1988-03-01Sampaikan Pidato Pertanggungjawaban, Presiden Soeharto: Pertumbuhan Kita Tidak Lebih Rendah Dari Rata-Rata Seluruh Negara Berkembang

Sampaikan Pidato Pertanggungjawaban, Presiden Soeharto: Pertumbuhan Kita Tidak Lebih Rendah Dari Rata-Rata Seluruh Negara Berkembang[1]

SELASA, 1 MARET 1988 Pukul 09.05 pagi ini, rapat paripurna ke-5 sidang umum MPR dibuka dengan resmi oleh Ketua MPR, Kharis Suhud. Rapat paripurna yang berlangsung sampai jam 11.30 pagi ini mempunyai acara tunggal, yaitu mendengarkan laporan/pertanggunganjawab Presiden/ Mandaris MPR.

Dalam pidato pertanggunganjawab, Presiden Soeharto mengemukakan bahwa pedoman utama pertanggunganjawabnya selama kurun waktu lima tahun yang lalu adalah arah yang telah ditunjuk oleh GBHN untuk mencapai sasaran-sasaran di berbagai bidang. Oleh karena itu, di bidang politik kita telah mengambil keputusan yang sangat mendasar dalam sidang umum MPR 1983. Putusan itu ialah penegasan kita mengenai Pancasila sebagai satu-satunya asas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang harus dijadikan satu-satunya asas bagi organisasi politik dan kemasyarakatan.

Keputusan itu merupakan bagian yang sangat penting dalam usaha kita untuk meletakkan landasan yang kukuh di bidang politik menjelang tinggal landas dalam Pelita VI nanti. Dalam rangka itu dalam kurun waktu Pelita IV ini kita telah menciptakan kerangka-kerangka landasan dalam mengamalkan kebulatan tekad itu, yang sekaligus mengembangkan kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan Demokrasi Pancasila.

Kemudian dikatakannya bahwa dalam mengembangkan Demokrasi Pancasila, perbedaan pandangan dan saling komuhikasi kita perlukan dalam rangka musyawarah kita yang terus menerus untuk mendapatkan konsensus dalam menentukan arah dan cara-cara yang terbaik menuju cita-cita bersama. Semangat yang demikian itulah terkandung dalam Undang­ undang tentang Partai Politik dan Golongan Karya, Undang-undang tentang Pemilu, Undang-undang tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD, Undang-undang tentang Referendum serta Undang-undang tentang Organisasi Kemasyarakatan yang telah kita lahirkan dalam rangka pelaksanaan Pancasila sebagai satu-satunya asas.

Mengenai bidang pertahanan-keamanan, dikatakan oleh Presiden bahwa selama kurun waktu lima tahun terakhir kita telah meningkatkan kewaspadaan dan kesiagaan nasional atas dasar kesadaran bela negara oleh setiap warganegara, kesatuan dan persatuan nasional, kemanunggalan ABRI dan rakyat, ketangguhan dan kemampuan ABRI sendiri sebagai inti kekuatan dalam pertahanan negara. Kita terus berusaha membangun ABRI yang modern dan ampuh, ABRI yang kecil tetapi mempunyai kekuatan efektif dan mampu didukung oleh keuangan negara. Untuk itu ABRI telah meningkatkan integrasi dan konsolidasi, mengadakan reorganisasi dan inodernisasi peralatan, meningkatkan kemampuan profesiohal dengan terus memperkukuh jiwa prajurit sejati yang ber­ Saptamarga.

Dwifungsi ABRI telah dijalankan dengan rasa tanggungjawab yang besar, sehingga ABRI berhasil mendorong dan menstabilkan perkembangan masyarakat kita kearah pembangunan sebagai pengamalan Pancasila. ABRI telah makin menunjukkan kemampuannya dalam memikul tugas sejarah sebagai kekuatan stabilisator dan dinamisator, sebagai kekuatan yang menjaga dan terus menerus menyegarkan Demokrasi Pancasila. Pelaksanaan Dwifungsi ABRI jelas tidak bertujuan agar banyak anggota ABRI yang bertugas di bidang kekaryaan, melainkan ABRI sebagai kekuatan sosial politik bersama-sama dengan kekuatan-kekuatan politik lainnya berjuang untuk tetap tegaknya dan dalam rangka mengembangkan pelaksanaan Demokrasi Pancasila.

Ditekankan oleh Kepala Negara bahwa selama lima tahun yang lalu, ABRI telah memperkuat kerangka landasan pertahanan-keamanan dan sekaligus juga kerangka landasan dalam pembangunan politik sebagai prasyarat mutlak untuk melanjutkan, meningkatkan dan mensukseskan pembangunan nasional pada umumnya.

