LAPORAN PEMBARUAN DARI RIO DE JANEIRO RUUD LUBBERS TEMUI PRESIDEN SOEHARTO

LAPORAN PEMBARUAN DARI RIO DE JANEIRO RUUD LUBBERS TEMUI PRESIDEN SOEHARTO

 

 

Rio de Janeiro, Suara Pembaruan

Belanda tampaknya menggunakan berbagai kesempatan guna bertukar pikiran dengan para pemimpin Indonesia dalam usaha meningkatkan hubungan, dan mencoba melupakan peristiwa yang baru saja berlalu pada waktu mana pemerintah Indonesia mengambil keputusan menghentikan semua bantuan pemerintah Belanda, yang melalui IGGI (Inter Governmental Group on Indonesia) maupun yang melalui berbagai organisasi yang dananya berasal dari pemerintah Belanda.

Perdana Menteri Belanda Ruud Lubbers mengetuai delegasi Belanda pada KTT (Konfrensi Tingkat Tinggi) Bumi. Sabtu dinihari WIB mengadakan kunjungan kepada Presiden Soeharto di Riocentro, di tempat berlangsungnya konferensi. Pada pertemuan tersebut, Lubbers mencoba menyoroti hubungan bilateral antara Indonesia dengan Belanda dalam usaha meningkatkannya di waktu-waktu yang akan datang.

Presiden Soeharto menjelaskan kepada tamunya mengenai politik luar negeri Indonesia yang ditujukan untuk hidup berdampingan secara damai dengan semua bangsa, saling menghormati dan tidak mencampuri urusan dalam negeri masing­ masing. Bahwa tindakan pemerintah Rl Maret lalu tersebut, dilakukan dengan perhitungan hubungan jangka jauh yang lebih baik. Untuk itu, tindakan itu tak ubahnya menyingkirkan kerikil demi kelanggengan hubungan tersebut. Kedua negara, kata Presiden Soeharto mempunyai peluang besar untuk meningkatkan hubungan ekonomi dan sosial budaya. Wartawan Pembaruan Annie Bertha Simamora dan Albert Kuhon melaporkan dari Rio de Janeiro hari Sabtu.

Indonesia menganggap penting meningkatkan perdagangan dengan Belanda yang sesungguhnya merupakan pusat transit ekspor Indonesia ke seluruh negara Eropa. Juga arus wisatawan dari Belanda ke Indonesia cukup besar.

 

Salam Beatrix

Terkesan, Lubbers ingin mengetahui apakah Indonesia masih merasa bersahabat dengan Belanda. Barangkali untuk jawabannya, Presiden Soeharto mengundang PM Lubbers mengadakan kunjungan ke Indonesia dan melihatnya sendiri. Kepala Negara juga menyampaikan undangan kepada Ratu Belanda Beatrix yang menyampaikan salamnya kepada Presiden melalui Lubbers.

PM Lubbers dengan penuh pengertian mengatakan bertekad membuka lembaran baru dalam hubungan kedua negara dan memandang ke depan dengan melupakan apa yang sudah pernah terjadi dan menggunakannya sebagai pelajaran dalam usaha meningkatkan hubungan di masa depan. Ia malahan mengatakan halaman baru tersebut akan ditulisi dengan baik.

Dengan sangat berhati-hati Lubbers lalu mengatakan ia optimis akan masa depan yang lebih baik tersebut. Rekan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Emil Salim, Menteri Lingkungan Hidup Belanda setelah mencoba mencari tahu perasaan Indonesia terhadap Belanda dan memperoleh jawaban dari Emil Salim dengan senang hati lalu berkata “so we are still friends?” Jadi kita masih bersahabat?, Red).

Orang yang hadir pada pertemuan Soeharto dan Lubbers mengatakan dari penjelasan Presiden Soeharto, tampak sekali tak terdapat rasa permusuhan Indonesia terhadap Belanda.

 

Komitmen

Presiden Soeharto mengatakan, rancangan-rancangan yang ada di depan kita tidak saja mencakup masalah-masalah dan langkah-langkah yang akan kita selesaikan, namun mengandungjuga hak dan kewajiban kita semua yang mempunyai komitmen terhadap lingkungan dan pembangunan.

Menurut Presiden, kewajiban tersebut hendaknya dibagi dan dipikul bersama seadil-adilnya. Ini berarti bahwa kita hams mempertimbangkan perbedaan tingkat keuangan ,teknologi dan kemampuan kelembagaan dari semua negara. Nampaknya jelas bahwa kepentingan kita bersama akan bisa lebih terjamin apabila kita dapat terus mengembangkan dan menikmati semua kemampuan manusia kita. Hal ini berlaku tidak saja bagi upaya yang menyangkut masalah lingkungan, tapi terlebih-lebih lagi bagi upaya pembangunan kita.

Kepala Negara mengemukakan hal itu dalam pidatonya pada Konfrensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Lingkungan dan Pembangunan di Rio de Janeiro hari Jumat (126).

