Sebaiknya Bapak Diam Saja

Pandaan, 21 September 1998

Kepada

Yth. Bapak H. M. Soeharto

di Tempat

SEBAIKNYA BAPAK DIAM SAJA [1]

Saya mohon maaf atas kelancangan dan keberadaan diri saya, untuk mengirimkan coretan – coretan kegundahan ini. Melalui celoteh – celoteh berikut saya hanya mengungkapkan rasa simpati dan segala bentuk pikiran, sudilah Bapak membacanya …!

Namun tidak perlu khawatir dan cemas seluruh ungkapan saya ini jauh dari sentuhan politik dan muatan-muatannya, karena saya hanya seorang pengangguran, tidak punya massa dan tidak mempunyai partai.

Bapak Soeharto,

Meskipun saya tinggal jauh (Kec. Pandaan, Kab. Pasuruan – Jatim) dari jangkauan tangan – tangan kotor politik, namun saya sedikit tahu dari pemberitahuan koran dan TV. Semenjak Bapak turun dari kursi kepresidenan… Semua orang… baik yang dulunya patuh, setia, tunduk sesuai petunjuk dan bahkan siap sedia menjilat kaki Bapak atau bahkan menyembah Bapak… kenyataannya sekarang… mereka mencampakkan Bapak dan bahkan mencaci maki, menghujat dan terkadang fitnah seolah mereka siap “mengkubur” Bapak hidup – hidup. Terus terang… sungguh munafik dan naifkah mereka…?!

Saya saja yang orang awam, tidak berpredikat sarjana dapat menilai mereka. Dan yang menambah heran saya adalah para tokoh yang dengan pikiran licik dan terkesan angkuh … ikut – ikutan menghujat Bapak. Pak .., yakinlah orang – orang di belakang Bapak masih ada … dan yang terpenting Allah Swt tetap Yang Maha Kuasa ..!

Orang-orang di sekitar Bapak dihabisi satu persatu …! Termasuk Letjen Prabowo dan seluruh anggota dan kerabat keluarga Cendana. Seluruh usaha yang berkaitan dengan Cendana,… itu KKN. Orang yang sedikit berpihak ke Bapak… disebut anti Reformasi dan pro status quo …! itulah cara -cara orang yang ingin menghabisi Bapak.! Meskipun mereka sendiri tidak ikut di dalam lingkaran kekuasaan Panas setahun dihapus hujan sehari … itulah ungkapan di antaranya…! Pak mungkin hari -hari ini dan hari- hari ke depan … ketabahan dan kesabaran Bapak masih teruji … malah tambah berat … Basmalah saja …! Mungkin surat ini datang bersamaan dengan sedang berlangsungnya pemeriksaan harta Bapak oleh pemerintah …! Entah cara apa lagi yang akan ditempuh …!

Saya semakin bersimpati tatkala membaca di koran bahwa Bapak tidak akan menuntut balik para penghujat…! Syukur Alhamdulillah …! Sungguh ironi dan menyedihkan …! Setelah kekuatan yang berhasil memaksa turun Bapak dari kepresidenan … keadaan tambah kacau. Di mana sebelumnya ada satu kekuatan besar untuk mengganti Bapak dengan harapan menjadi lebih baik … namun yang terjadi … kekuatan itu terpecah … saling berebut kursi yang Bapak tinggalkan. Dan bahkan ada beberapa yang menyatakan “Saya siap jadi Presiden, dengan berbagai dalih dan alasan yang sungguh memuakkan … disiarkan di seluruh TV… Astaghfirullah … ternyata ini yang mereka perebutkan ..! Pak ijinkanlah saya untuk mengutarakan saran – saran kepada Bapak … namun maaf… saya bukan menggurui dan sok benar …!

  1. Sebaiknya Bapak tetap diam saja, karena Bapak kalau setiap ada hujatan selalu ditepis, saya khawatir itu taktik. Bapak tetap bersifat/ bertindak mengalah. Mengalah bukan berarti kalah, karena ini bukan pertandingan. Sanggahan yang bersumber dari Bapak (keluarga Cendana) pasti dianggap bohong …! Itu terbukti setelah penampilan Bapak di TPI. Semakin banyak tepisan dari keluarga Cendana, mereka malah bersorak girang karena api yang berusaha mereka sulut mulai menyala. Kecuali kalau ada instansi resmi, legal meminta penjelasan Bapak. Yang malah menambah saya heran mereka selalu berkata “Demi Rakyat”, demi masyarakat Mungkin ungkapan Jend. (Purn) Hartono pantas dikemukakan Rakyat yang mana mereka wakili …?! Lha Wong masyarakat itu yang penting sembako lancar dan harganya terjangkau pasti aman – aman saja… tak perduli presidennya siapa…?!
  2. Kalaupun Bapak dan keluarga terbukti kebenarannya, sebaiknya, Bapak tidak menuntut balik dalam bentuk apapun.
  3. Ini kemungkinan terburuk, misalnya Bapak menjadi korban kebijakan Politik, pihak keluarga jangan sampai ikut-ikutan menghujat baik sekarang, besok atau di masa-masa mendatang.

Itulah beberapa saran, mungkin kurang berkenan … saya mohon maaf …! Sekali lagi … bukan ada sikap menggurui Bapak …! Dan bukan pula saran dan tulisan ini mempunyai muatan politik …! Namun andaikata … saya orang yang mempunyai pengaruh … saya berusaha ikut meredam semua fitnah yang diperuntukkan untuk Bapak … yach … mungkin cuman khayalan rakyat kecil …!

Yakinlah … masih ada orang-orang yang bersimpati, namun khawatir distempel anti reformasi, maka mereka diam …!

Semua ini pasti ada hikmahnya …! Dan masih banyak orang-orang yang lebih susah …!

Semoga Allah selalu melindungi orang – orang yang sabar dan benar… Amien … ya … robbal’alamin ….

Dan kepada Bapak Yohanes Yacob … selamat berjuang … kami hanya dapat mengiringi usaha Bapak dengan do’a … ungkaplah yang benar itu memang benar adanya … namun jauhkan dari sifat balas dendam …!

Sekali lagi mohon maaf dan terima kasih …!

Semoga pula Allah selalu memberi kekuatan lahir dan batin .., Amien …. (DTS)

Dedi Hermawan

Pasuruan – Jatim

[1]       Dikutip langsung dari dalam sebuah buku berjudul “Empati di Tengah Badai: Kumpulan Surat Kepada Pak Harto 21 Mei – 31 Desember 1998”, (Jakarta: Kharisma, 1999), hal 345-347. Surat ini merupakan salah satu dari 1074 surat  yang dikirim masyarakat Indonesia dari berbagai pelosok, bahkan luar negeri, antara tanggal 21 Mei – 31 Desember 1998, yang menyatakan simpati setelah mendengar Pak Harto mengundurkan diri. Surat-surat tersebut dikumpulkan dan dibukukan oleh Letkol Anton Tabah.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.