GATT SETUJU INDONESIA IMPOR BERAS MAKSIMUM 70.000 TON

GATT SETUJU INDONESIA IMPOR BERAS MAKSIMUM 70.000 TON[1]

Jakarta, Antara

Organisasi Persetujuan Umum Tarif dan Perdagangan (GAlT) setuju agar Indo­ nesia diizinkan mengimpor beras 70.000 ton/tahun dan itu pun hanya akan dilakukan jika memang benar-benar diperlukan. Seusai melapor kepada Presiden Soeharto di Bina Graha, Selasa tentang hasil perundingan antara Indonesia dan GATT baru-baru ini, Menteri Negara Urusan Pangan/Kabulog Ibrahim Hassan mengatakan kepada pers bahwa seharusnya Indo­nesia mengimpor beras 750.000 ton/tahun.

Angka impor itu adalah berdasarkan patokan bahwa setiap negara wajib mengimpor tiga persen dari konsumsinya. Untuk Indonesia adalah 25 juta ton beras/ tahun. Ibrahim Hassan mengatakan Indonesia amat berkeberatan jika harus mengimpor beras sebanyak itu, karena jika impor sebanyak itu dilaksanakan maka akan merugikan para petani. Alasan Indonesia menurunkan angka impor itu adalah sekalipun telah mencapai swasembada sejak tahun 1974, Indonesia sama sekali tidak pernah menutup pasarnya. Impor beras setelah swasembada pernah mencapai 140.000ton/tahun.

Beberapa negara lain pernah menghentikan impornya sama sekali dengan alasan telah mencapai swasembada seperti Indonesia. Menteri mengatakan pula alasan lain yang dikemukakan Indonesia tentang perlunya penurunan angka impor itu adalah Indonesia tidak mungkin mengandalkan diri pada pasar internasional.

“Indonesia yang penduduknya 180 juta jiwa akan rawan jika bergantung kepada pasar internasional yang hanya 12 juta ton/tahun ,” kata mantan Gubernur Aceh ini.

Kualitas Tinggi

Ketika mengomentari kewajiban Indonesia berdasarkan ketentuan Uruguay Round itu, Presiden Soeharto mengatakan kepada Ibrahim Hassan bahwa jika impor itu terpaksa dilakukan maka jenis berasnya harus lain dari produksi dalam negeri. Ibrahim kemudian memberi contoh karena produksi dalam negeri umumnya adalah kelas medium, maka jika impor beras terpaksa dilakukan maka jenisnya haruslah yang berkualitas tinggi.

Ia menjelaskan pula, sekalipun permintaan Indonesia untuk mengurangi jumlah impornya disetujui, pejabat GATI menetapkan beberapa persyaratan antara lain In­ donesia harus mengimpomya dari beberapa negara sehingga tidak terjadi monopoli. “Syarat lain adalah kalau impor itu dilakukan maka haruslah jelas /tranparan misalnya yang menyangkut jumlah serta harganya,” kata Ibrahim. Persyaratan lain adalah tidak boleh ada lagi hambatan nontarif sehingga yang harus dilakukan adalah mengenakan hambatan tarif dengan mengenakan bea masuk 180 persen.

Restoran Fast Food

Kepada Presiden juga dilaporkan rencana konkret kampanye “Aku Cinta Makanan Indonesia”. “Gerakan ini memang melawan arus namun harus kita kita lakukan,” kata Ibrahim ketika membandingkan dengan makin banyaknya restoran Barat yang menyediakan makanan siap hidang/fast food. Ibrahim kemudian mengatakan “Presiden berpendapat  kalau (restoran) fast food boleh saja berdiri di Jakarta karena merupakan kota internasional. Tapi fastfood jangan sampai berdiri di daerah-daerah tingkat dua”. Presiden, kata Menteri Urusan Pangan, mengatakan kampanye makanan­ makanan tradisional harus ditingkatkan agar masyarakat lebih menyukai makanan tradisional daripada makanan luar negeri. (T.EU02/EU06/ 1/02/9413:07/RU2)

Sumber:ANTARA(Ol /02/1994)

________________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVI (1994), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 203-204.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.