ABDURAHMAN WAHID: NU TIDAK AKAN KEMBALI KE POLITIK PRAKTIS
Jakarta, Antara
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU) Abdurahman Wahid menegaskan, bahwa NU tidak akan kembali ke politik praktis, karena selain sudah menjadi ketetapan NU juga sesuai dengan Undang-Undang maupun ketetapan MPR. Menjawab pertanyaan pers seusai menemui Menteri Penerangan Harmoko di Jakarta, Kamis, ia menambahkan, berdasarkan Undang-Undang maupun ketetapan MPR, politik praktis hanya boleh dilakukan melalui Parpol dan Golkar, sehingga seluruh warga NU bebas menentukan sikap politik praktisnya asal melalui Parpol dan Golkar.
‘Warga NUbebas menentukan sikap politik praktisnya, baik melalui Golongan Karya, maupun melalui Partai Politik, dan warga NU tidak terikat untuk masuk hanya di salah satu parpol itu,” katanya.
Hal itu, katanya, perlu diluruskan supaya jangan sampai timbul salah tafsir dari warga NU mengenai peranan organisasi NU.
Menurut dia, jika warga NU hanya diperbolehkan masuk di salah satu partai politik, tentunya akan menyulitkan warga NU sendiri yang berbagai ragam sikap dan warna politiknya.
“Malah sebagian dari warga NU adalah juga anggota KORPRI, jadi kasihan dong bagi mereka, jika hanya diperbolehkan melalui Parpol saja, padahal anggota KORPRI aspirasi politiknya disalurkan melalui Golongan Karya,” katanya.
Ia menjelaskan, pertemuannya dengan Menteri Penerangan Harmoko antara lain juga membicarakan mengenai rencana Muktamar NU yang akan berlangsung di Yogyakarta, tanggal 25-28 Nopember 1989.
Muktamar NU, katanya, akan dibuka Presiden Soeharto di Jogyakarta pada 25 Nopember 1989, dan sebelumnya pada 22 Nopember 1989 sebagai acara pendahuluan Muktamar, di Semarang, Wakil Presiden Sudharmono, SH membuka Muktamar Tarekat NU yang berlangsung sampai 24 Nopember 1989.
Di dalam Muktamar yang akan dihadiri sekitar 3.500 utusan NU dari seluruh Indonesia itu akan diadakan juga pemilihan susunan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama untuk periode lima tahun mendatang.
“Terserah keputusan Muktamar, saya tidak pernah menolak tugas,” katanya menjawab pertanyaan pers tentang kesediaannya memimpin NU di dalam kepengurusan periode mendatang.
Ciri Khas NU
Menteri Penerangan Harmoko ketika menerima Abdurahman Wahid di ruang kerjanya, menerangkan bahwa sudah sejak lama NU memiliki ciri khasnya sendiri.
Memberikan keterangan melalui Ka. Biro Humas Departemen Penerangan H. Ramli, Harmoko menambahkan, ciri khas NU itu adalah “mengembangkan prinsip musyawarah dan mufakat sejak lama”.
“Sehingga di masa datang NU diharapkan tetap menjunjung tinggi nilai musyawarah mufakat,” kata Harmoko sambil berharap agar di dalam Muktarnar, NU melaksanakan kaderisasi agar terjadi kesinambungan alih tugas dari pimpinan kepengurusan sekarang kepada penggantinya.
Menpen yakin, NU yang selama ini merupakan lembaga kader di tingkat nasional maupun daerah terus mengembangkan wawasan kebangsaannya, dan diharapkan untuk terus dapat dikembangkan.
Sumber : ANTARA (09/11/1989)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XI (1989), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 348-349.