MENATAP KEHIDUPAN POLITIK MASA DEPAN[1]
Oleh Asep Fathurohman
Yogyakarta, Antara
“Untuk dapat berpikir positif tentang hari esok, pertanyaan tentang apa yang akan terjadi setelah Presiden Soeharto mengundurkan diri tak perlu lagi dianggap tabu,”kata pakar ilmu politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Doktor M. Amien Rais MA.
Bak gayung bersambut, pernyataan Direktur Pusat Pengkajian Strategi dan Kebijakan (PPSK) Yogyakarta itu kembali menghangat setelah Presiden Soeharto sendiri dalam pidato kenegaraannya menjelang peringatan HUT Proklamasi tanggal 16 Agustus lalu mengupas masalah yang sama.
Presiden Soeharto mengatakan, kehidupan politik dan kenegaraan pada era tinggal landas mendatang akan diwarnai persentuhan dan konflik. kepentingan seiring dengan makin dinamisnya kehidupan masyarakat. Karena itu, yang harus dilakukan bukan meredamnya melainkan menyusun tata cara dan tata krama bagi penyelesaiannya. “Menyusun tata cara dan tata krama bagai penyelesaian persentuhan, konflik, dan pertentangan secara damai, etis, adil, dewasa, dan berkeadaban merupakan tekad kita bersama guna menyegarkan dan menegakkan kehidupan yang konstitusiorial, demokratis, dan berdasarkan hukum,” kata Kepala Negara.
Sebenarnya bukan sekali itu saja Presiden Soeharto mengemukakan pendapatnya tentang masa depan demokrasi dan kehidupan politik di Indonesia. Ketika menerima peserta Kursus Reguler Angkatan III Lemhannas (Lembaga Pertahanan Nasional) tanggal 3 Agustus lalu, ia menegaskan, prakarsa dan kreativitas masyarakat hanya mungkin tumbuh dalam suasana yang demokratis, nyaman, dan terbebas dari rasa ketakutan.
Dapat dimaklumi, bila pernyataan sekaligus peringatan Presiden itu disambut berbagai pihak dengan penuh antusias sekaligus rasa was-was terutama menyangkut soal dapatkah kehidupan politik pada masa datang lebih baik dari keadaan sekarang atau malah sebaliknya.
Optimistis
Menanggapi masalah itu, Amien Rais mengatakan, apa yang dinyatakan Presiden Soeharto itu mempakan masalah kunci bagi masa depan Indonesia yang lebih adil dan demokratis.
Sementara itu, bahaya konflik dan perpecahan yang diungkapkan Presiden itu memang mempakan ancaman paling potensial yang dapat meruntuhkan kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia. Ia menyatakan, “Berpikir tentang masalah itu memang bukan hal baru, tetapi setiap saat perlu selalu diingatkan agar semua pihak tetap konsisten dengan cita-cita Proklamasi.”
“Lebih-lebih menjelang era tinggal landas yang akan ditandai dengan alih generasi kepemimpinan pada tubuh bangsa Indonesia,” katanya.
Dalam konteks itu, katanya, apa yang dikemukakan Presiden Soeharto tersebut dapat dipandang sebagai “wejangan”atau amanat yang harus dipegang teguh oleh generasi calon pemimpin bangsa masa depan.
“Bila itu terwujud, saya optimistis kehidupan berbangsa dan bernegara pada masa depan akan lebih baik dari sekarang,” demikian Amien Rais.
Realistis
Sementara itu, pakar ilmu pemerintahan UGM Doktor Afan Gafar mengatakan, peralihan generasi kepemimpinan pada era tinggal landas nanti merupakan saat yang cukup “genting” bagi bangsa Indonesia.
Menurut dia, terwujud-tidaknya hal-hal yang dikemukakan Presiden Soeharto itu terutama akan sangat ditentukan oleh kesiapan mental dan wawasan yang luas generasi pemimpin berikutnya. Itu karena, katanya, secara realita mental sebagian besar masyarakat Indonesia masih sangat tergantung pada figur pemimpin bangsa yang benar-benar arif dan penuh wibawa.
“Masih seringnya terjadi perpecahan pada tubuh ormas dan parpol di Indonesia mempakan sebagian bukti dari anggapan itu,”katanya. “Bila di kalangan organisasi tersebut, masih terdapat perpecahan, maka akan lebih parah lagi keadaannya di kalangan masyarakat yang belum banyak mengenal kehidupan berorganisasi,” katanya pula.
Karena itu, katanya, proses alih kepemimpinan pada generasi yang akan datang akan ditandai dengan kerawanan perpecahan, yang bila tidak ditangani dengan penegakan konstitusi secara tegas dapat memb ahayakan masa depan bangsa dan negara Indonesia.
“Untuk mengantisipasinya, pemerintah perlu selalu bersikap tegas dalam menegakkan konstitusi dan selalu lebih mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa untuk menjamin terjadinya proses alih kepemimpinan secara mulus,”tarnbahanya.
Di samping itu, pendidikan politik bagi segenap masyarakat agar mereka mampu mengemukakan pendapatnya secara benar menurut konstitusi, serta bebas, dan merdeka perlu terus ditingkatkan, demikian Doktor Afan Gafar. T-PK01NKT-002 /SP02/RB1126/08/93 18:57)
Sumber :ANTARA (26/08/1993)
_______________________________________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XV (1993), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 232-234.