Semarang, 15 Juni 1998
Kepada
Yth. Bapak H. M. Soeharto
di Tempat
TOKOH IDOLA [1]
Dengan hormat,
Kami pengagum Bapak sejak di SLTA. Akhir-akhir ini kami merasa sedih, bingung tidak bisa berbuat apa-apa. Seolah-olah semua orang sudah membenci Bapak, padahal tidak demikian kenyataannya.
Kebetulan kami anggota Rotary Club Semarang Kunthi, juga beberapa organisasi sosial lainnya, ternyata masih banyak, bahkan sangat banyak orang yang masih hormat, masih mengagumi Bapak dan merasa kasihan Bapak dan keluarga.
Satu (1) jam sebelum pengumuman Bapak berhenti menjadi Presiden tanggal 21 Mei 1998, kami sudah di depan TV, karena kami kebetulan sudah dapat berita dari teman-teman. Rasanya tidak percaya, sedih. Kami menangis mendengar keputusan yang Bapak ambil.
Kami ingat dulu sewaktu masih di SLTA, kemudian masuk FISIP Undip, kemudian litsus menjadi PNS. Bahkan pada waktu S-2 di UGM tahun 1991, Program Pengkajian Ketahanan Nasional harus melewati litsus. Kami tidak berubah, bahwa tokoh idola kami adalah Presiden RI Bapak Soeharto. Barangkali nanti kami ada kesempatan untuk melanjutkan S-3, kami tidak akan berubah sesudahnya ditanya siapa tokoh idola kami. Kami juga mempunyai koleksi yang cukup lengkap tentang buku-buku Biograf Bapak, yang ditulis oleh beberapa penulis.
Kami menulis surat ini tidak mempunyai maksud-maksud tertentu, kecuali hanya ingin menyampaikan pada Bapak, bahwa kami terus berdo’a semoga Bapak tabah menghadapi semua ini dan tetap sehat.
Selamat Ulang Tahun tanggal 8 Juni 1998 yang lalu, semoga Bapak panjang umur. Amiin
Mohon maaf apabila ada kata-kata yang tidak berkenan. (DTS)
Maturnuwun.
Hormat kami,
Ny. Dra. Generoosa Goenarsi S. Smi
Jawa Tengah
[1] Dikutip langsung dari dalam sebuah buku berjudul “Empati di Tengah Badai: Kumpulan Surat Kepada Pak Harto 21 Mei – 31 Desember 1998”, (Jakarta: Kharisma, 1999), hal 389-390. Surat ini merupakan salah satu dari 1074 surat yang dikirim masyarakat Indonesia dari berbagai pelosok, bahkan luar negeri, antara tanggal 21 Mei – 31 Desember 1998, yang menyatakan simpati setelah mendengar Pak Harto mengundurkan diri. Surat-surat tersebut dikumpulkan dan dibukukan oleh Letkol Anton Tabah.