PRESIDEN SOEHARTO: HINDARI BISNIS PENDIDIKAN[1]
Jakarta, Republika
Presiden Soeharto menegaskan, pengelola pendidikan hendaknya menghindari praktik bisnis dalam menyelenggarakan pendidikan. Mengakui untuk mengelola pendidikan bermutu membutuhkan biaya besar, Pak Harto meminta, penyelenggara pendidikan tetap bertumpu pada semangat pengabdian kepada rakyat.
Kepala Negara menegaskan hal itu, ketika melantik 19 anggota Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional (BPPN), masa bakti 1993-1998, di Istan a Negara, Kamis (1/7). Presiden Soeharto mencetuskan rasa penghargaannya kepada pengelola perguruan swasta, mulai tingkat terendah hingga tertinggi. Ini dengan segenap daya upaya mereka dalam berkiprah mencerdaskan kehidupan bangsa.
Presiden, pada kesempatan itu memaparkan kemajuan yang dicapai Indonesia dalam pendidikan cukup besar. Bahkan, baru beberapa hari yang lalu saya menerima tanda penghargaan dari PBB berupa Medali Emas Avicenna. Hal itu merupakan pengakuan dunia terhadap keberhasilan Indonesia dalam pendidikan.
Meski demikian, Pak Harto mengingatkan, perubahan di sekeliling Indonesia berlangsung pesat. Ini melahirkan tantangan yang kian berat dan rumit bagi dunia pendidikan kita. “Kita harus meningkatkan kualitas pengelolaan pendidikan agar melahirkan manusia-manusia yang mampu menghadapi tantangan di masa depan. Dalam hubungan ini, hendaknya kita sadari pula bahwa karena kemajuan-kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang maka generasi bangsa kita yang akan datang akan menghadapi tantangan zaman dan budaya yang berbeda dengan tantangan yang dihadapi saat ini,” kata Presiden.
Berkaitan dengan upaya mencerdaskan bangsa serta meningkatkan, mutu SDM, Presiden mengungkapkan, pemerintah bertekad meningkatkan pendidikan dasar dari enam tahun menjadi sembilan tahun bagi seluruh warga negara. Pencanangannya dimulai tahun depan. Hal ini, kata Presiden menyimpulkan, berarti perpanjangan masa wajib belajar. jelas bukan merupakan kegiatan sederhana.
Presiden menilai, masalah yang dihadapi tak sekadar menambah jumlah sekolah lanjutan tingkat pertama. Tapi, banyak masalah yang terkait dengan peningkatan pendidikan dasar. Selain itu,juga perlu lebih meningkatkan kualitas pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.
Ia pun mengemukakan, tantangan pembangunan bidang pendidikan juga terasa makin berat, sebab bangsa Indonesia tergolong dalam jajaran bangsa-bangsa yang sedang membangun. Selain itu, dewasa inikita juga hidup di tengah-tengah perlombaan antar bangsa, untuk mengejar kemajuan yang tidak diketahui batasnya. Semua itu berlangsung saat dunia sedang mengalami proses globalisasi, yang merasuk ke berbagai bidang kehidupan, dengan segala dampaknya yang positif maupun negatif. Dalam situasi yang demikian, hanya bangsa cerdas yang mampu mempertahankan kemandirian dan kepribadiannya.
“Masalah ini sengaja saya tekankan pada upacara pelantikan anggota Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional sekarang ini, karena lembaga ini mempunyai tugas mulia untuk memberikan pendapat, saran usul, nasihat atau pemikiran kepada Menteri Depdikbud dalam perumusan kebijakan penyelenggaraan dan pengelolaan sistem pendidikan nasional,” kata Presiden.
Para anggota Badan ini dipilih dari tokoh-tokoh masyarakat, wakil golongan dalam masyarakat penyelenggara pendidikan, pakar pendidikan, dan pejabat pemerintah, baik yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam kegiatan pendidikan. Dengan demikian, diharapkan agar Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional inidapat menyerap aspirasi dan harapan masyarakat, serta mampu melihat tantangim yang dihadapi di masa depan.
