Jamu Margaret Thatcher, Presiden Soeharto: Dunia Perlu Tatanan yang Lebih Adil[1]
SELASA, 9 APRIL 1985 Perdana Menteri Inggris, Margaret Thatcher, dan suaminya sore ini tiba di Jakarta, dalam rangka kunjungan resmi selama tiga hari. Kedatangan mereka disambut dengan hangat oleh Presiden dan Ibu Soeharto dalam suatu upacara kebesaran militer di pelabuhan udara internasional Halim Perdanakusuma. Kunjungan PM Thatcher ini merupakan suatu kunjungan yang bersejarah, sebab inilah pertama kalinya seorang perdana menteri lnggris mengadakan lawatan ke Indonesia.
Setiba di Istana Merdeka dari pelabuhan udara internasional Halim Perdanakusuma, kedua tamu negara dari Inggris itu melakukan kunjungan mereka ke Wisma Negara.
Pukul 19.45 malam ini, Presiden dan Ibu Soeharto mengadakan jamuan makan malam di Istana Negara untuk menghormat PM Thatcher beserta rombongannya. Selesai santap malam, acara dilanjutkan dengan malam kesenian yang berlangsung hingga hampir tengah malam.
Memberikan sambutan pada acara santap malam tersebut, dalam pidatonya Presiden Soeharto antara lain mengatakan bahwa dunia masih tetap merasakan akibat yang berat dari krisis-krisis ekonomi yang berkepanjangan. Pukulan-pukulannya dirasakan oleh negara-negara industri maju dan lebih-lebih lagi oleh negara-negara yang sedang membangun. Bagi semua bangsa dan negara tampaknya ada kepentingan yang sama, ialah bagaimana menciptakan ekonomi dunia yang stabil dan adil.
Dikatakan oleh Presiden bahwa sumber utama berbagai krisis dan bahaya-bahaya yang mengancam adalah warisan tatanan lama dari hubungan antar bangsa yang tidak dapat lagi menjawab kebutuhan umat manusia dewasa ini. Karena itu sudah tiba waktunya bagi semua bangsa untuk membangun tata hubungan baru yang lebih adil dan lebih menjamin keselamatan bersama baik di lapangan ekonomi, politik maupun keamanan. Semua bangsa yang besar maupun kecil, yang sedang membangun ataupun yang telah maju, yang kaya maupun miskin, perlu bekerjasama bahu membahu sebagai partner yang sederajat dalam mengatasi masalah-masalah bersama yang menyangkut nasib seluruh umat manusia. Ini tentu meminta kemauan politik dan ketetapan hati dari semua pemimpin bangsa-bangsa di dunia.
Demikian antara lain dikatakan Presiden. (AFR)
[1] Dikutip langsung dari buku “Jejak Langkah Pak Harto 16 Maret 1983 – 11 Maret 1988”, hal 310-311. Buku ini ditulis oleh Team Dokumentasi Presiden RI, Editor: G. Dwipayana & Nazarudin Sjamsuddin dan diterbitkan PT. Citra Kharisma Bunda Jakarta Tahun 2003