Tak Dibenarkan Oleh Al Quran

Talun Blitar, 14 Juni 1998

Kepada

Yth. Bapak Soeharto

Mantan Presiden RI

di Jakarta

TAK DIBENARKAN OLEH AL QURAN [1]

Assalamu’alaikum wr. wb.

Saya anak yatim veteran Pejuang Kemerdekaan RI, kelahiran Rappang Sul-Sel. Pada tahun 1996 saya Ketua Penggerak massa HMI menyelesaikan study di FK Unair Surabaya. Dulu pernah mengirim surat kepada Bapak dengan isi surat positip bagi Bapak yaitu sebelum meresmikan Masjid Fatimah di Yogya.

Saya menyatakan dengan sungguh-sungguh bahwa saya bersama tak terhitung jumlahnya berada di Medan perjuangan mengcounter Amien Rais, karena tidak ada alasan yang jelas dalam Al Quran dan Hadits untuk menjatuhkan, menghujat Bapak.

Tampaknya, saya telah mengadakan gerakan spesifik di seluruh Jatim termasuk di Madura, Sulsel, dan Jakarta.

Empat putra saya yang mahasiswa, semuanya berani bergerak menjaga nama baik Bapak. Bukan karena Sara, tapi jiwa Bugis tidak munafik. Saya memang pengagum Bapak Soeharto, saya pun bersama sekian banyak teman mendukung BJ. Habibie sebagai Presiden dan Wiranto Letjen TNI Menhankam/Pangab Rl. Sebetulnya, hanya orang – ­orang yang mempunyai kepentingan politik, yang menghendaki Bapak turun dari Jabatan Presiden, sedangkan rakyat sebetulnya tidak tahu menahu. Sedangkan mahasiswa didorong oleh para dosen. Tidak seluruh mahasiswa menghendaki kejadian tersebut.

Dan kini mahasiswa, secara bertahap anti penghujat. Saya dan mahasiswa akan memotivasi mahasiswa tanpa melalui ceramah, tapi dengan cara khusus.

Pada umumnya, NU di Jatim kompak. Sebagai pengendali kekuatan agar tidak seenaknya berbuat.

Dan pada akhirnya Bapak selamat dan dihargai. Tentu, kami tak lepas dengan doa kepada Allah Swt, kalau Mbak Tutut, bersedia mengirim saya, saya lebih sukses bergerak tanpa menimbulkan kerusakan bangsa, karena cara khusus. Alamat saya jelas dan dapat dikatakan hampir semua orang Blitar mengenal saya (dokter dengan ciri khusus, merakyat) sudah menyatu dengan orang Jawa.

Setiap pagi dan sore saya praktek dokter melayani Pasien dan mempengaruhi pasien agar menghargai Bapak dan tidak ikut arus. Belum pernah ada yang menantang pendapat saya. Kalau saya cerita terowongan Mina, dan masjid-masjid yang dibangun dari Dana Yayasan Muslim Bhakti Pancasila, semua orang beriman: Kagum kepada Bapak. Oh ya, jika Bapak ingin lebih mengetahui tentang saya, dapat ditanyakan Bapak Toha Wijaya (asal Kunir Sragen Blitar). Beliau juga pernah menjadi pasien saya.

Saya juga banyak menulis dan diedarkan tentang Nepotisme, bahwa Nepotisme harus ada kriterianya, harus ada Nepotisme absolut dan relatif. Misalnya: Jalan Tol, itu harus dimasukkan ke dalam kriteria Nepotisme Relatif, di mana Mbak Tutut dibenarkan.

Pada kenyataannya masyarakat dapat memaklumi pendapat kami, jelasnya, saya membela Mbak Tutut.

Apa yang disampaikan ini adalah, sesuai dengan hati nurani kami sebagai Muslim. Semoga Allah Swt tetap melindungi kita semua. (DTS)

Wassalam

Dr. H. Abdul Latief MS.

Blitar – Jawa Timur

[1]       Dikutip langsung dari dalam sebuah buku berjudul “Empati di Tengah Badai: Kumpulan Surat Kepada Pak Harto 21 Mei – 31 Desember 1998”, (Jakarta: Kharisma, 1999), hal 258-259. Surat ini merupakan salah satu dari 1074 surat  yang dikirim masyarakat Indonesia dari berbagai pelosok, bahkan luar negeri, antara tanggal 21 Mei – 31 Desember 1998, yang menyatakan simpati setelah mendengar Pak Harto mengundurkan diri. Surat-surat tersebut dikumpulkan dan dibukukan oleh Letkol Anton Tabah.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.