Anggota BPPN periode 1993-1998 yang dipilih Presiden berdasarkan Keppres No. 51 Tahun 1993 ini berjumlah 19 orang. Sembilan di antaranya wajah barn di jajaran BPPN. Mereka adalah Drs. Suheru Muljoatmodjo. M.A. (Sekretaris ex-officio). Dr. Fahmi D. Saifuddin, MPH, Dr. Lily I Rilantono, Letjen TNI (Pur.) Sayidirnan Suryohadiprojo,Prof. Dr. Awaloedin Djamin MPA, Drs. GBPH Poeger, Prof. Dr.IM Bandem, K.H. Sahal Mahfudz, dan Tanri Abeng MBA. Sedangkan yang telah menjadi anggota BPPN sejak periode sebelumnya, Prof. Dr. Makaminan Makagiansar, M.A., Leljen TNI (Pur.) H. Soetanto Wiijoprasonto, Prof. Dr. Achmad Baiquni, Barnabas Suebu, S.H., H. Basyuni Suriamihardja, F.Darmanto , Drs. H. Mohammad DjazmanAlkindi ,H. Mohammad Noer, Dr. M. Quraish Shihab, M.A., dan Pdt. Dr. Sulareo Sopater.
Seusai pelantikan, para anggota BPPN yang baru dilantik ini langsung mengadakan pertemuan dengan Mendikbud Wardiman Djojonegoro. “Pertemuan ini lebih merupakan perkenalan anggota BPPN yang baru dengan Mendikbud. Bukan membahas masalah kebijakan pendidikan yang baru,” ujar Prof. Makaminan Makagiansar yang akhirnya dipilih menjadi Ketua BPPN.
Dalam pertemuan dengan para wartawan, sore kemarin , Makaminan juga menolak untuk mengomentari masalah kebijakan pendidikan yang kini sedang ramai. “Kami belum melakukan pertemuan apa pun dengan para anggota,”katanya.
Sumber :REPUBLIKA ( 2/07/1993)
____________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XV (1993), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 719-720.
PRESIDEN SOEHARTO: HINDARI BISNIS PENDIDIKAN
Jakarta, Republika
Presiden Soeharto menegaskan, pengelola pendidikan hendaknya menghindari praktik bisnis dalam menyelenggarakan pendidikan. Mengakui untuk mengelol a pendidikan bermutu membutuhkan biaya besar, Pak Harto meminta, penyelenggara pendidikan tetap bertumpu pada semangat pengabdian kepada rakyat.
Kepala Negara menegaskan hal itu, ketika melantik 19 anggota Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional (BPPN), masa bakti 1993-1998, di Istan a Negara, Kamis (1/7). Presiden Soeharto mencetuskan rasa penghargaannya kepada pengelola perguruan swasta, mulai tingkat terendah hingga tertinggi. Inidengan segenap daya upaya mereka dalam berkiprah mencerdaskan kehidupan bangsa.
Presiden, pada kesempatan itu memaparkan kemajuan yang dicapai Indonesia dalam pendidikan cukup besar. Bahkan, baru beberapa hari yang lalu saya menerima tanda penghargaan dari PBB berupa Medali EmasAvicenna. Hal itu merupakan pengakuan dunia terhadap keberhasilan Indonesia dalam pendidikan.
Meski demikian , Pak Harto mengingatkan, perubahan di sekeliling Indonesia berlangsung pesat. Ini melahirkan tantangan yang kian berat dan rumit bagi dunia pendidikan kita. “Kita harus meningkatkan kualitas pengelolaan pendidikan agar melahirkan manusia-manusia yang mampu menghadapi tantangan di masa depan. Dalam hubungan ini, hendaknya kita sadari pula bahwa karena kemajuan-kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang terns berkembang maka generasi bangsa kita yang akan datang akan menghadapi tantangan zaman dan budaya yang berbeda dengan tantangan yang dihadapi saat ini,” kata Presiden.
