KITA HARUS BERANI KATAKAN YANG BENAR DAN YANG SALAH

KITA HARUS BERANI KATAKAN YANG BENAR DAN YANG SALAH

 

Jakarta, Suara Pembaruan

Presiden Soeharto meminta agar ABRI dapat memberi jawaban yang setepat­tepatnya terhadap tantangan zaman yang terus bergerak dinamis, dengan tetap setia kepada dasar dan cita-cita perjuangan ABRI.

Memberikan amanat pada peringatan hari ABRI ke-43 bertempat di lapangan. Parkir Timur Senayan, Rabu pagi, Kepala Negara mengatakan lebih lanjut, ABRI lahir di tengah-tengah kancah revolusi untuk menegakkan kemerdekaan nasional, dibesarkan dan dikembangkan untuk membela Republik Proklamasi yang berdasarkan Pancasila.

“Dengan berpegang teguh kepada Pancasila, dengan mengamalkan Pancasila yang sebaik-baiknya, saya yakin ABRI akan selalu dapat mengambil langkah-langkah yang tepat dalam mengamankan dan dalam ikut serta dalam pembangunan sebagai pengamalan Pancasila,” ujar Presiden.

Dikatakan, prajurit ABRI pertama-tama adalah pejuang, baru setelah itu prajurit. Tradisi keprajuritan bangsa menurut Presiden adalah pejuang, baru prajurit, dan tradisi keprajuritan bangsa kita adalah tradisi keprajuritan yang bersumber pada perjuangan untuk membebaskan tanah air dari penjajahan.

Karena tradisi demikian, Kepala Negara mengatakan keyakinannya bahwa ABRI akan selalu bekerja bahu-membahu dengan kekuatan perjuangan lainnya untuk mencapai kejayaan bangsa Indonesia.

Di hadapan sekitar 7.000 orang prajurit yang berbaris rapi di tengah lapangan Parkir Timur Senayan itu, Presiden juga mengatakan bahwa ABRI harus terus meningkatkan profesionalisme militernya agar tidak ketinggalan oleh kemajuan zaman dan dapat melaksanakan tugasnya untuk mempertahankan kedaulatan. Namun diingatkan, peningkatan profesionalisme sendiri bukanlah tujuan, melainkan sebagai sarana untuk dapat melaksanakan tugasnya sebagai pejuang dengan sebaik-baiknya.

Karena itu, demikian Presiden, dalam zaman apapun, prajurit ABRI adalah Prajurit Pejuang. Tradisinya sebagai Prajurit Pejuang itulah yang mendorong ABRl selalu tampil di depan pada saat-saat bangsa kita mengalami ujian-ujian yang besar dan berat.

Pada bagian lain pidatonya, Presiden Soeharto mengingatkan bahwa sejarah dan pertumbuhan bangsa kita sejak proklamasi kemerdekaan penuh dengan ujian yang besar dan berat. Semuanya dapat dianggap sebagai bagian dari perkembangan dan pertumbuhan bangsa, agar kita dapat menjadi bangsa yang kukuh kuat. Karena itulah, kita harus mengambil pelajaran yang sebaik-baiknya dan sebijaksana-bijaksananya dari semua pengalaman sejarah masa lampau.

 

Berani

Menurut Presiden, yang berpidato didampingi oleh Panglima ABRl Jenderal TNI Try Sutrisno dan ketiga Kepala Staf Angkatan dan Polri, kita harus berani mengatakan yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah.

Dengan mengatakan yang benar adalah benar, kita akan dapat terus melanjutkannya dengan penuh keyakinan .Dengan mengatakan yang salah adalah salah, kita akan dapat menghindarkan kesalahan yang sama dengan penuh kesadaran. Dengan sikap itu, demikian tambah Presiden, pelajaran yang kita petik dari sejarah masa lampau akan memberi makna yang positif bagi kita semua, bukan menjadi beban yang berkepanjangan.

Sejarah kita menunjukkan bahwa dengan berpegang teguh kepada Sapta Marga, maka ABRI bersama-sama kekuatan-kekuatan Pancasila berhasil menumpas pemberontakan G-30-S/PKI pada akhir tahun 1965, kata Presiden lebih lanjut. Sadar akan tanggungjawab sejarahnya bagi kebahagiaan dan ketentraman rakyat Indonesia di masa datang, maka ABRI mengajak seluruh bangsa untuk merenungkan ulang seluruh pengalaman sejarah kita sebelum tahun 1966 dan mengkoreksinya.

“Inilah latar belakang lahirnya Orde Baru yang sejak semula kita perjuangkan secara demokratis dan konstitusional,” ujar Presiden Soeharto.

Menurut Kepala Negara, kita semua bertekad agar tragedi nasional yang berpuncak pada pemberontakan G 30-S/PKI itu merupakan pengalaman pahit yang terakhir dan tidak akan terulang kembali sepanjang zaman, tekad ini harus dipertebal lagi setiap kali memperingati Hari Kesaktian Pancasila pada 1 Oktober yang berlangsung beberapa hari sebelum peringatan hari ABRI.

 

 

Sumber : SUARA PEMBARUAN (05/10/1988)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku X (1988), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 423-425.

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.