SAAT-SAAT KRITIS PEMBANGUNAN BANGSA[1]
Jakarta, Suara Karya
KETIKA meresmikan 22 pabrik kelompok industri kimia dasar dan pengukuhan 594 koperasi karyawan industri (Kopkarin) di Cilegon, Jawa Barat, Senin lalu, Presiden Soeharto mengatakan sekarang ini industri mulai menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia.
“Pada tahun 1991 ekspor barang-barang hasil industri telah mencapai lebih dari 15 milyar dolar AS atau hampir 55 persen dari seluruh ekspor Indonesia” kata Presiden.
Dengan itu struktur ekonomi Indonesia semakin seimbang. Namun, kepala Negara mengingatkan bahwa pembangunan bangsa Indonesia tengah berada di saat-saat yang sangat kritis.
“Sebagaimana sering saya katakan, tahap tinggal landas yang tidak lama lagi kita masuki merupakan tahap yang kritis. Apabila kita berhasil melampauinya dengan sukses, maka bangsa kita akan menjadi bangsa yang maju dengan cepat. Sebaliknya jika sampai gagal, kehidupan bangsa kita akan merosot dan tidak mustahil kita akan mengalami gejolak berkepanjangan.” kata Presiden.
TUJUAN pembangunan nasional yang kita lakukan adalah sesuai dengan kemampuan yang kita miliki secara bertahap menciptakan kehidupan yang adil dan sejahtera bagi seluruh rakyat. Oleh karena itu, tahap lepas landas yang tidak lama lagi diharapkan dapat kita masuki memang merupakan tahap yang kritis seperti dikatakan Kepala Negara. Sebab, pada saat kita mulai memasuki tahap lepas landas setiap komponen dari seluruh kekuatan bangsa beserta semua unsur-unsurnya dalam jajaran supra dan infra struktur sudah harus siap memulai proses lepas landas.
Kita sepakat untuk menjadikan Pelita VI sebagai awal pembangunan jangka panjang tahap kedua (PJPT II) yang sekaligus sebagai awal proses lepas landas. Oleh sebab itu, bijaksana sekali untuk mengadakan evaluasi yang obyektif, sampai berapa jauh pelbagai komponen kekuatan bangsa beserta semua unsurya pada tahun terakhir Pelita V (1993/94) nanti telah siap untuk memasuki proses lepas landas.
Izinkan kita menggarisbawahi hal ini karena ibarat sebuah pesawat terbang yang mau lepas landas, maka bangsa1ndonesia hanya akan dapat memasuki proses itu dengan sukses bilamana seluruh unsur dari kesistemannya dapat berfungsi dengan baik dalam arti yang sesungguhnya.
Agar semua unsur dari kesisteman yang kita kembangkan dapat berfungsi dengan baik dan efektif pada saat proses lepas landas dimulai, syarat utama yang harus dipenuhi adalah terciptanya kondisi yang makin merangsang partisipasi seluruh lapisan rnasyarakat dalam mendorong berputarnya proses itu. Bukan dalarn bentuk “regirnentasi” dari atas tapi dalam bentuk kesadaran yang tumbuh dan berkembang daribawah.
Dalam konteks itulah GBHN 1993 yang akan dihasilkan sidang umum MPR hasil Pemilu 1992 ini benar-benar akan menentukan. Apakah pola pembangunan Pelita VI yang akan menjadi acuan dari proses awal lepas landas nanti akan dapat lebih mendorong berkembangnya partisipasi dari bawah sehingga keikutsertaan masyarakat dalam program-program pernbangunan nasional tidak lagi dianggap untuk “membantu mensukseskan program pemerintah”, melainkan untuk melaksanakan program rakyat sendiri?
UNTUK itu, maka dalam penyusunan GBHN 1993 perspektif masa depan pembangunan bangsa yang mau tidak mau akan selalu bersinggungan dengan perkernbangan lingkungan strategis secara regional dan global, seyogianya benar-benar secara antisipatif dan cukup tajam memperhitungkan pelbagai faktor yang mempengaruhi proses lepas landas.
Dengan itu masa-masa kritis seperti dikatakan Presiden Soeharto, diharapkan akan dapat dilalui dengan dinamika yang makin bergairah namun tetap dalam suasana yang stabil.
Sumber : SUARAKARYA (27/05/1992)
________________________________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIV (1992), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 553-554.