PRODUK HUKUM ORDE LAMA YANG TIDAK COCOK JUGA PERLU DIGANTI

PRODUK HUKUM ORDE LAMA YANG TIDAK COCOK JUGA PERLU DIGANTI[1]

 

Jakarta, Antara

Pembentukan hukum nasional sebaiknya tidak hanya dengan cara mengganti berbagai produk hukum kolonial saja tetapi juga berbagai produk hukurn zaman Orde Lama yang tidak sesuai lagi untuk diterapkan pada saat ini.

Praktisi dan pengamat hukurn Mohamad Assegaf SH mengatakan hal itu kepada ANTARA di Jakarta, Senin, ketika diminta komentarnya terhadap pernyataan Presiden Soeharto yang antara lain meminta produk-produk hukurn kolonial yang kini masih ada dan berlaku, agar segera diganti.

“Saya mendukung upaya pemerintah untuk mengganti berbagai produk hukum kolonial dengan hukum nasional, namun hendaknya berbagai produk hukurn nasional produk Orde Lama yang tidak sesuai dengan keadaan sekarang hendaknya juga diganti misalnya Undang-undang Subversif,”katanya.

Menurut pengacara itu, UU Subversif (PNPS 11/1963) itu tidak dibuat melalui suatu mekanisme pembentukan UU yang semestinya, karena dibuat secara darurat yaitu melalui Keputusan Presiden yang dijadikan UU tanpa dibicarakan di lembaga perwakilan rakyat. “UU Subversif itu seharusnya adalah salah satu UU produk Orde Lama yang mendesak untuk diganti karena prosedur pembuatannya yang tidak lengkap, jadi tidak hanya hukum produk kolonial saja yang mesti diganti,”katanya.

Menurut dia, UU Subversif itu telah menjadi momok yang kurang baik buat orang karena akan menghambat kebebasan orang untuk berbicara dan beradu pendapat, disamping itu pasal-pasal yang terdapat pada UU itu sangat abstrak yang hanya dapat diterjemahkan oleh pengusaha saja.

Menurut Assegaf, upaya mengganti UU Subversif yang dibentuk secara tergesa­ gesa itu adalah dengan membuat UU Keamanan Nasional yang lebih baik, yaitu dengan memuat ketentuan atau pasal-pasal yang lebih rinci dan kongkrit mengenai tindakan yang dapat mengancam keamanan negara.

“Namun yang lebih penting lagi, kita membuat suatu UU Keamanan Nasional pengganti UU Subversif secara konstitusional dan tidak terburu-buru, serta dapat diperdebatkan terlebih dulu di lembaga legislatif,” katanya.

Tidak Jelek

Menurut Assegaf, tidak semua produk hukum kolonial itu jelek atau tidak dapat dipakai sama sekali saat ini.

“Menurut saya produk hukum kolonial yang memang sengaja diciptakan untuk kepentingan kaum kolonial Belanda saja yang mesti segera diganti,” katanya.

Dia mencontohkan dari sekian banyak pasal yang terdapat pada Kitab Undang­ Undang Hukum Perdata (KUHPer) maka hanya sekitar 10 persen saja dari keseluruhan pasal KUHPer yang perlu diganti, sedangkan sisanya masih bisa tetap dipertahankan hingga masa yang akan datang.

“Jadi kita harus meneliti dahulu produk hukum kolonial mana saja yang memang dipergunakan semata-mata untuk kepentingan penjajah dan jika ada maka harus segera diganti dengan produk hukum nasional,”katanya .

Pada bagian lain ia mencontohkan, pasal dalam Kitab Undang-undang Hukum

Pidana (KUHP) mengenai pasal Penyebaran Kebencian (Pasal154 KUHP) adalah salah satu contoh pasal yang bertujuan untuk melindungi kepentingan penjajah dan menindas kaum pejuang.

“Pasal-pasal itu dipergunakan penjajah untuk menekan kaum pergerakan nasional dengan tuduhan menyebarkan kebencian agar rakyat membenci dan memusuhi pemerintah penjajah. Pasal ini seharusnya diganti atau diperbaharui,” katanya. (T.PU 14/12:56PM   8/9/93/RU4)

Sumber: ANTARA(OS /09/1993)

_____________________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XV (1993), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 680-681.

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.