Eromoko, 24 Juli 1998
Kepada
Yth. Bapak H.M. Soeharto
di Kediaman Cendana
BAPAK TIDAK SEPERTI ITU [1]
Dengan hormat,
Sebelumnya saya mohon ampun, yang mana saya hanya rakyat kecil “kumowantun” berkirim surat kepada Bapak Soeharto. Bapak Soeharto yang terhormat, saya ikut prihatin dan tidak rela atas berbagai tuduhan yang ditujukan pada Bapak.
Saya percaya bahwa bukan seperti itu pribadi Bapak. Biarpun cuma dari layar kaca televisi, saya bisa melihat dan merasakan betapa ramah tamah, memperhatikan rakyat kecil, arif bijaksana, dan tidak membedakan rakyat kelas bawah dan kelas atas yang terpancar pada diri Bapak Soeharto.
Betapa kagumnya saya sewaktu mendengar berita bahwa Bapak Soeharto menolak atau menunda pemberian tanda jasa bagi Presiden yang sudah purnakarya, yang bila realisasi akan diperuntukkan bagi petani yang memerlukan.
Saya juga percaya, hal tersebut timbul dengan tulus dari hati nurani Bapak yang paling dalam.
Saya, sekali lagi, minta maaf yang sebesar-besarnya. Amin. (DTS)
Hormat saya,
Sri Suyarti
Jawa Tengah
[1] Dikutip langsung dari dalam sebuah buku berjudul “Empati di Tengah Badai: Kumpulan Surat Kepada Pak Harto 21 Mei – 31 Desember 1998”, (Jakarta: Kharisma, 1999), hal 613. Surat ini merupakan salah satu dari 1074 surat yang dikirim masyarakat Indonesia dari berbagai pelosok, bahkan luar negeri, antara tanggal 21 Mei – 31 Desember 1998, yang menyatakan simpati setelah mendengar Pak Harto mengundurkan diri. Surat-surat tersebut dikumpulkan dan dibukukan oleh Letkol Anton Tabah.