PEMBANGUNAN POLITIK DINILAI MEMPRIHATINKAN

PEMBANGUNAN POLITIK DINILAI MEMPRIHATINKAN[1]

Jakarta, Antara

Ketua DPR/MPR H. Wahono menegaskan, situasi politik yang belakangan ini cenderung memprihatinkan, perlu dicarikan jalan keluar yang sebaik-baiknya.

“Dewan menaruh perhatian sangat serius akan hal ini, dan mengimbau agar dicarikan ja lan keluarnya,” kata Wahono dalam pidato pembukaan masa persidangan I tahun sidang 1993-94 di Jakarta Senin.

Rapat paripuma yang dihadiri segenap pemimpin dan anggota lembaga tinggi negara, menteri Kabinet Pembangunan VI, korps diplomatik dan para penyandang gelar teladan tingkat nasional itu, beracara tunggal, yakni mendengarkan pidato kenegaraan Presiden Soeharto.

Ketua Dewan menjelaskan, bahwa keprihatinan itu antara lain terjadi dalam tubuh salah satu organisasi kekuatan politik, namun dia tidak menyebutkan nama organisasi tersebut.

Dewan, menurut Wahono, menaruh perhatian sangat serius dan mengharapkan agar semua pihak dapat menahan diri.

“Kita semua perlu mengambil hikmah dari peristiwa ini,” ujarnya.

Ketua DPR mengingatkan kembali amanat GBHN 1993 yang antara lain menegaskan, pembangunan politik dimaksudkan untuk mengembangkan etika dan moral budaya politik, berdasarkan Demokrasi Pancasila.

Untuk itu, budaya politik yang menjunjung tinggi semangat kekeluargaan, kebersamaan dan keterbukaan yang bertanggungjawab, perlu terus dikembangkan dengan didukung oleh moral, etika politik, yang bersumber pada nilai-nilai Pancasila, kata Wahono.

“Oleh karena itu kami mengajak semua pihak terkait untuk dapat menciptakan iklim yang benar-benar kondusif agar pembangunan politik dapat berjalan sebagaimana yang kita harapkan,” katanya.

Forum legislasi

Dalam kesempatan itu, Ketua DPR juga melaporkan bahwa pihaknya telah menyetujui tujuh RUU menjadi undang-undang.

Ketujuh RUU itu adalah RUU tentang Pembentukan PTUN Surabaya, RUU tentang Pembentukan Kotamadya Tangerang, RUU tentang APBN 199311994, RUU tentang Pembentukan Kotamadya Jayapura, RUU tentang Pembentukan Kotamadya Mataram, RUU tentang Tambahan dan Perubahan APBN tahun 1992/1993, dan RUU tentang Perhitungan Anggaran Negara tahun 1990-1991.

Berkaitan dengan materi hukum, ketua DPR mengharapkan  segera dibentuk forum untuk menyusun program legislasi nasional terpadu, dengan anggota dari pihak pemerintah dan DPR.

Ketua Dewan melihat kecenderungan adanya labilitas hukum akibat tidak konsistensinya penegakan hukum. Aspek kekuasaan sering tidak memperhitungkan dukungan hukum.

Berkaitan dengan aparat penegak hukum, ketua DPR mengharapkan agar yang bersangkutan benar-benar mampu melaksanakan tugasnya secara tegas dan lugas, tapi memperhatikan harkat dan martabat manusia agar masyarakat benar-benar merasakan adanya kepastian  hukum.

Wahono menegaskan,

“Penegakan hukum harus berintikan keadilan dan kebenaran.”

Ketua Dewan juga menghimbau instansi-instansi pemerintah dan lembaga perwakilan tingkat daerah untuk lebih membuka diri dalam memberikan pelayanan dan pengayoman kepada masyarakat, sehingga tidak perlu segala permasalahan dibawa ke DPR. (U.Jkt-001/10:00/DN05/13:06)

Sumber:ANTARA (16/08/1993)

_______________________________________________________________________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIV (1993), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 219-220.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.