TAJUK RENCANA : ANTAR KEMAKMURAN DAN KEAMANAN

TAJUK RENCANA :

ANTAR KEMAKMURAN DAN KEAMANAN

Pri kehidupan yang sejahtera lahir dan batin, seperti dituntut Pembukaan UUD 1945, hanya bisa dicapai bila kemakmuran tercipta, dan kemakmuran itu bisa dinikmati secara adil dan merata.

Dengan tuntutan itu sehagai titik tolak, maka apa yang ditegaskan Presiden Soeharto ketika menerima peserta Kursus Reguler Lemhannas angkatan ke-15, Kamis lalu, merupakan tuntutan pula yang patut mendapat perhatian oleh setiap lapisan pemikir dan pengelola pembangunan di segala bidang.

Presiden menegaskan, adalah keliru bila menganggap kewaspadaan keamanan boleh dikendurkan demi kemakmuran. Sebaliknya, juga keliru bila kewaspadaan keamanan berlebih-lebihan, hingga membatasi ruang gerak.

Dalam kaitannya dengan pelaksanaan pembangunan, apa yang ditegaskan Presiden hiasanya disehut sehagai “pendekatan keamanan” (security approach), dan “pendekatan kemakmuran” (prosperity approach).

Sejak bangsa ini mulai membangun berencana (Pelita), dua pendekatan itu sudah dipermasalahkan. Ditinjau dari APBN sebagai pelaksanaan program pembangunan, dengan jelas sekali dapat dilihat hahwa pendekatan kemakmuranlah yang dijadikan titik berat.

Tetapi, ditinjau dari konsepsi ketahanan nasional yang menyangkut semua aspek kehidupan berbangsa, bernegara, berpemerintahan, dan bermasyarakat,

selama ini ke dua pendekatan itu dipadukan. Sekalipun program pembangunan di luar Hankam/ABRI, misalnya memperoleh porsi yang sangat besar dalam APBN, namun dalam memberi arah pembangunan pada sektor-sektor di luar Hankam/ABRI itu, selalu dikaitkan, langsung atau tidak, ketahanan nasional.

Pengalaman selama hampir empat Pelita membuktikan, menjalin dan memadukan ke dua pendekatan itu (keamanan dan kemakmuran), seperti tercermin dalam apa yang disebut “Trilogi Pembangunan”, ternyata pilihan yang tepat.

Dengan pelbagai rintangan karena kelesuan ekonomi dewasa ini, tampaknya dua pendekatan ini menjadi permasalahan lagi. Tetapi bila kita menengok kembali ke belakang, memadukan ke dua pendekatan itu ternyata pilihan yang paling ampuh seperti dikatakan tadi.

Tidak saja pemaduan pendekatan itu berhasil mengantarkan bangsa ke tingkat kemajuan yang dicapai sekarang, tetapi juga mengatasi segala rintangan yang jauh lebih berat pada waktu kita mulai membangun dua puluh tahun lalu, dibandingkan dengan kesulitan sekarang.

Andaikata strategi “Trilogi Pembangunan” yang memadukan aspek kemakmuran dan keamanan tidak dijadikan pegangan, barangkali perkembangan akan menjadi lain.

Bila kemakmuran dijadikan titik berat pendekatan misalnya, memang bisa diharapkan laju pertumbuhan guna mencapai kemakmuran tinggi akan bisa dicapai dalam waktu yang relative lebih pendek. Tetapi, penikmatan pembangunan yang tidak merata dan tidak dirasakan adil, pasti akan mengganggu keamanan.

Sebaliknya, bila keamanan dijadikan titik berat pendekatan, kreativitas untuk membangun akan sempit ruang geraknya, hingga apa yang diharapkan dengan kemerdekaan akan tetap jauh dari jangkauan. Pada gilirannya akan menjadi sumber ancaman keamanan pula.

Dengan latar belakang apa yang diuraikan itu yang lahir dari pengalaman selama 20 tahun membangun, agaknya apa yang ditegaskan Presiden patut sekali mendapat perhatian setiap lapisan pemikir dan pengelola pembangunan di semua bidang. (RA)

 

 

Jakarta, Suara Karya

Sumber : SUARA KARYA (06/12/1986)

 

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku VIII (1985-1986), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 732-733.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.