TAJUK RENCANA : MENGATASI JURANG PEMISAH

TAJUK RENCANA :

MENGATASI JURANG PEMISAH

 

 

 

Ketika menerima surat kepercayaan Duta besar Republik Arab Yaman dan Duta besar kerajaan Maroko untuk Indonesia, Rabu lalu untuk kesekian kalinya Presiden Soeharto mengingatkan bahwa dunia pasti akan tetap penuh dengan kerawanan selama jurang pemisah antara negara-negara industri maju dan negara-negara berkembang belum juga terjembatani.

Untuk itu, perlu ditingkatkan kerja sama antar negara guna membangun tata ekonomi dunia baru yang membuka kesempatan bagi semua negara untuk membangun dalam suasana yang penuh keadilan dunia, kata Presiden.

Perlu dibangunnya tata ekonomi dunia baru telah diperjuangkan negara-negara berkembang sejak beberapa dasawarsa yang lalu.

Perjuangan ini kemudian berhasil dengan keluarnya resolusi PSB yang menganjurkan agar negara-negara industri maju menyediakan satu persen dari pendapatan nasionalnya untuk membantu negara berkembang.

Cukup banyak negara industri maju yang mengambil langkah konkret untuk memenuhi anjuran itu. Tetapi, sebegitu jauh belum satu negara pun di antaranya yang memberi bantuan sesuai dengan jumlah yang dianjurkan. Namun, dengan jujur harus diakui bantuan itu, sedikit banyak, telah memungkinkan negara berkembang merintis jalan ke arah kemajuan.

Tetapi, apa yang dirintis itu tampaknya belum membuka peluang yang berkepastian untuk memperkecil jurang pemisah yang disinggung Presiden tadi.

Bahkan, kenyataan membuktikan jurang itu justru makin lebar ditinjau dari sudut struktur ekonomi. Walaupun bersamaan dengan itu harus diakui pula, ditinjau dari sudut peningkatan pendapatan nasional negara berkembang, sedikit banyak mengalami kemajuan.

Dalam kaitan itulah pembangunan tata ekonomi dunia baru yang pada hakikatnya berintikan pembaruan struktural, tampaknya merupakan pilihan yang tidak bisa dielakkan bila jurang pemisah antara negara industri maju dan negara berkembang benar-benar ingin dijembatani.

Tetapi, dengan berkecamuknya resesi serta dampaknya yang hingga sekarang masih menimbulkan kelumpuhan ekonomi terutama di negara­negara berkembang, kemungkinan untuk membarui struktur sebagai syarat bagi terciptanya tata ekonomi dunia baru tampaknya makin menciut dengan berkecamuknya perang proteksi.

Negara-negara maju tampil dengan dua wajah di satu pihak menuntut dihapuskannya proteksi, sedang di pihak lain mengambil langkah-langkah berselimut yang justru memperkuat proteksi. Jadilah negara-negara berkembang ibarat kata pepatah Gajah yang bertarung, pelanduk mati terinjak-injak.

Dengan latar fenomena yang demikian itu, agaknya bagi negara-negara berkembang tidak ada pilihan lain agar lebih menggantungkan diri kepada kekuatan sendiri dengan lebih meningkatkan kerja sama.

Pengalaman dengan dampak resesi mestinya lebih membuka mata negara-negara berkembang bahwa tanpa ditingkatkannya kerja sama pembaruan struktur guna menciptakan tata ekonomi baru yang lebih adil tidak akan pernah menjadi kenyataan.

Sebab, eratnya kerja sama antarnegara berkembang merupakan modal utama yang memungkinkan terselenggaranya kerja sama yang lebih adil antara negara berkembang dengan negara industri maju.

Dalam hal ini, pengalaman dengan OPEC, misalnya, merupakan salah satu contoh yang sangat memprihatinkan. (RA)

 

 

Jakarta, Suara Karya

Sumber : SUARAKARYA (04/07/1986)

 

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku VIII (1985-1986), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 429-430.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.