PRESIDEN PERINTAHKAN ABRI LAKUKAN KONSOLIDASI [1]
Jakarta, Merdeka
PRESIDEN SOEHARTO memerintahkan Panglima ABRI yang baru, Jenderal Faisal Tanjung agar terus melaksanakan konsolidasi di dalam tubuh ABRI dan melanjutkan program yang sudah ada. Perintah itu disampaikan Kepala Negara ketika menerima Menhankam Jenderal Edi Sudrajat yang juga bekas Panglima ABRI dan Panglima ABRI yang baru Jenderal Faisal Tanjung di Istana Merdeka Jakarta, Senin.
Kedua Jenderal berbintang empat itu diterima Presiden Soeharto sekitar satu jam. Mereka datang untuk melaporkan telah dilangsungkannya serah-terima jabatan Panglima ABRI tanggal 22 Mei lalu, dari Jenderal Edi Sudrajat kepada Jenderal Faisal Tanjung di Mabes ABRI Cilangkap Jakarta, Sabtu.
“Pesan Presiden kepada Pangab yang baru, lanjutkan program yang sudah berjalan dan teruskan konsolidasi ABRI,” kata Edi Sudrajat.
Sambil menunjuk Pangab Faisal Tanjung, Menhankam mengatakan ,”Jangan tanya saya dong, tanya beliau itu.” Panglima ABRI Jenderal TNI Faisal Tanjung mengatakan, kini yang merupakan program utamanya adalah meningkatkan mutu seluruh jajaran ABRI.
Dia menegaskan kernbali pernyataannya tentang Tut Wuri Handayani, yang hal itu mempakan salah satu dari 11 asas kepemimpinan dalam ABRI.
“Jika situasi dan kondisi sudah sesuai dengan konstitusi, ya ABRI mendorong. Tapi kalau belum menuju pada itu semua, ABRI harus berada di tengah dan di depan, sebab ABRI bertanggungjawab penuh terhadap kemajuan bangsa dan negara,” katanya.
Ditanya tentang salah satu contoh pelaksanaan asas kepemimpinan ABRI itu, Faisal hanya menjawab singkat, “Lihat saja nanti di lapangan.” Feisal Tanjung dilantik menjadi Panglima ABRI yang baru oleh Presiden Soeharto di Istana Negara, Jakarta tanggal 21 Mei lalu, menggantikan Jenderal TNI Edi Sudrajat yang kinisepenuhnya menjabat Menhankam.
RI-Malaysia
Sementara itu Menhankam Edi Sudradjat dalam kesempatan itu menyinggung masalah konflik perbatasan antara Indonesia dan Malaysia khususnya tentang sengketa Pulau Sepadan dan Ligitan. Diungkapkan para perunding Indonesia dan Malaysia hingga kini masih melakukan negosiasi bagi penyelesaian masalah sengketa pulau tersebut.
Dia menyatakan optimis hal itu bisa diselesaikan dengan baik oleh kedua negara yang memang bertetangga baik. “Dari segi Hankam memang tidak ada masalah antara kedua negara,”katanya.
Kedua pulau yang dirundingkan kedua negara bertetangga tersebut terletak di lepas pantai utara Kalimantan Timur, di daerah perbatasan dengan Sabah, wilayah Kalimantan Utara yang menjadi bagian dari Malaysia.
“Sebenarnya, yang berwenang menjelaskan masalah ini adalah Pangab,” kata Menteri Edi Sudrajat sambil menunjuk ke Pangab Faisal Tanjung.
Mengenai adanya investasi oleh pihak pengusaha Malaysia di pulau tersebut, Menhankam menganggapnya tidak menjadi masalah, sebab penanaman modal tersebut telah dilakukan investor Malaysia sejak lama. “Investasi itu kan sudah lama ada,” katanya. Dia menganggap adanya investasi oleh pihak pengusaha Malaysia tersebut tidak akan mengganggu perundingan antara kedua pihak untuk menuju ke penyelesaian yang baik.
Sebagaimana diketahui, pengusaha Malaysia sejak beberapa waktu lalu telah memanfaatkan kedua pulau kecil tersebut sebagai objek wisata. Mereka membangun sejumlah cottage di pulau daerah perbatasan yang masih disengketakan itu.
Perundingan itu, menurut Edi, ditandatangani Panglima ABRI dan Menteri Pertahanan Malaysia melalui JBC. Ditanya kenapa penanganan itu melalui Komisi Perbatasan Bersama (JBC-Joint Border Commission) tidak dilakukan antar para Menteri Pertahanan kedua negara saja, Edi menyatakan karena tantangannya di Malaysia memang begitu. Sedangkan dalam JBC dengan Papua Nugini (PNG), Indonesia diwakili oleh Mendagri . (ASS/535)
Sumber: MERDEKA (25/05/1993)
_____________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XV (1993), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 629-631.