Surabaya, 10 Juni 1998
Kepada
Yth. Bapak Soeharto
di Jakarta
BAPAK MENGHINDARI PERTUMPAHAN DARAH [1]
Yang terhormat Bapak Soeharto, Pertama-tama kami mohon maaf sebesar-besarnya untuk memberanikan diri menulis surat kepada bapak, hal tersebut tergerak dari hati nurani seorang Ibu dan istri R. Soegito (Jabatan terakhir Wadanjen Kodikal, Bumimoro, Surabaya).
Kami sekeluarga ingin menghaturkan selamat hari Ulang Tahun Bapak yang ke-77, semoga Bapak dikarunia kesehatan, kebahagiaan di tengah-tengah keluarga serta panjang usia dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa – Amiien.
Mengenai pengunduran diri dari jabatan Bapak, kami menganggap hal tersebut adalah tindakan yang sangat arif dan bijaksana, yang tentunya atas dasar pertimbangan cinta pada rakyat, nusa dan bangsa, untuk menghindari pertumpahan darah yang berlebihan.
Sebagai keluarga ABRI kami merasa sedih dengan pengunduran diri Bapak, mengingat tidak sedikit jasa Bapak, terutama dalam membebaskan rakyat dari kejahatan PKI sekaligus menumpasnya selain juga keberhasilan Bapak membawa rakyat Indonesia ke forum Internasional.
Kami sekali lagi mendoakan agar Bapak dapat menikmati sisa hidup sebagai rakyat biasa di antara putra-putri, cucu dan cicit. Cucu kami, Admiraldi Mahardika Putra akan berusia 5 tahun pada tanggal 17 Agustus 1998, y.a.d., sangat suka dan ingin sekali berkenalan dengan cucu bapak yang bernama Mas Wira, yang postur tubuh serta wajahnya ada kemiripannya. (DTS)
Hormat kami,
a.n. keluarga
Ny. E. Soehartini Soegito
Surabaya
[1] Dikutip langsung dari dalam sebuah buku berjudul “Empati di Tengah Badai: Kumpulan Surat Kepada Pak Harto 21 Mei – 31 Desember 1998”, (Jakarta: Kharisma, 1999), hal 588. Surat ini merupakan salah satu dari 1074 surat yang dikirim masyarakat Indonesia dari berbagai pelosok, bahkan luar negeri, antara tanggal 21 Mei – 31 Desember 1998, yang menyatakan simpati setelah mendengar Pak Harto mengundurkan diri. Surat-surat tersebut dikumpulkan dan dibukukan oleh Letkol Anton Tabah.