedang dan akan terjadi di Orsospol dan Ormas akan mempengaruhi politik nasional yang akhirnya menyangkut stabilitas politik.
“Pembina politik harus cepat tanggap meskipun terkadang berada dalam posisi yang sulit. Mau campur tangan di Orsospol dan Ormas, takut diteriaki. Mau diam, dianggap sepi-sepi saja,”ujarnya.
Dikatakan, Mendagri harus segera merumuskan langkah-langkah antara lain dengan mengantisipasi konflik-konflik yang akan terjadi. Misalnya, pembina politik mengundang pihak-pihak Orsospol atau Ormas yang bersengketa kedalam suatu forum konsultasi. Sementara itu, Muhsin Bafadal dari FPP mengatakan, banyak faktor yang mengakibatkan konsolidasi Ormas dan Orsospol terganggu antara lain karena masing masing kelompok yang bertarung sating bersikukuh memperjuangkan kepentingannya. “PPP tidak gembira melihat kegoncangan di PDI dan NU sebab bagaimanapun PDI dan NU asset bangsa,”katanya. Dia mengingatkan agar masing-masing Orsospol dan Ormas lebih mawas diri dari introspeksi sehingga konsolidasi bisa lebih solid. Kalangan DPR selanjutnya mengimbau pemerintah khususnya aparat keamanan agar dapat bersikap adil dalam memberikan izin menyelenggarakan pertemuan. Sehingga tidak timbul kesan terjadi pilih kasih dalam memberikan perizinan. Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia (FPDI), Sabam Sirait mengemukakan hal itu berkaitan dengan pertemuan yang diselenggarakan Abu Hasan yang mengumumkan Koordinasi Pengurus Pusat Nahdlatul Ulama (KPPNU) sebagai tandingan PBNU pimpinan Abdurahman Wahid dan Gerry Mbatemooy yang mengumumkan DPP PDI “resuffle “pimpinan Yusuf Merukh sebagai tandingan DPP PDI pemimpinan Megawati Soekarnoputri. Dia yakin aparat keamanan mengetahui kedua pertemuan tersebut. Dia berharap, jangan sempai pertemuan yang diselenggarakan Abu Hasan dan Gerry Mbatemooy dapat berlangaung tanpa izin sedangkan seminar atau pertemuan para buruh atau mahasiswa yang tidak mengganggu stabilitas dibubarkan.
Sumber:MERDEKA (03/01/1995)
_________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVII (1995), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 19-21.