ANAK NELAYAN DI DELTA ANGKE

ANAK NELAYAN DI DELTA ANGKE

 

 

Jakarta, Pelita

SUATU dialog terbuka Sabtu pagi terjadi antara Presiden Soeharto dengan seorang anak nelayan di kompleks perumahan nelayan Muara Angke, Jakarta Utara.

Dialog yang terjadi secara mendadak itu disaksikan banyak orang dan banyak pejabat ketika Kepala Negara yang didampingi Menteri Perumahan Rakyat Siswono Yudohusodo dan Gubernur DKI Jakarta Wiyogo Atmodarminto meninjau perumahan baru di kompleks perkampungan nelayan Muara Angke.

Setelah mendapat laporan mengenai pembangunan perumahan tersebut presiden meninjau beberapa rumah yang sudah siap huni.

Ketika melakukan peninjauan di perumahan nelayan pada kompleks lama, Presiden Soeharto bertemu dengan seorang anak kecil. Maka dialog pun terjadi.

· Siapanamanya? sapa Presiden Soeharto.

· Ujang, jawab anak itu singkat.

· Sekolah tidak?, tanya Kepala Negara lagi.

· Tidak,jawab si anak.

· Kenapa tidak sekolah?

· Tidak punya duit,ucap Ujang lugu.

· Sekolah di SD tidak usah pakai duit. Sarna bapak tidak boleh barangkali? tanya Presiden lagi

· Ya.jawab Ujang lugu dan polos.

· Umurnya berapa?, kata Kepala Negara ingin tahu.

· Delapan tahun, ucapnya setelah agak lama berpikir.

Bilang sama bapak dan ibu ya. Sama Pak Harto di suruh sekolah. Anak umur 8 tahun harus sekolah. Di sekolah SD tidak usah    bayar, tapi harus rajin, bahkan kalau memang ayahnya nelayan yang pendapatannya banyak harus bisa sekolah. Atau kamu  sendiri yang tidak mau sekolah.

Mau sekolah?, tanya Pak Harto lagi. Kalau tidak mampu bias menjadi anak asuh dan minta kepada gubernur untuk sekolah. Jangan sampai buta huruf.

“Betul kamu sekolah ya!” pesan Kepala Negara kepada anak yang memiliki kakak 3 orang dan adik 2 orang.

 

Perumahan Nelayan

Kompleks perumahan yang diberi nama perumahan Muara Angke Delta terletak di pesisir Teluk Jakarta. Menurut keterangan yang diperoleh, kompleks perumahan tersebut dibangun pada area seluas 60 hektar.

Presiden Soeharto yang bersafari abu-abu dengan topi polka warna krem secara seksama meneliti bangunan perumahan mungil. Baik mengenai kondisi bangunan maupun bahan bangunan yang dipakai untuk mendirikan rumah-rumah itu.

Kepada Kepala Dinas Perikanan DKI Jakarta dan konsultan bangunan itu ditanyakan mengenai biaya yang harus dibayar oleh nelayan untuk menempati rumah tersebut. Selain itu juga ditanyakan mengenai kondisi para nelayan serta pendapatannya.

Perumahan yang dibangun oleh Pemda DKI Jakarta sejak tahun 1970 berjumlah 540 unit, sedangkan yang berada di lokasi itu sebanyak 203 unit dengan type 21,5/ 50M2.

Kompleks itu dilengkapi pula dengan masjid yang merupakan bantuan Yayasan Amal bakti Muslim Pancasila (YAMP) serta sarana lain termasuk rumah penginapan bagi nelayan dari pulau Seribu.

 

Kapling Siap Bangun

Usai meninjau dan berdialog di kompleks perumahan nelayan ini, siang harinya Presiden Soeharto meninjau perumahan Perumnas Setia Mekar, Bekasi.

Di tempat itu Kepala Negara mendapat laporan dari Dirut Perum Perumnas, Ir. Suradi Wongsohartono mengenai program Kapling Siap Bangun (KSB) dan pembangunan perumahan sederhana.

Dilaporkan, sesuai kebijaksanaan pemerintah, dalam Pelita V ini Perum Perumnas akan berusaha memasarkan sedikitnya 20.000 KSB, 90.000 unit rumah sederhana termasuk rumah inti dan 10.000 unit rumah susun.

Mengenai KSB, kini yang selesai dibangun dan dipasarkan sebanyak 459 unit yang tersebar di Bekasi, Bandung, Semarang, Surabaya dan Medan.

Di Bekasi KSB itu berada di lokasi Setia Mekar dengan luas tanah 1,1 hektar yang terdiri dari 107 unit kapling, bangunan 3 warung dan bangunan MCK 3 buah. Pada Pelita V ini juga akan dibangun lagi 350 unit rumah di lokasi itu.

Kepada Kepala Negara dilaporkan pula mengenai pemasaran rumah sederhana dan rumah susun pada Pelita IV, yakni dari 140.000 unit yang dibangun hanya 90.868 unit (64,9 pCt) yang terpasarkan.

Salah seorang direktur dari Bank Tabungan Negara, Asmudji pada kesempatan itu melaporkan peranan BTN dalam menunjang program pemerintah di bidang perumahan rakyat.

Satu di antaranya yang mendapat dukungan tersebut adalah program KSB di Setia Mekar tersebut.

 

Permasalahan

Di dalam kurun waktu 11 tahun pemberian KPR BTN hingga akhir Pelita IV telah dibangun dan dialokasi dengan KPR sebanyak 532.929 rumah baru dengan jumlah KPR lebih dari Rp 2,2 triliun.

Permasalahan yang dihadapi dalam pengadaan perumahan dengan dukungan KPR BTN adalah masalah keterjangkauan dan pendanaan. Namun dengan adanya kebijaksanaan pemerintah dengan memperkenalkan KSB pada Pelita V itu sangat tepat.

KSB dengan luas 54 M dapat dibayar dengan uang muka 10 pet, suku bunga 12 pet dengan jangka waktu 20 tahun. Harga yang dipasarkan di Setia Mekar Rp 1,2 juta dengan angsuran Rp 12.100 per bulan, sehingga KSB itu bisa dijangkau oleh masyarakat yang berpenghasilan sekitar Rp 60.500/bulan, kata Asmudji.

Di tempat itu Kepala Negara juga melihat lihat rumah yang sudah dibangun pada KSB, baik yang menggunakan bahan bangunan dari batu bata, maupun papan bekas peti.

Presiden menilai, barang bekas pun jika dilakukan pengolahan lebih lanjut akan bisa menghasilkan nilai tambah.

Dan bukan masalah bangunan rumah saja yang diberi arakan antara presiden dengan penghuni rumah. Tapi juga ditanyakan mengenai kesehatan, penghasilan, proses pemilikan KSB dan pada waktu membangun rumah itu, salah satu yang tidak pernah ketinggalan adalah masalah KB diutarakan presiden kepada penghuni rumah mungil itu .

Hal itu tentu saja menurut Pelita perlu diucapkan agar antara ukuran rumah dan jumlah penghuninya bisa pas.

 

 

Sumber : PELITA(17/04/1989)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XI (1989), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 146-149.

 

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.