PRESIDEN: HUTAN DI JAWA TINGGAL 22,8 PERSEN DARI LUAS DARATAN
Jakarta, Antara
Rutan di Pulau Jawa, yang tinggal tiga juta ha atau hanya 22,8 persen dari luas pulau itu, tidak dibolehkan lagi digunakan untuk keperluan di luar kepentingan kehutanan, demikian Presiden Soeharto ketika menggariskan hal itu hari Sabtu.
“Jumlah hutan di Jawa kini sudah dibawah ketentuan normal yakni minimal 30 persen dari luas total suatu wilayah,” kata Menteri Kehutanan Hasjrul Harahap di Bina Graha setelah memperoleh petunjuk Presiden.
Untuk memberi landasan hukum atas ketentuan mengenai hutan di Jawa itu, akan dikeluarkan Keputusan Presiden (Kepres).
Menhut menjelaskan luas kawasan hutan di Jawa 3,013 juta ha, diantaranya 2,9 juta ha dikelola oleh Perum Perhutani. Sampai tahun 1987, tercatat 209, 22 juta ha kawasan hutan dipulau itu dihuni penduduk atau digunakan untuk keperluan lain seperti pertambakan, wisata, dll.
“Diantara kawasan inilah terdapat hutan kritis,” kata Hasjrul. Dengan demikian, katanya, luas hutan yang masih efektif dan berfungsi baik tinggal 2,7 juta ha.
Kepada Presiden, Menhut melaporkan pula upaya peningkatan disiplin di antara para pengusaha yang mengelola hutan dalam upaya meningkatkan pelestarian sumber daya alam.
Pemerintah menegaskan para pemegang HPH yang sudah memperoleh izin untuk mengelolah namun belum melaksanakan lebih dari lima tahun maka izin HPH-nya akan dibatalkan tanpa peringatan.
Pencadangan HPH yang belum dilaksanakan setelah dua sampai lima tahun dapat dibatalkan setelah diperingatkan satu kali dan pencadangan yang kurang dari dua tahun dapat dibatalkan setelah diperingatkan dua kali berturut-turut.
Bagi pemegang HPH yang sudah memperoleh pencadangan area namun tidak melaksanakan survei dapat dibatalkan setelah diperingatkan dua kali berturut-turut.
Sedangkan bagi perusahaan yang tidak melunasi luran Hasil Pengelolaan Rutan (IHPH) dalam waktu 60 hari kerja dapat dibatalkan setelah diperingatkan dua kali berturut-turut.
Dalam hubungan itu, Presiden memberi petunjuk agar bagi kawasan hutan yang HPH-nya dicabut karena tidak dikerjakan setelah lebih dari lima tahun supaya diperiksa ulang, apakah kawasan tersebut layak dijadikan wilayah HPH.
Apabila kawasan tersebut, masih layak, dapat diberikan HPH-nya kepada perusahaan yang mampu dan yang memiliki industri pengolahan hutan, demikian penegasan Presiden.
Pemberian HPH baru hanya diberikan kepada perusahaan yang mampu/bonafid dan pemerintah akan menerapkan masa percobaan sekitar tiga tahun untuk menguji kemampuan mereka.
Menhut kepada wartawan juga menjelaskan rencana Pekan Penghijauan Nasional tahun ini yang akan dipusatkan di Kabupaten Blitar, Jatim, pertengahan Desember mendatang. Presiden sudah setuju menghadiri upacara PPN itu.
Dalam hubungan itu, Kepala Negara menganjurkan kepada rakyat di Blitar agar menggalakkan pemeliharaan kambing selain menanam pohon produktif seperti melinjo, kemiri, kenanga, di wilayah yang kering dan curah hujannya rendah.
Sumber : ANTARA (29/10/1988)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku X (1988), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 575-577.