Sementara itu, stabilitas nasional yang makin mantap telah memberi dukungan kepada pelaksanaan politik luar negeri kita. GBHN memberi amanat agar pelaksanaan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif kita abdikan kepada kepentingan nasional.

ebih jauh dikatakan Presiden bahwa kita tidak memberi arti yang sempit kepada kepentingan nasional itu. Kepentingan nasional tidak kita pertentangkan dengan kepentingan internasional. Sepadan dengan kemampuan, kita terns berusaha melaksanakan pesan Pembukaan DUD untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Dengan berperan aktif di ASEAN, PBB, Gerakan Non-Blok, dan OKI, kita berusaha memberi sumbangan kepada terwujudnya tata hubungan dunia baru yang lebih menjamin keadilan dan persamaan ,derajat. Kita mengembangkan sikap saling menghormati kedaulatan, saling tidak mencampuri urusan dalam negeri dan mengembangkan kerjasama yang saling menguntungkan untuk pembangunan dan perdamaian abadi.

Dalam bidang ekonomi, dalam kurun waktu lima tahun terakhir ini, kita berada di tengah-tengah perkembangan ekonomi dunia yang serba tidak menentu dan penuh tantangan yang berat. Menghadapi tantangan berat itu kita berusaha sekuat tenaga untuk mengatasinya dan membuat terobosan-terobosan.

Dalam berbagai forum dunia, bersama negara-negara yang sedang membangun lainnya, kita terus menerus mendesak negara-negara industri maju agar menggunakan kemampuan yang memang mereka miliki dan menunjukkan tanggungjawabnya untuk memperbaiki ekonomi dunia demi kebaikan dan keadilan bagi semua. Didalam negeri kita membulatkan tekad dan mengambil langkah-langkah penyesuaian untuk menghadapi kenyataan-kenyataan baru itu. Langkah tersebut sekaligus ditujukan untuk meletakkan landasan yang lebih kukuh dan lebih luas guna memacu pembangunan ekonomi kita.

Langkah itu berupa penjadwalan kembali pelaksanaan sejumlah proyek besar, deregulasi perbankan, pembaharuan sistem perpajakan, devaluasi, penajaman prioritas dalam kegiatan pembangunan serta langkah-langkah deregulasi dan debirokratisasi di bidang perdagangan, arus barang, dan penanaman modal. Dengan kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi sama sekali tidak berarti kita berubah memasuki alam liberalisme. Deregulasi dan debirokratisasi kita lakukan untuk merangsang kreatifitas dan mendorong bangkitnya seluruh kekuatan pembangunan yang ada didalam masyarakat kita, untuk memperluas tanggungjawab bersama dalam pembangunan yang merupakan ciri penting dalam negara kekeluargaan kita.

Berkat lan·gkah-langkah tersebut, maka kemerosotan penerimaan devisa yang disebabkan oleh anjloknya harga minyak bumi, dapat diimbangi dengan meningkatnya penerimaan devisa dari ekspor non-migas, —termasuk meningkatnya penerimaan dari pariwisata— sehingga cadangan devisa kita tetap dalam keadaan cukup kuat. Bahkan dalam tahun 1987 penerimaan devisa yang berasal dari non-migas telah lebih besar dari penerimaan yang berasal dari migas.

Walaupun terasa sangat berat dan tidak dapat sepenuhnya mencapai sasaran, namun perkembangan ekonomi Indonesia tetap mencapai pertumbuhan sejak kita memasuki Repelita IV sampai sekarang. Diperkirakan laju pertumbuhan ekonomi kita akan mencapai rata-rata 3,8% setahun dalam Repelita IV ini. Laju pertumbuhan ekonomi itu masih berada diatas laju pertumbuhan penduduk yang rata-rata sekitar 2,1% setahun. Lagi pula tidak lebih rendah dari laju pertumbuhan rata-rata seluruh negara berkembang.

Pertumbuhan ekonomi itu, meskipun tidak setinggi yang menjadi sasaran yang ditetapkan dalam Repelita IV, telah berkembang kearah keseimbangan struktur ekonomi, ialah struktur ekonomi dengan industri yang bertambah kuat dengan didukung oleh pertanian yang makin tangguh.

Demikian antara lain beberapa pokok penting dari pidato pertanggunganjawab Presiden Soeharto. (AFR)

__________________

[1] Dikutip dari buku “Jejak Langkah Pak Harto 16 Maret 1983 – 11 Maret 1988”, hal 713-718. Buku ini ditulis oleh Team Dokumentasi Presiden RI, Editor: G. Dwipayana & Nazarudin Sjamsuddin dan diterbitkan PT. Citra Kharisma Bunda Jakarta Tahun 2003

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.