PRESIDEN : BAHAYA BISA DATANG JIKA TIDAK JUJUR LAKSANAKAN PANCASILA
Presiden Soeharto mengingatkan, bahaya bisa datang jika Pancasila tidak dilaksanakan dengan penuh kejujuran dan secara nyata. Ancaman bahaya lainnya bisa datang dari kekuatan-kekuatan ekstrem kanan dan ekstrem kiri, serta penerapan alam pikiran liberalis yang tidak berakar pada kepribadian sendiri.
Kepala Negara menyampaikan peringatan itu ketika menerima peserta kursus reguler angkatan XIX Lemhanas Kamis di Istana Merdeka.
Keamanan bangsa dan negara adalah kepentingan utama yang sama sekali tidak boleh diabaikan. “Adalah keliru jika ada yang mengatakan bahwa kewaspadaan terhadap keamanan boleh kita kendorkan demi kemakmuran. Juga sama kelirunya jika kewaspadaan kita tentang keamanan itu berlebih-lebihan, sehingga membatasi ruang gerak kita sendiri,” kata Presiden.
Dalam hubungan ini konsep tentang ketahanan nasional dalam arti seluas-luasnya membantu bangsa Indonesia untuk tidak memasuki jalan sempit.
Karena itu, menurut Presiden, konsep ketahanan nasional yang dikembangkan adalah kemantapan dan keserasian dalam mengembangkan semua segi kehidupan masyarakat dan negara yang berdasarkan Pancasila.
Pikiran tentang ketahanan nasional dan pembangunan nasional masih harus dikembangkan, sebab kedua-duanya adalah khas Indonesia. Karena itu, menurut Presiden, pemikiran dasar dan pengembangannya harus bertolak dari pandangan hidup Pancasila dari kepribadian bangsa dan dari pengalaman sejarah.
“Dengan mengembangkan konsep-konsep dasar sendiri tentang berbagai segi kehidupan bangsa dan negara itu tidak berarti kita menutup diri terhadap gagasan luar,” katanya.
Sikap menutup diri sama sekali tidak realistik, bahkan berbahaya, karena bangsa Indonesia akan dihadapkan pada kemacetan dalam pemikiran. Sementara itu dunia berkembang disertai dengan perubahan-perubahan secara cepat dan mendasar.
“Agar kita dapat bertahan dalam dunia yang penuh dinamika itu, kita harus mengembangkan pikiran secara kreatif dan dinamis,” kata Presiden.
Di lain pihak, Indonesia ingin mengembangkan kehidupan yang berkepribadian, yang tidak lain adalah kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila.
“Karena itulah beberapa kali saya mengemukakan bahwa pemahaman, pemikiran dan pengamalan Pancasila itu pun harus kita lakukan secara kritis, kreatif dan dinamis,” katanya.
Presiden mengatakan, Pancasila adalah ideologi terbuka yang pengembangannya dilakukan melalui konsensus-konsensus nasional.
Agar pemikiran dan pengembangan Pancasila itu tidak berjalan ke segala arah tanpa pedoman, maka penting sekali semua pihak memahami dan menjaga nila-nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila.
Oleh sebab itu, ketahanan nasional, menurut Presiden, tidak dipandang semata-mata dari sudut pertahanan keamanan saja, melainkan dari pandangan yang menyeluruh dan dinamik. Ketahanan nasional itu meliputi ketahanan dibidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan.
Gubernur Lemhanas, Mayjen TNI Soebijakto, melaporkan bahwa peserta kursus juga telah mengadakan seminar tentang ekonomi Pancasila.
Peserta kursus angkatan ke-19 berjumlah 61 orang, terdiri atas 27 anggota ABRI dan 34 orang non-ABRI yang berasal dari Departemen, nondepartemen, swasta, dan wartawan. (RA)
…
Jakarta, Suara Karya
Sumber : SUARA KARYA (05/12/1986)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku VIII (1985-1986), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 558-560.