PERINGATAN KERAS PRESIDEN [1]
Jakarta, Kompas
Presiden Soeharto dengan keras memperingati pihak-pihak yang secara sadar maupun tidak berusaha mengecilkan arti Pemilu 1977. Misalnya usaha-usaha untuk menghambat selesainya penghitungan suara yang kini secara resmi sedang berlangsung.
Peringatan Mandataris MPR itu dikeluarkan Senin siang setelah tiga jam lebih mengadakan pertemuan dengan pimpinan teras Hankam di Bina Graha. Mereka adalah Menhankam/Pangab, Wapangab, KSAU dan Deputy, KSAL dan Deputy, KSAD dan Deputy, Kapolri dan Deputy, Kapolri dan Deputy kas Kopkamtib, Kas Administrasi Hankam Pangkowilhan, I sampai IV dan Pangdam/Laksusda V, VI, VII, VIII, dan XVI, yang semuanya termasuk Kowilham II (Jawa &Nusa tenggara)
Pertemuan itu dihadiri pula oleh Mensesneg beserta Asisten khususnya dan Sekretaris Militer Presiden. Dalam pengumuman yang disiarkan Mensesneg Sudharmono seusai pertemuan, dikemukakan bahwa Presiden perlu memperingatkan hal itu, sehubungan adanya berbagai fakta yang memungkillkan terjadinya hambatan suksesnya Pemilu.
Ia memberi contoh adanya tuntutan-tuntutan keras mengenai formulir CA-1, serta adanya penarikan wakil-wakil suatu peserta Pemilu 1977 dari PPP, ditambah adanya instruksi yang melarang para wakil peserta tertentu untukmenandatangani berita acara. Yang dimaksudnya itu adalah sikap PPP di Jatim dan Jateng.
Menurut Sudharmono, Presiden menyerukan
“hendaknya kita bertumbuh dewasa dan tetap waspada terhadap masih adanya unsur atau aspirasi-aspirasi yang tidak menginginkan pelaksanaan Pemilu acara murni dan konsekwen serta sesuai UUD 45.” Sebagai contoh ditunjukan sisa-sisa G30S/PKI, Gerakan Sawito, Komando Jihad dan sebagainya.
Bukan Untuk Menutupi
Presiden mengeluarkan peringatan tersebut setelah mendengar langsung laporan-laporan keempat Pangkowilham II. Laporan itu dipakai Presiden untuk menentukan apakah Pemilu dilaksanakan sesuai peraturannya, ataukah sebaliknya.
Mensesneg mengemukakan, Presiden mengingatkan lagi bahwa Pemilu sebagai salah satu sarana pembangunan politik bukanlah mempakan barang ”yang sekali jadi”, melainkan melalui proses panjang untuk mencapai kesempurnaannya.
Presiden mengajak semua pihak untuk tidak tems-menerus membesar-besarkan kekurangan atau kekhilafan-kekhilafan yang terjadi dalam pelaksanaan Pemilu yang baru lalu.
“Sebab usaha-usaha semacam itu, apalagi yang dilakukan secara sadar dan sistimatis, bukan saja dapat diartikan tidak menghendaki suksesnya Pemilu. Tapi juga menghalangi kelancaran Pemilu dan dapat mengganggu stabilitas nasional serta kelancaran pembangunan”.
Mensesneg Sudharmono berdasarkan laporan Kopkamtib menyebutkan PPP tercatat melakukan 103 pelanggaran PDI 38 kali, Golkar 22 kali, oknum petugas 15 kali dan dalam 25 kasus lainnya belum diketahui siapa pelanggarnya.
Kasus-kasus itu adalah ”yang selektif’ artinya yang cukup besar sifatnya seperti teror, mencederai orang dan sebagainya. Tanpa menjelaskan lebihjauh mengapa jumlah pelanggaran oleh oknum petugas begitu kecil dibanding laporan-laporan gencar yang disiarkan sementara kontestan Pemilu, Sudharmono mengatakan:
Presiden memerintahkan kasus-kasus itu agar diselesaikan secepat-cepatnya.
Presiden berpendapat, jika disana-sini masih terjadi ketidak sempurnaan dalam pelaksanaan Pemilu 1977, hendaknya dijadikan pelajaran Pemilu-Pemilu mendatang.
Bersatu dan Saling Memaafkan
Menurut Menseneg Sudharmono, Presiden dalam hari-hari mendatang akan berpidato langsung kepada rakyat melalui TV dan Radio khusus untuk mengemukakan penilaiannya mengenai pelaksanaan Pemilu 1977.
Kepada semua pihak, Presiden menyerukan untuk bersama melihat kedepan dan tetap memelihara persatuan serta kesatuan guna kelancaran pembangunan bersama serta mengejar segala ketinggalan.
Kepada semua pihak ia mengajak untuk
“saling memaafkan, bertobat dan mohon ampun kepada Tuhan” atas segala kekhilafan dan tersinggungnya pihak yang satu oleh pihak yang lain selama masa Pemilu yang lalu.
Final
Menjawab pertanyaan apakah Presiden bahwa Pemilu 1977 telah berjalan baik, sehingga hasil-hasilnya sah, sudah merupakan ”penilaian final Mandataris”, Mensesneg menjawab; “dapat dikatakan demikian”.
Ditanya apakah Presiden melihat timbulnya keretakan dalam persatuan dan kesatuan bangsa akibat Pemilu 1977, Sudharmono mengatakan:
“yang penting janganlah keadaan makin meruncing dan panas tapi harus segera didinginkan dan direm.”
“Kita menilai keadaan ‘Panas’ itu belum terhenti, padahal mestinya sudah berhenti karena Pemilu toh telah berakhir”.
Menyinggung mengapa sementara kontestan sampai sekarang masih gigih menuntut pengulangan penghitungan dan sebagainya, ia berpendapat : jika menuntut seharusnya sejak dulu sewaktu penghitungan pada TPS tapi nyatanya merekapun ikut menandatangani hasil-hasil pada TPS.
Sudharmono tidak bersedia mengungkapkan, bagaimana jika peringatan keras Presiden itu tidak dihiraukan dan sementara peserta masih terus mengajukan tuntutan, tapi ia mengatakan kalau hal itu terus-menerus dilakukan maka itikad baik pihak yang bersangkutan dapat diartikan “Tidak baik” dan dapat dipertanyakan.
Sekalipun demikian, Sudharmono mengemukakan :
Jika memang terjadi pelanggaran maka laporan secara semestinya secara jelas kepada pihak-pihak yang berwenang. Koranpun boleh memuat terjadinya pelanggaran asal benar dan jelas, sebab itu akan berarti kontrol sosial juga, kata Sudharmono. (DTS)
Sumber: KOMPAS (31/05/1977)
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku IV (1976-1978), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 327-329.