Jakarta, 26 Juni 1998
Kepada
Yth. Bapak H. M. Soeharto
Jl. Cendana No. 10
Jakarta Pusat
KECEWA TERHADAP BUNGLON [1]
Assalamu’alaikum wr. wb.
Bapak Soeharto yang saya hormati, saya adalah salah satu warga negara Indonesia yang sangat menghormati dan mengagumi Bapak. Dalam surat ini saya tidak bermaksud dan bertujuan apa-apa, saya cuma ingin mengungkapkan kata hati, pikiran dan perasaan.
Saya cuma ingin menyampaikan harapan saya agar Bapak dan keluarga tabah serta ikhlas menghadapi cobaan dari Allah Swt. Biarlah mereka menghujat dan melupakan jasa-jasa Bapak selama ini, biarkan mereka cuma menilai Bapak dari segi negatifnya saja. Saya berharap Bapak dan keluarga tabah dan ikhlas menerimanya, dekatnya diri kepadaNya dan jaga kondisi Bapak jangan sampai sakit. Ingin saya keluarkan semua pikiran dan perkataan hati saya tentang Bapak dan Keluarga, tapi saya belum sanggup, saya benar-benar kecewa terhadap orang-orang yang melecehkan Bapak dan telah berubah menjadi bunglon.
Saya sering berdebat dengan teman-teman masalah Bapak dan keluarga. Saya dianggap sok loyalitas, bukan mahasiswa dan sebagainya, dan sebagainya. Tapi saya berpendirian bahwa Bapak pemimpin sejati yang semestinya dapat loyalitas, rasa hormat dari rakyat dan bukan malah penghujatan.
Saya bukan penjilat, tapi ini benar-benar kata hati nurani saya. 32 tahun Bapak mengorbankan jiwa, pikiran dan tenaga demi kemajuan dan kesejahteraan bangsa dan rakyat Indonesia, tapi tak pernah dilihat dari sisi positifnya, tidak dapat disadari bahwa manusia tidak ada yang sempurna.
Saya hanya bisa berdo’a kepada Allah Swt, semoga Bapak dan keluarga diberi ketabahan, kesehatan, kekuatan iman. Amin. (DTS)
Hormat saya,
Iis/Wiwik Ismuharti
Setiabudi – Jakarta Selatan
[1] Dikutip langsung dari dalam sebuah buku berjudul “Empati di Tengah Badai: Kumpulan Surat Kepada Pak Harto 21 Mei – 31 Desember 1998”, (Jakarta: Kharisma, 1999), hal 423-424. Surat ini merupakan salah satu dari 1074 surat yang dikirim masyarakat Indonesia dari berbagai pelosok, bahkan luar negeri, antara tanggal 21 Mei – 31 Desember 1998, yang menyatakan simpati setelah mendengar Pak Harto mengundurkan diri. Surat-surat tersebut dikumpulkan dan dibukukan oleh Letkol Anton Tabah.