1983-05-01 PM Jepang Terkesan Pandangan Presiden Soeharto Soal Tata Ekonomi Internasional Baru

PM Jepang Terkesan Pandangan Presiden Soeharto Soal Tata Ekonomi Internasional Baru[1]

 

MINGGU, 1 MEI 1983 Pukul 10.05 pagi ini, Presiden Soeharto mengadakan pembicaraan dengan Perdana Menteri Jepang, Yasuhiro Nakasone, di Istana Merdeka. Dalam pembicaraan itu Kepala Negara didampingi oleh Menteri Luar Negeri, Mochtar Kusumaatmadja, Menteri/ Sekretaris Negara Sudharmono, dan Duta Besar Indonesia untuk Jepang, Sajidiman. PM Nakasone didampingi oleh Menteri Luar Negeri Sintaro Abe, dan Duta Besar Jepang di Indonesia, Yamasaki.

Hal-hal yang dibicarakan dalam pertemuan itu kemudian terungkap dalam konferensi pers yang diselenggarakan PM Nakasone sore ini di Wisma Negara. Kepala Pemerintahan Jepang ini mengatakan bahwa dalam situasi ekonomi dunia dewasa ini tidak akan ada kemakmuran di Jepang tanpa adanyakemakmuran negara-negaraASEAN dan tidak adakemakmuran negara-negaraASEAN tanpakemakmuran di Indonesia. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya ASEAN pada umumnya, dan Indonesia pada khususnya, dalam kehidupan ekonomi Jepang.

Dikatakannya pula bahwa ia sangat terkesan akan pandangan Presiden Soeharto berkenaan dengan masalah-masalah global, hubungan Utara ­Selatan, General System of Preferential (Sistem Umum Preferensial) dan Tata Ekonomi Internasional Baru. Pandangan-pandangan tersebut akan disampaikannya pada KTT negara-negara industri maju yang direncanakan akan berlangsung di Williamsburg, Virginia, Amerika Serikat, pada bulan Juni mendatang.

Diungkapkannya pula bahwa dalam pembicaraan dengan Presiden Soeharto itu, ia telah menyampaikan kesediaan Jepang untuk memberikan pinjaman untuk tahun fiskal1983 (dalam rangka IGGI) sebesar ¥67,5 miliar (US$281 juta). Ini berarti bahwa dibandingkan dengan tahun sebelumnya, pinjaman Jepang untuk ini meningkat sebesar 6,9%. Selain itu Jepang juga akan memberi bantuan beras sebanyak 140.000 ton. Diakuinya bahwa bantuan ini lebih rendah dari permintaan Indonesia yang sebesar 200.000 ton, tetapi itulah yang dapat diberikan Jepang dalam kondisi ekonominya seperti sekarang ini. Dikemukakannya pula bahwa Jepang akan menghibahkan peralatan sistem monitoring untuk tanda bahaya Gunung Galunggung dengan nilai sebesar ¥300 juta. (AFR)

_________________________

[1] Dikutip langsung dari buku “Jejak Langkah Pak Harto 16 Maret 1983 – 11 Maret 1988”, hal 17-18. Buku ini ditulis oleh Team Dokumentasi Presiden RI, Editor: G. Dwipayana & Nazarudin Sjamsuddin dan diterbitkan PT. Citra Kharisma Bunda Jakarta Tahun 2003

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.