DR. HATTA TJENDERUNG 2 PARTAI DI DPR
- Satu Menundjang Pemerintah Satu Oposisi. [1]
Djakarta, Nusantara
Bekas Wk. Presiden Dr. Mohd. Hatta mendjawab pertanjaan “SH” hari Senin apakah perlu atau tidak kedudukan Ketua MPR jang tetap, mengatakan bahwa mengenai hal tersebut sebaik2nja kita berpegang kepada kebiasaan jang sudah dipakai dimasa RI pertama, setelah proklamasi kemerdekaan.
Diwaktu itu, kata Dr. Hatta, belum ada DPR dan MPR jang dipilih rakjat menurut UUD-45. Sebagai penggantinja ada KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) dan Badan Pekerdja. Kedua Badan ini boleh dikatakan kerdjanja sama dengan MPR (S) DAN DPR. Kedua2nja pimpinan serupa.
Ketua Badan pekerdja mendjadi Ketua KNIP tiap kali KNIP berapat, Mr. Asaat jg mendjadi Ketua Badan Pekerdja, dimana perlu mengundang sidang KNIP dan memimpin sidangnja ini kentara sekali pada sidang KNIP di Malang pada bulan Maret 1947 waktu membitjarakan Peraturan Presiden No.6 untuk melengkapkan dan menjesuaikan djumlah anggotanja dengan keadaan masjarakat diwaktu itu. Ternjata pula waktu mengesahkan hasil KMB’ 49 kata Hatta.
Ia menegaskan, tidak perlu dua matjam pimpinan, karena tugas MPR memang luas tetapi tidak banjak. Tugasnja jang terutama ialah memilih Presiden dan Wakil Presiden dan menetapkan garis2 besar dari pd haluan negara, sekali 5 thn.
Kerdjanja berat pula apa bila UUD harus dirubah ini djarang terdjadi selama kita berpegang teguh pada UUD’ 45.
Garis2 besar dari pada haluan negara dapaat ditetapkan sesudah MPR dipilih dan berapat beberapa minggu ber-turut2, karena Rentjana 5 Tahun sudah disiapkan lebih dahulu oleh Bappenas dengan kerdjasama jang erat dengan Pemerintah.
Rapat terpisah antara DPR dan MPR mengenai suatu hal jang penting tidak akan pernah terjadi, karena DPR adalah bagian dari pada MPR, Sebab itu, kata Hatta, kebiasaan jang berlaku dengan Badan Pekerdja dan KNIP diteruskan sadja mendjadi tradisi.
Pengelompokan Fraksi2
Mengenai gagasan Presiden Soeharto pengelompokan fraksi dalam DPR jaitu fraksi2 materieel speritueel, fraksi speritueel-materieel, Fraksi Golkar dan Fraksi ABRI serta pendapat Aspri Presiden Majdjen Ali Murtopo tentang 2 partai di Indonesia, berkata Dr. Hatta bahwa sudah sedjak semula kita ingin djangan terlalu banjak partai dalam negara kita.
Ditandaskannja, sudah sedjak dahulu banjak diantara pemimpin2 Indonesia jang menginginkan hanja dua partai sadja dalam DPR. Satu partai jang memerintah, satu partai oposisi. Djalan mengurangkan partai dalam DPR dan mentjegah berpetjah2 dan berantakan ialah mengambil stelsel pemilihan jang terkenal dalam Hukum Tatanegara dengan istilah Inggris: “Simple Majority System” jaitu negara misalnja dibagi dalam daerah2 pemilihan misalnja 250 daerah atau 400 daerah. Tiap2 daerah memilih wakilnja kedalam DPR Pusat.
Partai atau golongan jang terbanjak mendapat suara pada daerah itu, sekalipun kurang dari separoh dari segala suara daerah itu, tjalon partai atau golongan itulah jang mendjadi wakil daerah itu kedalam Parlemen. Saja sudah berkali2 mengemukakan pendapat ini, tetapi banjak partai atau golongan jang tidak mau menerimanja, Partai2 ketjil takut kena sapu oleh sipemilih kata Dr. Hatta.
Presiden Soeharto ingin mengatasi djumlah partai dalam DPR sampai 4, jaitu seperti jg disebutkannja materiil – spirituil, spiritual – materil, ABRI dan Golkar. Saja belurn mengerti perbedaan antara golongan materil-spirituil dan golongan spiritual – materil, kata Hatta. Tetapi keinginan Presiden Soeharto ialah mengurangi djumlah partai dalam DPR sampai 4.
Sebagai keinginan sudah njata. Tetapi bagaimana melaksanakannja? Sebagai perintah halus dari atas atau dengan desakan ? Itu bertentangan dengan demokrasi sedangkan demokrasi kita belum tumbuh katanja.
Ditambahkan, bahwa pada permulaan kemerdekaan RI, kita mempunjai hanja lima atau enam partai, jaitu Masjumi (Partai Islam), Partai Protestan, Partai Katolik, PNI, Partai Sosialis dan Partai Murba. Tetapi sektarismen meradjalela dalam partai2 dan achirnja kebanjakan, berantakan. (DTS)
Sumber: NUSANTARA (06/10/1971)
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku II (1968-1971), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 763-765.