Berkaitan dengan upaya mencerdaskan bangsa serta meningkatkan, mutu SDM,
Presiden mengungkapkan, pemerintah bertekad meningkatkan pendidikan dasar dari enam tahun menjadi sembilan tahun bagi seluruh warga negara. Pencanangannya dimulai tahun depan.Hal ini,kata Presiden menyimpulkan, berarti perpanjangan masa wajib belajar. jelas bukan merupakan kegiatan sederhana.
Presiden menilai, masalah yang dihadapi tak sekadar menambah jumlah sekolah lanjutan tingkat pertama. Tapi, ban yak masalah yang terkait dengan peningkatan pendidikan dasar. Selain itu,juga perlu lebih meningkatkan kualitas pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.
Ia pun mengemukakan , tantangan pembangunan bidang pendidikan juga terasa makin berat, sebab bangsa Indonesia tergolong dalam jajaran bangsa-bangsa yang sedang membangun. Selain itu, dewasa inikita juga hidup di tengah-tengah perlombaan antar bangsa, untuk mengejar kemajuan yang tidak diketahui batasnya. Semua itu
berlangsung saat dunia sedang mengalami proses globalisasi, yang merasuk ke berbagai bidang kehidupan, dengan segala dampaknya yang positif maupun negatif. Dalam situasi yang demikian, hanya bangsa cerdas yang mampu mempertahankan kemandirian dan kepribadiannya.
“Masalah ini sengaja saya tekankan pada upacara pelantikan anggota Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional sekarang ini, karena lembaga ini mempunyai tugas
- mulia untuk memberikan pendapat, saran usul, nasihat atau pemikiran kepada Menteri Depdikbud dalam perumusan kebijakan penyelenggaraan dan pengelolaan sistem pendidikan nasional,” kata Presiden.
Para anggota Badan ini dipilih dari tokoh-tokoh masyarakat, wakil golongan dalam masyarakat penyelenggara pendidikan, pakar pendidikan, dan pejabat pemerintah, baik yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam kegiatan pendidikan. Dengan demikian, diharapkan agar Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional inidapat menyerap aspirasi dan harapan masyarakat, serta mampu melihat tantangim yang dihadapi di masa depan.
Anggota BPPN periode 1993-1998 yang dipilih Presiden berdasarkan Keppres No. 51Tahun 1993 ini berjumlah 19orang. Sembilan di antaranya wajah barn di jajaran BPPN. Mereka adalah Drs. Suheru Muljoatmodjo. M.A. (Sekretaris ex-officio). Dr. Fahmi D. Saifuddin, MPH, Dr. Lily I Rilantono, Letjen TNI (Pur.) Sayidirnan Suryohadiprojo,Prof. Dr. Awaloedin Djamin MPA,Drs. GBPH Poeger, Prof. Dr.IM Bandem, K.H. Sahal Mahfudz, dan TanriAbeng MBA. Sedangkan yang telah menjadi anggota BPPN sejak periode sebelumnya, Prof. Dr. Makaminan Makagiansar, M.A., Leljen TNI (Pur.) H. Soetanto Wiijoprasonto, Prof. Dr. Achmad Baiquni, Barnabas Suebu, S.H., H. Basyuni Suriamihardja, F.Darmanto , Drs. H. Mohammad DjazmanAlkindi ,H. Mohammad Noer, Dr. M. Quraish Shihab, M.A., dan Pdt. Dr. Sulareo Sopater.
Seusaipelantikan, para anggota BPPN yang barn dilantik ini langsung mengadakan pertemuan dengan Mendikbud Wardiman Djojonegoro. “Pertemuan ini lebih merupakan perkenalan anggota BPPN yang baru dengan Mendikbud. Bukan membahas masalah kebijakan pendidikan yang baru ,” ujar Prof. Makaminan Makagiansar yang akhirnya dipilih menjadi Ketua BPPN.
Dalam pertemuan dengan para wartawan, sore kemarin , Makaminan juga menolak untuk mengomentari masalah kebijakan pendidikan yang kini sedang ramai. “Kami belurn melakukan pertemuan apa pun dengan para anggota,”katanya.
Sumber :REPUBLIKA ( 2/07/1993)
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XV (1993), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 372-375.