KETENTUAN EXIT PERMIT DICABUT SECARA BERTAHAP

KETENTUAN EXIT PERMIT DICABUT SECARA BERTAHAP

 

 

Jakarta, Antara

Pegawai negeri, anggota ABRI, pejabat negara, anggota lembaga tertinggi/tinggi negara, para pensiunan, beserta istri/suami dan anak-anak mereka yang belurn dewasa mulai April 1989 tidak perlu lagi minta izin keluar atau exit permit dari kantor imigrasi apabila mereka akan bepergian keluar negeri.

“Surat keputusan tentang penghapusan exit pemit itu akan dikeluarkan segera”, kata Menteri Kehakiman Ismail Saleh SH pada wartawan di Bina Graha Jakarta Kamis, setelah ia melaporkan tentang itu kepada Presiden Soeharto.

Menteri menjelaskan, penghapusan ketentuan exitpermit itu akan dilakukan secara bertahap. Untuk tahap pertarna penghapu san exit pemit itu diberlakukan bagi pegawai negeri, anggota ABRI, pejabat negara, dan para pensiunannya beserta istri/suami dan anak-anaknya yang belum dewasa.

Dengan penghapusan exit permit itu maka seseorang yang akan keluar negeri tidak perlu lagi datang ke kantor imigrasi untuk memperoleh cap “exit permit”. Mereka dapat langsung membawa paspor ke bandara.

Ketentuan diharuskannya orang Indonesia mendapat exit pemit didasarkan pada peraturan dinas imigrasi Belanda yang semula bertujuan menghalangi semaksimal mungkin orang Indonesia bepergian keluar negeri.

Menurut Menteri Kehakiman ketentuan tersebut dinilai tidak sesuai lagi dengan perkembangan sekarang. Penghapusan exit permit merupakan salah satu upaya untuk menunjang perkembangan ekonomi serta pendukung bagi kebijaksanaan pemerintah dalam debirokratisasi dan deregulasi.

Dengan penghapusan ini maka akan memberikan kemudahan bagi warga negara Indonesia keluar negeri. Namun mengingat berbagai pertimbangan di bidang keamanan dan ketertiban maka pelaksanaan penghapusan exit permit dilakukan secara bertahap dan disesuaikan dengan keperluan.

Meskipun tidak perlu exit permit, namun setiap pegawai negeri dan anggota ABRI yang akan bepergian keluar negeri tetap harus mengikuti ketentuan yang berlaku untuk itu misalnya harus terlebih dahulu ada izin dari atasan yang bersangkutan. Kewajiban pembayaran fiskal sebesar Rp 250.000,00 bagi orang Indonesia yang akan bepergian keluar negeri tetap berlaku, tegas Ismail Saleh.

Dalam hubungan itu Presiden mengingatkan kepada seluruh instansi pemerintah bahwa pemberian izin bagi aparatnya untuk keluar negeri harus senantiasa dikaitkan dengan usaha penghematan devisa.

Kepada Presiden Soeharto, Menkeh juga melaporkan tentang ditetapkannya bandara Adisumarmo di Surakarta (Jawa Tengah) sebagai bandar udara pendaratan internasional para turis asing.

Dengan penetapan itu berarti para turis asing bisa langsung masuk atau keluar melalui Adisumarmo, karena di bandara itu kini dibuka pelayanan keimigrasian. Sampai sekarang Menteri Kehakiman telah menetapkan 71 pelabuhan laut dan 27 bandara sebagai pelabuhan pen daratan, artinya sebagai pintu masuk atau keluar bagi orang asing. Untuk mengemban tugas sebagai bandara pendaratan internasional.

Kini Adisumarmo telah memiliki terminal kedatangan dan keberangkatan khusus bagi penumpang luar negeri. Penetapan bandara Adisumarmo sebagai pendaratan internasional itu mulai berlaku 1 April 1989.

 

 

Sumber : ANTARA (06/04/1989)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XI (1989), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 534-535.

 

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.