Berbicara pada hari yang sama dengan Presiden Bush dari AS dan PM Rao dari India. Presiden Soeharto mengemukakan, salah satu cara untuk memungkinkan negara-negara berkembang dan mencapai pertumbuhan dan pembangunan berkelanjutan secara mandiri dalam waktu sesingkat-singkatnya adalah agar negara­negara berkembang dapat memperoleh harga yang lebih adil bagi mata dagangan sumber alam mereka sendiri, harga yang mencerminkan biaya untuk memperbarui lingkungan dan sumber alam.

Kepala Negara kemudian mengemukakan cara lain agar negara-negara berkembang diberi kesempatan memperoleh pendapatan yang lebih besar dari nilai tambah yang dihasilkan oleh pemrosesan sumber alam sebelum diekspor. “Singkatnya sudah waktunya meninggalkan kebiasaan warisan kolonial di mana negara-negara berkembang hanya dianggap sebagai ekonomi perkebunan.”

Presiden mengemukakan ini bukanlah tugas yang ringan, mengingat masih terdapat warisan kolonial dalam bentuk pola hubungan internasional dalam bentuk pola alur perdagangan dan sumber alam yang sangat menguntungkan negara-negara industri dan merugikan negara-negara berkembang.

“Dewasa ini kita juga melihat adanya paradoks yang menyakitkan. AIiran sumber keuangan dari negara-negara berkembang ke negara-negara maju melampaui jumlah yang mengalir dari negara kaya ke negara miskin,” kata Presiden.

 

Kekayaan

Menurut Presiden, kekayaan yang besar dan penguasaan teknologi maju telah memberi keuntungan komparatif kepada negara-negara industri, sehingga mereka bisa menentukan syarat-syarat dalam hubungannya dengan negara-negara berkembang. Akibatnya adalah bertambah menumpuknya kekayaan materi menwnpuk di negara­ negara industri sehingga makin memperkuat kedudukan mereka di dunia. Ini merupakan lingkaran setan yang harus dipatahkan.

Kepala Negara mengatakan, dewasa ini kita semua harus melakukan upaya secara global guna menjamin kelangsungan hidup planet kita secara keseluruhan. Namun dalam rangka ini pula negara-negara industri masih ingin memaksakan syarat­syarat mereka terhadap upaya kita bersama itu. Padahal kita semua menyadari bahwa semua negara tanpa kecuali terancam oleh malapetaka lingkungan.

“Mereka tetap bersikeras, meskipun kenyataan menunjukkan bahwa negara­negara industri memikul tanggungjawab yang lebih besar dari makin memburuknya lingkungan secara global, hal itu ditunjukkan kenyataan bahwa pola konsumsi mereka berlipat kali lebih boros dan lebih ban yak membuang Iimbah daripada negara-negara berkembang.”

Presiden Soeharto kemudian bicara mengenai kesetiakawanan global diperlukan perpaduan segala daya dan upaya semua. Tujuan bersama tidak akan bisa tercapai apabila bangsa-bangsa dan negara-negara terpisah satu sama lain dan kehilangan rasa kesetiakawanan global. Sebagai penjaga satu-satunya bumi yang rawan, kita bisa menempa kemitraan, antara lain dengan menciptakan pola hubungan antara negara yang baru dalam bidang perdagangan, arus permodalan dan sumber daya lainnya.

KTT Bumi dikatakan Presiden Soeharto langkah awal menciptakan kemitraan global baru tersebut dan merupakan tugas PBB di tahun-tahun mendatang untuk mendekatkan semua bangsa untuk menjamin agar persetujuan-persetujuan bias terlaksana.

Presiden Soeharto tiba di Rio satu hari sebelumnya setelah terbang selama lebih dari 28 jam, menempuh jarak lebih dari 22 ribu kilometer dengan penerbangan khusus Garuda Indonesia, dengan singgah selama satujam untuk mengisi bahan bakar di Abu Dhabi dan satujam di Pulau Las Palmas. Setelah beristirahat beberapa jam di hotel, Presiden menerima kunjungan Kanselir Kohl dari Jerman dan Wakil Presiden Iran.

Walaupun belum lama bertemu dengan Presiden Soeharto ketika Kepala Negara Rl berkunjung tahun lalu setelah menunaikan ibadah haji, Kohl menganggap penting bertemu lagi.

Ketika berbicara mengenai kesediaan Jennan untuk membantu pembangunan Dunia Ketiga secara bilateral atau global untuk lingkungan, Kohl berjanji Indonesia memperoleh prioritas sangat tinggi karena ia melihat kemajuan-kemajuan yang dicapai Indonesia dalam berbagai bidang juga untuk kestabilan nasional. Presiden Soeharto mengatakan peranan Jennan penting sebagai negara industry besar yang mempunyai pengertian.

 

 

Sumber : SUARA PEMBARUAN (13/06/1992)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIV (1992), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 121-124.

 

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.