MENCARI REPUTASI SECARA MURAHAN
Jakarta, Angkatan Bersenjata
SEMULA kita beranggapan bahwa negara-negara Barat taraf perkembangan maupun kemajuannya sudah demikian baik dan maju, dan seolah-olah para manusianya mampu membawakan tingkat pemikiran, penampilan dan kebudayaan yang tinggi. Berdasarkan hal hal tersebut maka wajarlah apabila kita juga sejak semula mempunyai anggapan bahwa bangsa-bangsa Barat juga mempunyai nilai-nilai luhur dalam kepribadiannya tak ubahnya seperti kita juga bangsa Indonesia ini.
Namun ternyata penilaian tersebut tidak benar dan bahkan personperson yang seharusnya tampil membawakan nilai-nilai yang patut diteladani, tetapi justru menampilkan sikap, perilaku dan karya yang kampungan, rendahan , sama sekali tak bermutu.
Hal ini terbukti dengan munculnya tulisan seorang jurnalis Barat Steven Erlanger dalam surat kabar The Australian Financial Review, The New York Times International dan International Herald Tribune dengan materi yang sama, pada waktu yang bersamaan, yang jelasjelas menusuk hati dan perasaan bangsa Indonesia, karena tulisan tersebut menghina Kepala Negara Republik Indonesia yang sangat dicintai oleh rakyatnya. Sehingga tepatlah apabila Menpen Harmoko memulai tulisan tersebut sebagai jurnalisme murahan atau jurnalisme alkohol yang mendasarkan tulisannya pada isapan jempol belaka.
Secara jujur kita mungkin akan bertanya-tanya dalam hati, apabila menemukan suatu artikel sedemikian yang ditulis oleh seseorang dalam tiga surat kabar yang berbeda dengan materi yang sama. Apakah materi tulisan itu dapat dihargai sebagai suatu karya jurnalistik atau mungkin juga timbul suatu pertanyaan yang menyangkut motivasi penulisannya yang kemungkinan besar untuk mencari ataupun mendapatkan suatu reputasi namun caranya sangat rendah sekali bahkan dapat dikategorikan sebagai “murahan”juga bukan merupakan sajian jurnalistik yang berbobot danmempunyai nilai yang tinggi, atau penulisan itu sebenamya mempunyai latar belakang/background, timbulnya suatu perasaan frustrasi dan rasa tidak puas.
Biasanya wartawan-wartawan yang sudah cukup terkenal dan berbobot tidak akan menghasilkan suatu karya tulis yang rendahan dan murahan, karena untuk itu mereka berarti mengorbankan nama dan reputasinya, namun adakalanya wartawanwartawan semacam itu mau mengorbankan nilai-nilai profesionalismenya apabila mereka mendapatkan “pesan sponsor”.
Bagi kita sebagai pembaca awarn akan timbul suatu kesan, bahwa jelas penulis artikel tersebut merasa cemburu terhadap perkembanganperkembangan yang begitu pesat di negara-negara yang dulunya dijajah namun saat ini telah mampu menandingi perkembangan-perkembangan di negara Barat.
Ada ketidakrelaan dan sementara golongan whitep eople terhadap kemajuan-kemajuan bangsa lain dari golongan non white people. Disadari atau tidak, syndrome ini secara nyata dan gamblang jelas kelihatan.
Kita sebagai bangsa Indonesia justru dengan penuh kebesaran hati namun ju ga penuh kegelian, sekarang ini dapat melihat bahwa masih ada sikap-sikap yang sangat rendah dan sama sekali tidak terpuji yang ditampilkan oleh seorang wartawan Barat yang dikategorikan sebagai wartawan senior dan bahkan dianggap sebagai wartawan berkaliber internasional.
Kita sebagai bangsa Indonesia yang betjiwa besar percaya dan yakin bahwa materi tulisan dalam artikel tersebut bemilai sangat murahan dan sama sekali tidak akan berpengaruh pada pembaca di dalam negeri maupun di luar negeri, karena semua mereka telah mengetahui banyak tentang prestasi-presta si bangsa Indonesia dan para pemimpinnya di kalangan percaturan dunia internasional.
Kesimpulan atas semuanya ini adalah “Steven Erlanger sangat memelas”. Apakah ketiga media massa tersebut tidak salah pilih? Rasanya masih banyak tenaga yang dapat direkrut untuk mampu menyajikan tulisan yang bermutu. (SA)
Sumber :ANGKATAN BERSENJATA (22/11/1990)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XII (1990), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 405-407.